Indonesia Berhasil Kurangi Pemakaian Merkuri

Usai pembukaan COP'4 Minamata, secara virtual dimana Indonesia sebagai tuan rumah, Dirjen Pengelolaan sampah dan Limbah yang jug Presioden COP'4 Minamata, Rosa Pipin Ratnawati, didampingi, Srtaf Ahli Menteri LHK, Muchsin Syihah Sekretaris Eksekutif Konvensi Minamata Monika Stankiewicz , menjelaskan rencana aksi dunia terhadap perdagangan merkuri Ilegal.

TROPIS.CO, JAKARTA – ndonesia berhasil menurunkan penggunaan merkuri sebanyak 374,4 kg di sektor industri lampu dan baterai. Lalu mengendalikan 710 kg emisi merkuri dari pembakaran pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan  batubara sebagai sumber energinya.

Indonesia mengurangi 4.700 kg merkuri pada sektor kesehatan melalui penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri dari fasilitas kesehatan.

Kermudian, menurunkan penggunaan merkuri hingga 12,4 ton, sejak Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri – RAN PPM, sesuai amanatkan  Perpres No 21/ 2019.

Internasional ke-4 Para Pihak Konvensi Minamata tentang Merkuri berlangsung dari Jakarta-Indonesia secara virtual.

Conference of the Party 4.1 (COP 4.1) Minamata Convention on Mercury yang diselenggarakan dari tanggal 1 – 5 November 2021 telah dibuka pada Senin (1/11/2021), dengan Indonesia sebagai tuan rumah (host).

Pertemuan ini dihadiri oleh kurang lebih 600 peserta yang berasal perwakilan 135 negara pihak Konvensi Minamata.

Penyelenggaraan COP4 Konvensi Minamata ini akan diselenggarakan secara 2 tahap. Tahap pertama yaitu COP4.1 yang diselenggarakan secara online/daring pada tanggal 1-5 November 2021 dari Jakarta, atau disebut Online Segment.

Kemudian tahap kedua, COP-4.2 In-Person Segment rencananya akan diselenggarakan secara tatap muka/luring pada tanggal 21-25 Maret 2022 di Provinsi Bali.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya Bakar, sebagai representatif Pemerintah Indonesia, menyambut kehadiran seluruh negara pihak dengan tangan terbuka, dan berharap melalui pertemuan ini, seluruh negara yang hadir dapat duduk bersama, berdiskusi, dan berkolaborasi guna memecahkan berbagai isu yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan dan kesehatan yang disebabkan oleh emisi dan lepasan merkuri.

“Sebagai peserta Konvensi Minamata, kondisi global saat ini mengajarkan kita, setidaknya mengenai dua hal, yakni pertama, Konvensi Minamata perlu lebih adaptif dan tangkas dalam merespon berbagai tantangan dan permasalahan lingkungan global, kedua, Konvensi Minamata perlu berpikir jauh ke depan, meski usia konvensi ini masih muda” ujar Menteri Siti.

Siti Nurbaya menyampaikan bahwa Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan akibat penggunaan dan emisi merkuri.

Upaya tersebut dilakukan dengan berpedoman pada Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM), yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019.

Sejak implementasi RAN PPM dilakukan, Indonesia telah berhasil menurunkan penggunaan merkuri sebanyak 374,4 kg di sektor industri lampu dan baterai, mengendalikan 710 kilogram emisi merkuri dari pembakaran pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya, mengurangi 4.700 kg merkuri pada sektor kesehatan melalui penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri dari fasilitas kesehatan.

Khusus untuk sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), melalui pelarangan penggunaan merkuri pada PESK dan pembangunan fasilitas pengolahan emas nonmerkuri, jumlah penggunaan merkuri yang berhasil diturunkan mencapai 12,4 ton.

Upaya ini juga diikuti dengan pelarangan impor dan distribusi merkuri kepada para penambang emas skala kecil, mengembangkan teknologi pengolahan emas tanpa merkuri yang lebih efektif dan ekonomis, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal melalui upaya alih mata pencaharian bagi penambang.

Sebagai upaya antisipasi terhadap tantangan pencemaran merkuri di masa depan, Indonesia telah membangun laboratorium merkuri dan metrologi lingkungan.

Dan ini digunakan untuk  mendukung program pengurangan dan penghapusan merkuri melalui pengujian dan penelitian.

Ke depannya, fasilitas laboratorium ini akan menjadi salah satu “centre of excellence of mercury” tidak hanya di regional Asia Tenggara, tetapi di Asia Pasifik.

Harapannya, dengan berbagai upaya holistik yang telah dan akan dilakukan, Indonesia bisa terbebas dari merkuri pada tahun 2030.