Tantangan Zero Waste Emission Indonesia

Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Networtk), mengingatkan implementasi konkret perlu direalisasikan, terutama penanganan sumber sampah, yaitu rumah tangga, pasar, dan perniagaan. Foto: KLHK
Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Networtk), mengingatkan implementasi konkret perlu direalisasikan, terutama penanganan sumber sampah, yaitu rumah tangga, pasar, dan perniagaan. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Memperingati Hari Lingkungan Hidup Dunia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Festival Peduli Sampah Nasional 2023 dengan tema Solusi Kurangi Sampah Plastik di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, 13 hingga 16 Juni 2023.

Dalam kegiatan tersebut juga dilaksanakan Workshop Zero Waste Zero Emission, untuk sosialisasi dan mencari masukan penyusunan dokumen Zero Waste Zero Emission yang digelar pada Selasa (13/6/2023).

Dalam tanggapannya, Mahawan Karuniasa, Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) mengapresiasi penyusunan dokumen yang menjadi landasan penting urusan sampah dan kaitannya dengan pengendalian perubahan iklim, khususnya agenda Net Zero Emission Indonesia.

Namun Dosen Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI) tersebut juga memberikan beberapa catatan terkait finalisasi dokumen Zero Waste Zero Emission.

Baca juga: Suhu Bumi Melampaui Batas, Indonesia Harus Segera Lakukan Mitigasi

Pertama, isu adaptasi perlu diintegrasikan dalam dokumen mengingat Badan Meteorologi Dunia menyatakan bahwa 1,5°Celsius akan tertembus minimal satu tahun pada periode 2023-2027 ini.

Seperti pembakaran sampah harus dihindari untuk mencegah kebakaran terutama hutan dan lahan.

Buang sampah sembarangan juga dapat memperburuk bencana banjir.

Kedua, upaya mitigasi gas rumah kaca global masih jauh dari cukup, diperkirakan tahun 2030 masih ada selisih 20 Gigaton dari target maksimal emisi global sesuai Laporan UNEP yaitu 33 Gigaton, sehingga dokumen Zero Waste Zero Emission perlu disiapkan menghadapi berbagai dinamika negosiasi global.

Baca juga: AMAN, KPA, dan WALHI Luncurkan Dana Nusantara untuk Perkuat Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal

Ketiga, implementasi konkret perlu direalisasikan, terutama penanganan sumber sampah, yaitu rumah tangga, pasar, dan perniagaan.

Selain itu, di hilir baik tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dan tempat pemrosesan akhir (TPA) banyak teknologi tersedia, namun membutuhkan investasi yang tidak sedikit.

“Persoalan sosial dan ekonomi perlu menjadi komponen utama dokumen Zero Waste Zero Emission, sehingga sejalan dengan agenda transformasi ekonomi nasional maupun upaya rapid transformation of societies sebagai syarat menghadapi krisis iklim yang sudah terjadi,” pungkas Mahawan Karuniasa menutup tanggapannya. (*)