Kang Dedi Mulyadi: Alam Hanya Bisa Diselamatkan dengan Keyakinan dan Budaya

Forum Indonesia Climate

Kemarin, 5 Juni, disaat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2020,  Kang Dedi Mulyadi didaulat menjadi salah seorang pembicara pada Webinar Forum Indonesia Climate Change & Environment bertemakan “ Pelestarian Alam dan Kearifan Lokal”.

Tampil pada sesi pertama, bersama Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan MR Karliansyah, dan juga mantan Menteri Lingkungan Hidup yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Perubahan iklim Sarwono Kusumaatmadja.

Dalam forum yang dipandu Frita Laura, Kang Dedi, diberikan kesempatan waktu sekitar 10 menit untuk mengurai panjang tentang  “ Strategi Pengelolaan Lingkungan dan tantangannya dalam era “New Normal”.

Mengawali paparannya, kang Dedi Mulyadi, menyebut bila kita bicara soal lingkungan hidup, ini artinya bicara tentang  diri kita sendiri.  Dan pemahamannya sangat luas, hingga kang Dedi, kurang sependapat dengan ungkapan kata “kearifan lokal”.  Dia lebih sreg dengan istilah “kearifan  Nusantara”.

Pun halnya dengan kalimat “kembali ke alam”. Justru ini menjadi pertanyaan, lantas selama ini kita berada di mana.  Dengan stigma inilah, hingga membuat kita terkesan jauh, bahkan asing terhadap   lingkungan. Tidak bersahabat dengan lingkungan hidup dan alam.

Dalam pengelolaan lingkungan, Kang Dedi sempat menyebut, ada dua pendekatan yang perlu dilakukan.  Pertama, pendekatan kebudayaan, pendekatan culture.  Nah ini, sebagai dasar kita memahami kondisi lingkungan hidup dan alam di Indonesia.

Ada suatu keyakinan agama di dalamnya yang mengajarkan kini, adanya persenyawaan manusia dengan alam. Persenyawaan manusia dengan tanah. Dan persenyawaan dengan air, dengan udara dan juga dengan persenyawan dengan matahari.

Semua ini, lanjut alumni dari Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman, Purwakarta itu, kelahiran Kampung Sukadaya, Sukasari, Kabupaten Subang itu, menjadi satu kesatuan keyakinan. Hingga kemudian membangun komunitas atau komunal, lingkungan masyarakat atau  perkampungan yang di situ  kemudian menjadikan basic alam menjadi basic spiritual.

Lantaran telah menjadi  basic alam sebagai basic spiritual, maka melakukan perusakan terhadap alam seperti menebang pohon, mencemari sungai, kemudian merusak tanah, mencemari udara bahwa sesungguhnya dia telah menghianati keyakinannya sendiri. Dia menghianati Tuhan yang menjadi keyakinannya.

Sistem agama ini berkembang di seluruh Nusantara hingga kemudian melahirkan kearifan kearifan. Tapi di dalam perjalanannya, mereka, orang orang yang memiliki kearifan tidak diakui kearifannya oleh negara. Lalu kemudian mereka  berubah kerarifannya, berubah kulturnya dan berubah keyakinannya.

Dalam perubahan kultur, kearifan bahkan juga perubahan keyakinan, tempat tinggal mereka pun, tergusur oleh suatu perubahan. Dan perubahan itu terjadi karena ada kepentingan ekonomi maupun kepentingannya lain. Legal maupun ilegal, termasuk juga illegal logging.

Lantaran telah menjadi basic alam sebagai basic spiritual, maka melakukan perusakan terhadap alam; menebang pohon, mencemari sungai, kemudian merusak tanah, mencemari udara, bahwa sesungguhnya, dia telah menghianati keyakinannya sendiri. Dia menghianati Tuhan yang menjadi keyakinannya.