Kehati Expo 2019, Bukti Nyata Aksi Indonesia Melindungi Keanekaragaman Hayati

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi memaparkan pendapatnya mengenai Kehati Expo 2019 kepada awak media. Foto : KLHK
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi memaparkan pendapatnya mengenai Kehati Expo 2019 kepada awak media. Foto : KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang membentang seluas 2 juta kilometer, dan Indonesia menjadi salah satu negara kepulauan terbesar di dunia.

Sejumlah ekosistem unik dengan keragaman spesies yang melimpah, lebih dari 25.000 jenis tumbuhan berbunga tumbuh tersebar di seluruh Nusantara atau menyumbang 10 persen dari spesies tumbuhan berbunga dunia, 12 persen hewan mamalia (500 jenis), 16 persen reptil (600 jenis), 17 persen burung (1.500 jenis), enam persen amfibi (270 jenis), dan lebih dari 45 persen ikan (2.500 jenis).

Memberikan peran yang cukup penting bagi dunia, Indonesia mengambil aksi nyata dalam rangka melindungi keanekaragaman hayati yang dimiliki.

Lebih dari 550 unit pengelolaan kawasan konservasi di seantero negeri, dengan total area mencakup 27,4 juta hektare, terdiri dari 22,1 juta hektare kawasan konservasi terestrial dan 5,7 juta hektare kawasan konservasi laut.

Karena keunikan dan manfaat universalnya, maka telah ditetapkan enam kawasan konservasi sebagai Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites), 16 sebagai Cagar Biosfer (Biosphere Reserves), tujuh sebagai Situs Ramsar (Ramsar Sites), dan tujuh sebagai Situs Warisan ASEAN (ASEAN Heritage Sites).

“Untuk terus menerus mengingatkan diri kita agar selalu menjaga kelestarian fungsi lingkungan, maka telah ditetapkan satu hari dalam setahun sebagai hari yang menggugah kesadaran dan kecintaan kita semua pada puspa tanaman dan satwa alam Indonesia.”

“Pada tahun 1993 Presiden RI menetapkan tanggal 5 November sebagai Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN),” tutur Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam kata sambutannya yang dibacakan Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi ketika membuka Keanekaragaman Hayati (Kehati) Nusantara Expo 2019 di Jakarta, Sabtu (9/11/2019).

Presiden RI Joko Widodo telah menetapkan satwa darat Komodo sebagai Satwa Nasional, satwa tirta Ikan siluk Merah sebagai Satwa Pesona dan Satwa dirgantara Elang Jawa sebagai satwa langka.

Penetapan itu melengkapi penentuan Melati sebagai Puspa Bangsa, Anggrek Bulan sebagai Puspa Pesona dan Padma Raksasa sebagai Puspa Langka.

“Tanah Air kita yang beriklim tropis kaya dengan berbagai tumbuh-tumbuhan dan satwa alam. Indonesia adalah Negara yang memiliki keanekaan jenis mamalia terkaya di dunia.”

“Begitu pula dalam keanekaragaman jenis pohon palem dan jenis kupu-kupu, karena itu sudah selayaknya kita melestarikan tumbuhan dan satwa kita dengan penuh tanggung jawab,” ujar Djati.

Memperingati HCPSN tahun 2019 yang mengangkat tema “Membangun Generasi Milenial Cinta Puspa dan Satwa Nasional untuk Indonesia Unggul”, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelenggarakan Keanekaragaman Hayati Nusantara Expo 2019.

Tentu ini merupakan momentum yang tepat untuk membangun kesadaran dan membentuk kecintaan masyarakat Indonesia pada puspa dan satwa Indonesia.

Dengan terus mengkampanyekan kepada masyarakat, diharapkan masyarakat khususnya generasi muda untuk dapat ikut serta, berperan secara aktif dan positif dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.

Telah terpilih sebagai Ikon Puspa Nasional Tahun 2019 adalah Saninten (Castanopsis argentea) dan sebagai Ikon Satwa Nasional yaitu Burung Isap Madu Rote (Myzomela irianawidodoae).

Menurut Djati, penetapan Ikon Puspa dan Satwa ini untuk memperkenalkan serta mengajak kepada seluruh masyarakat untuk menjaga dan melestarikan keanekaragaman hayati sebagai aset yang harus dijaga bersama dari kepunahan di habitat aslinya di alam Indonesia.

“Sebagai contoh, burung isap madu yang menjadi ikon satwa nasional kita kali ini belum lama ditemukan oleh peneliti biologi LIPI.”

“Pada bulan Okober 2017 lalu tim peneliti mengumumkan temuan spesies baru ini dari Pulau Rote, Nusa Tengara Timur,”

Habitat burung kecil berukuran panjang tubuh 11,8 cm ini berada di hutan, semak-semak, kebun, dan pohon yang sedang berbuah dan ia juga menyukai serangga kecil seperti laba-laba.

Pemberian nama Ibu Negara atas burung ini sebagai wujud penghargaan kepada Ibu Iriana Joko Widodo, yang dinilai sangat memperhatikan kehidupan burung. Burung Iriana ini masuk dalam keluarga Meliphagidae di mana semua jenisnya merupakan burung dilindungi.

Ancaman burung ini cukup tinggi, karenanya para peneliti merekomendasikan agar IUCN (Badan Konservasi Dunia) agar memasukkannya dalam kategori rentan/vurnerable.

“Kita semua juga perlu mengerti masa-masa awal upaya konservasi dilakukan, kawasan konservasi pada umumnya dikelola dan dijaga dengan pola-pola yang justru cenderung berujung pada konflik kepentingan yang berkepanjangan dengan masyarakat tradisional di sekitarnya,” kata Menteri.

Oleh karena itu perubahan paradigma pengelolaan yang totally protected menjadi paradigma yang lebih scientific based serta pengembangan optimalisasi ecosistem services utilization di masa-masa selanjutnya memicu dan mengarahkan pengelolaan yang lebih bermanfaat, pengelolaan yang efektif, dan inklusif yang diterima dan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan.

“Dengan demikian maka tercipta keserasian dan keseimbangan kepentingan ekonomi, ekologi dan sosial, sebagaimana digambarkan dalam tiga pilar pembangunan berkelanjutan (sustainable development),” papar Djati.

Pameran Kehati Nusantara Expo 2019 akan diselenggarakan pada tanggal 8 November sampai dengan 8 Desember 2019 di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.

Kegiatan ini merupakan momentum yang sangat baik untuk memberikan pengetahuan dan penyebarluasan informasi terkait program kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam bidang konservasi keanekaragaman hayati.

Selain pameran, serangkaian kegiatan juga akan diselenggarakan diantaranya meliputi pementasan seni, lomba melukis dan mewarnai, lomba desain filateli/perangko, lomba fotografi dan lain sebagainya.

“Melalui Kehati Nusantara Expo ini, seluruh rangkaian kegiatan diarahkan untuk menjadi sarana edukasi kepada masyarakat khususnya generasi milenial untuk menjaga dan melindungi kekayaan alam Indonesia.”

“Masyarakat perlu memahami bahwa mencintai tumbuhan dan satwa tidak harus dengan cara memiliki, namun biarkan satwa liar hidup secara lestari di alam,” pungkas Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Djati Witjaksono Hadi. (*)