Kang Dedi Mulyadi: Alam Hanya Bisa Diselamatkan dengan Keyakinan dan Budaya

Alam Diselamatkan dengan Keyakinan

Nah, sistem ini yang harus dibenahi dulu. Karena apa? Karena alam hanya bisa diselamatkan dengan keyakinan. Alam hanya bisa diselamatkan dengan sistem nilai. Alam hanya bisa diselamatkan dengan kebudayaan. Alam tak bisa diselamatkan dengan undang undang.

Undang undang yang kita susun, kita regulasikan, dan juga yang kita jaga bersama. Tapi sampai hari ini,  bisa kita katakan, tidak ada suatu yang nyata  hasil dari penegakan lingkungan terhadap keselamatan alam.

Karena apa !, penegakan lingkungan bukan suatu isu popular di Indonesia. Penegakan lingkungan kurang mendapat perhatian public.  Penegakan lingkungan tidak mendapat dukungan politik yang kuat.

Sungguh ini yang menjadi problem. Sebab  masyarakat, menganggap persoalan lingkungan bukan hal utama. Kesadaran cultural itulah yang akan menjadi sendi utama bagi kita dalam penataan lingkungan. Tinggal bagaimana regulasinya ke depan.

Tentu regulasinya ada, kata putra bungsu dari Sembilan bersaudara dari ayah seorang prajurit, Sahlin Ahmad Suryana, dan Ibu Karsiti, wanita Desa Sukasari yang tak pernah mengenyam bangku sekolah, namun sebagai aktivis Palang Merah Indonesia.

Kalau kita mau melakukan penataan, lanjut mantan pengembala domba ini, dan ingin berpihak pada alam, maka  regulasi yang harus segera dilakukan,  benahi system  tata ruang secara menyeluruh. “Tata ruang yang harus dilihat dari kebutuhan masyarakat Indonesia, masyarakat kabupaten kota, dan  masyarakat provinsi dalam jangka panjang.”

Artinya suatu  tata  ruang yang tidak harus dilakukan perubahan, karena tekanan  perubahan rezim politik lima tahunan.  Pusat maupun daerah.   Desakan perubahan karena lebih didasari  kepentingan developer. Kepentingan  penambang, dan juga  kepentingan bisnis kehutanan.

Andaikata tata ruang  lebih diarahkan pada kepentingan itu, maka sudah dapat dipastikan, bukan hanya tata ruang yang terus menerus terjadi perubahan, melainkan lingkunganpun  akan mengalami hal yang sama.  Dan kita akan semakin sejauh dengan alam.

Lantaran itu, konsistensi  kita harus tetap terjaga, menempatkan tata ruang sebagai sendi dalam mengambil keputusan  pembangunan di setiap wilayah. Kemudian,  menempatkan alam, bukan hanya sebagai bagian  dari kehidupan, melainkan alam sebagai inspirasi  kehidupan, kekuatan spiritual di mana kita berada.  Dan ini menjadi  titik  utama yang harus dibangun di dalam pikiran kita semua.

Ritme pembangunan harus selaras dengan alam. Tata kelola perubahan pemukiman harus selaras dengan alam. Sudah harus  ada  pembatasan,  tidak ada areal perkampungan yang ada ribuan rumah di dalamnya.

Karena, pada prakteknya, perkampungan padat itu sangat rapuh terhadap pandemi. Pandemi penyakit cepat menular dalam satu wilayah. Beda dengan masyarakat Badui yang imun terhadap pandemi.

Dan lantaran masyarakat Badui, kuat menghadapi pandemi Covid-19, merekapun memiliki kekuatan  dalam menolak anggaran bantuan pemerintah. Nah, ini perlu menjadi catatan,  masyarakat yang memiliki tingkat imunitas tinggi, hidup dalam lingkungan yang lestari, ini akan membuat anggaran negara sangat efisien.