Indonesia Tidak Perlu Impor Jagung

Pemerintah mendorong penggunaan benih jagung lokal. Foto : Marketplus
Pemerintah mendorong penggunaan benih jagung lokal. Foto : Marketplus

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia tidak perlu impor benih jagung karena produsen dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan benih nasional.

Hanya saja untuk memproduksi benih ini perlu direncanakan setahun sebelumnya. Makanya apabila permintaannya bersifat mendadak tentu sulit dipenuhi.

Sekjen Dewan Jagung Nasional Maxdeyul Sola menyebutkan kebutuhan benih jagung nasional sekitar 80.000-100.000 ton per tahun.

Kebutuhan ini dihitung dari luas areal tanaman jagung 4 juta ha dengan asumsi kebutuhan benih 20 hingga 25 kilo gram (kg) per hektare.

“Kebutuhan ini dapat dipenuhi produsen benih nasional maupun multinasional. Jadi kita tidak perlu lagi impor benih jagung,” tegasnya di Jakarta, Senin (30/7/2018).

Menurut Sola, beberapa daerah belakangan ini mengeluhkan kesulitan mendaptkan benih jagung hibrida. Hal ini terjadi karena memang di luar jadwal produksi produsen.

Produsen benih itu mempersiapkan stok menjelang musim tanam di setiap wilayah. Kurangnya benih juga disebabkan dinas-dinas pertanian mengejar serapan anggaran target Luas Tambah Tanam (LTT) jagung.

Pengamatan di lapangan banyak dinas atau daerah yang memaksakan pengadaan benih atau pembagian benih kepada petani di luar musim tanam, sehingga benih tidak tersedia.

“Pengusaha benih jangan terlalu gampang menggantungkan impor karena ketika Indonesia mau ekspor sulit mendapatkan izin dari negara tujuan. India misalnya, minta benih jagung dari Indonesia, namun permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena izin ekspor sulit didapatkan,” kata Sola.

Dirinya menambahkan, untuk memenuhi proyek pemerintah Kementerian Pertanian (Kementan) mengharuskan menyerap 65 persen benih dari Balai Penelitian Serelia, Litbang Maros.

“Ini artinya, pemerintah mendorong agar benih lokal lebih banyak digunakan,” tegasnya.

Mengenai kualitas benih Litbang yang banyak dikeluhkan petani penerima bantuan, Sola menyarankan Balai Serelia, Maros, harus lebih selektif memilih mitra penangkar.

Informasi di lapangan menyebutkan bukan kualitas benih induk yang tidak baik, tetapi masalahnya terjadi dalam proses penangkaran tidak dilakukan dengan baik yang sesuai standar produksi benih.

Ini terjadi karena mengejar volume produksi. Penangkar hanya menangkar ketika ada proyek.

Distribusi Bantuan

Sementara itu Data Ditjen Tanaman Pangan, Kementan mencatat telah menyalurkan bantuan benih jagung ke 2,6 juta hektare dari target penyaluran yang lebih dari 3 juta hektare.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kemetntan Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, dari benih yang disalurkan tersebut, ada yang sudah ditanam, ada yang sudah tersalur dan ada yang sedang dalam proses awal distribusi.

Bantuan benih ini dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia. Namun, bantuan ini lebih diarahkan untuk perluasan tanam baru atau wilayah-wilayah yang sebelumnya belum pernah ditanami jagung.

“Untuk petani yang sudah tahu kebijakan budidaya tanam jagung dan yang sudah biasa menanam jagung tidak kita berikan bantuan, strategi kita supaya bantuan pemerintah tidak terlalu berat,” ungkap Gatot.

Gatot pun berharap, seluruh bantuan benih sudah dapat tersalur September mendatang sehingga jagung yang ditanam bisa dipanen tahun ini.

“Apabila produktivitas benih yang disalurkan tersebut sudah mencapai 7-8 ton per hektare, maka produksi yang dihasilkan sudah cukup baik,” pungkasnya. (*)