KKP Rumuskan Reformasi Kelautan Perikanan Secara Matang

Indonesia telah menunjukkan semangat nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan dalam tiga tahun terakhir. Foto : KKP News
Indonesia telah menunjukkan semangat nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan dalam tiga tahun terakhir. Foto : KKP News

TROPIS.CO, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan telah merumuskan reformasi sektor kelautan dan perikanan nasional secara matang dengan mengedepankan tiga pilar yaitu kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan.

“KKP pun merumuskan secara matang dan komprehensif kebijakan reformasi total sektor perikanan termasuk target-target pencapaiannya,” kata Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Senin (24/9/2018).

Menurutnya, guna mewujudkan misi kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan maka penangkapan ikan secara ilegal dan bentuk aktivitas penangkapan ikan yang merusak harus diberantas.

Sebagai langkah awal, KKP telah menerbitkan Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2014 tentang moratorium izin untuk kapal eks asing.

Kapal eks asing merupakan kapal yang awalnya dimiliki asing atau kapal yang diimpor dari negara lain yang kemudian benderanya diganti dengan bendera Indonesia.

“Kebijakan moratorium ini sebagai pintu masuk pemerintah untuk melakukan analisis dan evaluasi atau anev terhadap 1.605 kapal eks asing.”

“Hasil anev menunjukkan seluruh kapal eks-asing yang beroperasi di Indonesia terbukti melakukan ilegal fishing mulai dari penggandaan izin, menggunakan alat tangkap trawl, tidak membayar pajak, hingga perbudakan dan penyelundupan,” ungkap Sjarief.

Dalam paparannya, dia menyampaikan bahwa dalam tiga tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan semangat nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

Ia mencontohkan, selama tiga tahun terakhir telah berubah dari dominasi kapal asing menjadi kekuatan kapal domestik, dan dari pembangunan yang terkonsentrasi di Jawa menjadi lebih merata.

Selain itu, KKP kini juga memprioritaskan pembangunan pulau terluar serta telah mengeluarkan kebijakan yang tegas untuk membantu kalangan nelayan tradisional dan UMKM di berbagai daerah.

Sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengusulkan perlunya memperkuat langkah deregulasi kebijakan dalam rangka meningkatkan ekspor komoditas sektor kelautan dan perikanan.

“Jika pemerintah melakukan deregulasi, nilai ekspor perikanan bisa kembali masuk dalam daftar 10 penyumbang devisa terbesar di Indonesia, dengan nilai sebesar US$5,8 miiar, menduduki peringkat kesembilan,” kata Rokhmin Dahuri.

Rokhmin memaparkan, pada saat ini ekspor kelapa sawit dan produk oleochemical adalah penghasil devisa terbesar.

Kemudian penghasil devisa terbesar lainnya adalah pariwisata, tekstil dan garmen, migas, serta batubara.

Ia mengingatkan bahwa pada tahun 2014 ekspor produk perikanan Indonesia berada pada peringkat keenam dari 10 besar penghasil devisa.

“Namun, sejak tahun 2015 hingga 2018 ekspor perikanan tidak masuk lagi pada 10 besar komoditas penghasil devisa Indonesia, ” pungkas Rokhmin. (*)