Penggunaan Biodiesel Menghemat Pengeluaran Negara Rp88,1 Triliun Per Tahun

Dengan penerapan B-20 itu, maka produksi di dalam negeri dipastikan akan melonjak dan peluang ekspor juga semakin tinggi. Foto : Jos/tropis.co
Dengan penerapan B-20 itu, maka produksi di dalam negeri dipastikan akan melonjak dan peluang ekspor juga semakin tinggi. Foto : Jos/tropis.co

TROPIS.CO, KUTA – Bank Indonesia menyebutkan kebijakan menggunakan 20 persen biodiesel untuk bahan bakar solar akan menurunkan volume impor minyak yang diperkirakan menghemat nilai impor hingga sekitar US$6 miliar atau sekitar Rp88,1 triliun per tahun sehingga dapat menekan defisit transaksi berjalan.

“Mulai 1 September ini akan diberlakukan sehingga penggunaan biodiesel semakin banyak dan karenanya bisa menurunkan impor minyak,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di sela-sela Konferensi Internasional Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan di Kuta, Bali, Kamis (30/8/2018).

Perry melakukan kalkulasi apabila diberlakukan mulai September hingga Desember tahun ini diperkirkan dapat menurunkan impor minyak sekitar US$2,2 miliar selama empat bulan.

Menurutnya, di tahun mendatang, dengan penerapan 20 persen biodiesel atau B-20 yang diolah dari kelapa sawit maka akan menurunkan nilai impor minyak hingga lebih dari US$6 miliar atau kira-kira Rp88,1 triliun.

Apalagi Indonesia merupakan salah satu pemasok kelapa sawit dunia, dengan penerapan B-20 itu, maka produksi di dalam negeri dipastikan akan melonjak dan peluang ekspor juga semakin tinggi.

Perry menuturkan potensi yang diraup dari kenaikan ekspor kelapa sawit diperkirakan mencapai sekitar Rp4 hingga Rp5 miliar.

“Sekitar US$10 miliar bisa didapatkan dari penerapan biodiesel itu. Defisit transaksi berjalan bisa lebih baik, ketahanan ekonomi juga bisa lebih kuat,” katanya.

Upaya menekan impor salah satunya dari komponen BBM merupakan kebijakan yang saat ini dilakukan melalui sinergi dengan pemerintah, BI dan instansi lainnya.

Langkah tersebut dilakukan untuk menjaga defisit neraca transaksi berjalan tetap terkendai dan tidak melampaui tiga persen.

“Saat ini tidak masalah karena tidak melebihi tiga persen dari PDB tetapi karena zaman lagi gonjang-ganjing lebih baik kami antisipasi,” pungkas Perry. (*)