TROPIS.CO – JAKARTA, Proyek Forest Investmen Program atau FIP -1 telah berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan hutan Kapuas Hulu dan Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat hingga rata 34 persen atau sekitar Rp 11 juta lebih pertahunnya.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat Adi Yani, menjelaskan dari perhitungan pengeluaran anggota Kelompok Perhutanan Sosial atau KPS yang diintervensi proyek Forest Investment Program atau FIP-1, dalam 5 tahun terakhir, rata rata dalam kisaran Rp 27 juta hingga Rp 34 juta pertahun.
Dikatakan Adi Yani, di Kapuas Hulu, pendapaan rata rata masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial atau KUPS, hanya Rp 26 juta pertahun. Tapi setelah ada intervesi FPI- 1, mendekati Rp. 37 juta.
Begitu juga di Sintang, pendapatan mereka pada awal proyek tahun 2017, baru sekitar Rp 16 juta pertahun/ KK.Tapi setelah diintervensi, hampir menembus Rp 27 juta. “Kita menghitung kenaikan pendapatan dari nilai pengeluaran mereka setiap tahun,”’kata Adi Yani lagi. “Padahal target peningkatan terhadap income masyarakat yang diintervensi proyek FIP-1, hanya 20 persen dari baseline,”lanjutnya.
Proyek FIP-1 merupakan program pelestarian lingkungan dalam rangkaian penurunan emisi terkait REDDyang dibiayai Asia Development Bank atau ADB senilai US 14 juta dolar atau sekitar Rp 287 miliar, di 17 desa di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Sintang.
Dalam implementasinya FIP-1 melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan yang tergabung dalam Kelompok Perhutanan Sosial atau KPS yang merupakan elemen dari program Perhutananan Sosial. Ada sebanyak KPS dan mereka
Pasca FIP 1
Terkait keberlanjutan dari program yang sudah dikembangkan proyek FIP-1, Adi Yani megatakan, bahwa Pemda Kalbar telah merancang sejumlah skenario pasca FIP-1. Dan sejumlah langkah yang akan ditempuh, diantaranya memfasilitasi pengembangan Galeri Hasil Hutan yang menampung produk-produk masyarakat sekitar hutan.
Kemudian mendorong terwujudnya kerjasama antara Galeri Hasil Hutan dengan Offtaker (market place, dll) dan kelompok tani/kelompok usaha perhutanan sosial agar produk-produk masyarakat tersebut meningkat kualitas maupun kuantitasnya.
Khusus dalam hal monitoring dan pengembangan program penurunan emisi gas rumah kaca, kata Adi Yani, Pemprov akan menugaskan Pokja REDD+ Kalbar yang telah berpengalaman dalam menangani program-program pengendalian perubahan iklim.

Terkait pembiayaan, Pemprov Kalbar telah berkomitmen dengan berbagai skema pembiayaan,antara lain, melalui pengajuan proposal dalam rangka ketahanan iklim kepada GCF (Green Climate Fund). Selain itu juga dijajaki peluang pendanaan melalui BPDLH untuk mendukung upaya mitigasi dan adaptasi.
Tak hanya itu, kini juga telah direncanakan usulan keberlanjutan proyek melalui 12 proposal, 4 proposal diantaranya, menghasilkan peluang untuk keberlanjutan proyek melalui rimba collective, dan inisiasi penyusunan Master Plan Integrated Area Development (IAD) di Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang dengan mendorong peran pemerintah daerah kabupaten, dalam memberikan dukungan terhadapn kegiatan perhutanan sosial melalui keterlibatan sejumlah pihak.