TROPIS.CO, JAKARTA – Membaiknya harga minyak sawit kasar atau Crude Palm Oil di pasar global yang sempat menembus angka RM 5400 Malaysia per metrik ton dalam beberapa waktu terakhir, atau sekitar US 1.235/ton pada September kemarin, telah mengangkat kinerja industri sawit nasional.
Data yang disajikan Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia – Gapki, Kamis, mencerminkan adanya pertumbuhan produksi dan volume ekspor, secara kumulatif dalam sembilan bulan terakhir, hingga September 2021. Walau dua bulan terakhir, ada kecenderungan turun, baik produksi, volume ekspor maupun nilai ekspor.
Produksi, CPO dan CPKO, turun sedikit, sekitar 45 ribu ton, dari 4,619 juta ton, Agustus menjadi 4,573 juta ton September. Ekspor turun dari 2,886 juta ton menjadi 4,274 juta ton. Sedangkan nilai ekspor turun menjadi US$ 3,111 miliar dari US$ 4,433 milliar pada bulan Agustus. Kendati harga di pasar global, bergeser ke atas, dan cukup signifikan, mencapai US 10 dolar/ton.
Dibanding minyak nabati lain; Soybean, Sunflower, minyak sawit dan rapeseed sedikit lebih beruntung. Harga CPO dan Rapeseed naik cukup signifikan. Sementara Soybean dan Sunflower, pada September kemarin, harus menelan pil pahit. Sunflower turun sekitar US 47 dolar, dari US 1.380/ton menjadi US 1.333 ton. Sementara Soybean, turun sekitar US 30 dolar dari harga US 1.435 dolar/ton pada Agustus.
“Kenaikan harga minyak sawit mungkin disebabkan rendahnya stok awal bulan September yang hanya 3,4 juta ton, artinya lebih rendah 1,1 juta ton dari stok awal Agustus,” kata Mukti Sardjono, Eksekutif Gapki.
Penurunan volume ekspor terbesar terjadi untuk tujuan India, mencapai 71,3%, dari 683,0 ribu ton tersisa 275,5 ribu ton. Ke Belanda lebih tajam lagi, mencaopai 83,5%, tersisa 33,46 ribu ton pada September. Padahal bulan sebelumnya, Agustus masih mendekati 170 ribu ton.
Ke Malaysiapun, sesama produsen minyak sawit dunia, ekspor ke negeri Jiran ini turun mencapai 81,74%, dari sekitar 157,1 ribu ton, tersisa 35,1 ribu ton. Ke kawasan Uni Eropa, turun mencapai 243,2 ribu ton atau sekitar 52,54%. September kemarin, volume ekspor Uni Eropa, hanya sekitar 219,6 ribu ton.
Ke pasar utama minyak sawit Indonesia, RRCina, selama September tahun inipun, ikut menurun. Agustus ekspor ke Negeri Tirai Bambu ini, tinggal 467,4 ribu ton, selama September. Padahal Agustus ekspor ke RRCina masih di atas 800 ribu ton. Artinya turun mencapai351,8 ribu ton.
Secara Year on Year sampai September, ekspor ke RRC relatiflebih baik dibanding tahun kemarin. Merujuk data ekspor, CPO Indonesia sudah di atas 25% dibanding 2020, sama dengan Ke Malaysia yang lebih tinggi 52%.
Beda dengan ke India, Belanda, dan Uni Eropa, tahun ini diprediksikan bakal menurun ketimbang tahun kemarin. Sebab, dalam kurun waktu yang tersisa 2 bulan. Nopember – Desember, sepertinya tidak tampak, ada unsur unsur yang bakal menimbulkan lonjakan permintaan minyak sawit asal Indonesia.
Secara kumulatif, pada tahun ini, produksi naik sekitar 425 ribu ton, dari 37, 722 juta ton menjadi 38,147 juta ton. Volume ekspor bertumbuh sekitar 600 ribu ton. Pada September kemarin, ekspor mencapai 25,679 juta ton. Sementara kurun yang sama tahun sebelumnya, sebanyak 24,079 juta ton.
Konsumsi domestik
Lantas pertumbuhan konsumi domestik, pada tahun ini ada indikasi mengalami kenaikan. Namun tidak terlampau tinggi, baik konsumsi untuk pangan, oleokimia maupun biodesel.
Secara komulatif, konsumsi minyak sawit domestik, mencapai 13, 729 juta ton hingga akhir September 2021. Tahun sebelumnya, dalam priode yang sama, sebanyak 12,922 juta ton. Dan meningkat tinggi hingga Desember yang mencapai 17,349 juta ton.
Ada indikasi, tahun ini, permintaan minyak goreng yang menjadi usur pendongkrak tingginya konsumsi minyak sawit di dalam negeri, bakal meningkat cukup signifikan. Natal dan tahun baru, diyakini bakal lebih ramai ketimbang tahun kemarin yang diselimuti pandemic covid. Tapi dalam bulan bulan terakhir pandemic covid mulai turun, dan diharapkan berlanjut sampai akhir tahun, bahkan seterusnya.