Mandiri Institute dan Supernova Ecosystem: Akses Modal UMKM Hijau Perlu Terus Didorong

Peran Lembaga Keuangan Negara

Pentingnya peran lembaga keuangan negara dalam mendorong permodalan bisnis hijau.

Selain berasal dari modal investor ventura untuk pengembangan UMKM hijau, pendanaan investasi UMKM hijau juga bisa berasal dari perbankan yang regulasinya diatur oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Teguh Yudo Wicaksono, Head of Mandiri Institute berpendapat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, para regulator pemerintah telah cukup menunjukkan komitmennya dalam mendorong UMKM berkelanjutan.

“Salah satu contohnya adalah Otoritas Jasa Keuangan telah meresmikan kebijakan hijau seperti Peraturan OJK Nomor 51 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan.”

“Selain itu, Bank Indonesia juga telah beberapa kali menyuarakan desakan ke bank-bank swasta maupun BUMN untuk meningkatkan pembiayaan kredit ke banyak UMKM di sektor hijau secara lebih masif,” ungkapnya.

Lebih lanjut Yudo mengatakan salah satu respon yang dilaksanakan pemerintah melalui Bank Indonesia dalam menjawab tantangan perubahan iklim serta mendukung transisi UMKM ke praktik hijau dan berkelanjutan adalah dengan bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor dalam menyusun Kajian Model Bisnis Pengembangan UMKM Hijau.

Kajian tersebut berisi kerangka pengembangan serta strategi implementasi model bisnis UMKM hijau yang berfokus pada sektor pertanian dan kerajinan dengan cakupan identifikasi, definisi, kriteria, dan indikator UMKM hijau, penyusunan dan analisa model bisnis UMKM hijau, serta strategi dan rekomendasi untuk implementasi program UMKM hijau.

Teguh menambahkan, terdapat aspek-aspek lain yang masih perlu ditingkatkan dari pihak regulator untuk mendukung UMKM Hijau.

Contohnya, mengubah kebijakan batas maksimum dan tenggat waktu pemberian kredit untuk pelaku usaha di sektor hijau.

Menurut Teguh, cara paling efektif untuk UMKM lokal bisa sukses menerapkan aspek ramah lingkungan justru bukan melalui integrasi langsung ke produk fisiknya karena akan memakan biaya yang cukup mahal.

Namun, akan lebih memungkinkan secara biaya untuk para UMKM lokal jika aspek ramah lingkungan diimplementasikan pada satu atau beberapa bagian di proses rantai pasokan (pengolahan limbah, penggunaan energi bumi yang lebih efisien, dan lainnya.

“Dari yang saya lihat dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan pesat jauh lebih terfokus pada UMKM yang mengaplikasikan praktik bisnis ramah lingkungan, dibandingkan dengan UMKM yang menghasilkan produk hijau.”

“Mengapa demikian? UMKM produk hijau biasanya dipelopori oleh anak-anak muda dan membutuhkan kreativitas dan modal stabil dari investor yang sangat peduli terhadap isu lingkungan jika ingin sustain operasionalnya.”

“Sementara itu, untuk sebuah UMKM, memang jauh lebih mudah untuk mengintegrasikan prinsip ramah lingkungan dalam aktivitas produksi, seperti pengelolaan limbah zero waste, tanpa harus mengganti produknya menjadi barang ramah lingkungan,” ujar Poppy Ismalina, Peneliti Senior dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.