Sepakat Transisi Energi, Tiga Pegiat Lingkungan Dorong Capres-Cawapres 2024 – 2029 Mengkaji Ulang Kebijakan Bioenergi Berbasis Hutan

Realistis dan Feasible

Menanggapi seruan para pegiat lingkungan tersebut, Drajad Wibowo dari TKN Prabowo-Gibran, memaparkan bahwa program transisi energi yang mereka tawarkan adalah program yang realistis dan feasible.

Drajad menganggap bahwa biomassa adalah opsi yang logis dari sisi pendanaan dan implementasi jangka pendek.

Dia melihat memang ada peluang untuk memanfaatkan energi geothermal dan surya, namun prosesnya akan memakan biaya besar dan membutuhkan jangka waktu yang lama.

“Kita mesti memutuskan bersama, seberapa ideal penggunaan biomassa seperti bioetanol akan digunakan, serta segera action.”

“Dalam proses ini yang penting untuk diperhatikan dalam menjaga kelestarian produksi, ekologi, dan sosial adalah melalui sustainability audit,” imbuhnya.

Sementara, Irvan Pulungan dari TPN Anies-Muhaimin (AMIN) menyatakan bakal mengkaji program bioenergi dengan melakukan inventarisasi lingkungan guna menentukan daya dukung dan daya tampung sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Di mana kajian ini dapat memetakan masalah dan potensi serta ambang batas waktu pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan Rencana Tara Ruang Wilayah (RTRW) dengan prinsip Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Irvan juga mengungkapkan fakta capaian transisi energi di Indonesia baru mencapai 1 persen dari kebutuhan.

Menurut dia, jika pasangan AMIN terpilih, mereka akan meningkatkannya menjadi 4 persen hingga lima tahun ke depan.

“Kuncinya untuk mencapai hal tersebut adalah pendekatan kolaboratif partisipatif dari masyarakat berdasarkan pada lima pilar transisi energi: (1) pilar tata kelola yang holistik dan berkesinambungan, (2) kolaborasi pemangku kepentingan, (3) inovasi pendanaan, (4) transisi energi berkeadilan, dan (5) intervensi pada supply and demand.” ujarnya.

Agus Hermanto dari TPN Ganjar-Mahfud mengakui bahwa banyak tantangan yang harus dihadapi dalam proses transisi energi saat ini. Namun demikian, tegasnya, proses tersebut harus tetap dijalankan.

Terkait bahan baku bioenergi, Agus menyatakan bahwa memang ada sumber alternatif selain pelet kayu yang bisa digunakan, seperti minyak goreng bekas, singkong, bahkan kacang-kacangan.

“Strategi kami adalah menerapkan kebijakan inventarisasi CPO (crude palm oil), kemudian melakukan pemetaan target apakah tujuannya untuk B30 atau B40.”

“Ini dilakukan secara berimbang dengan mengutamakan konsumsi masyarakat, baru yang terakhir adalah untuk ekspor,” jelas Agus.