Dalam Dua Tahun Perjalanannya, Forest Program V Fasilitasi Penetapan Status HA Seluas 4.300 Hektar di Kalbar

Kabupaten Sikka, salah satu dari empat kabupaten yang menjadi lokasi pengembangan proyek berbantuan Jerman senilai 11,5 juta Euro yang berorientasi pada kelestarian hutan dan pengentasan kemiskinan.

TROPIS.CO, JAKARTA – Dalam erjalanannya dua tahun,  Forest Program V telah memfasilitasi penetapan status Hutan Adat Dayak Mayao dan Sami di Kalimantan Barat, seluas 4300 hektar, dan  peningkatan kapasitas 161  masyarakat di sekitar kawasan  hutan melalui berbagai pelatihan yang salah satunya terkait dengan  assessment konflik.

Direktur penyelesaian Konflik Tenurial dan Hutan Adat, sebagai  proyek  Execeuting Agency,  Moh  Said menjawab TROPIS belum lama ini, mengatakan, bahwa  Forest Program V merupakan  proyek kegiatan Kerjasama G to G antara Pemerintah   Indonesia  dan German.  Pelaksanaannya berdasarkan  Grant Agreement Kementerian Keuangan  dengan KfW, tertanggal  23 Desember 2019.

“Tujuan dari FP V adalah penerapan  hutan berkelanjutan secara sosial, ekolog, ekonomi di Kawasan Hutan  untuk memperbaiki kondisi ekosistem dan mata pencaharian masyarakat setempat,” katanya.

Dan proyek ini akan berlangsung selama  5  tahun,  2021-2016,  dengan pendanaan sebesar  11,5 juta Euro. Kegiatanya mencakup  4 kabupaten;  Sanggau Barat dan  Sanggau Timur, di Kalimantan Barat,  Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Garut, Jawa Barat dan  Madiun di Jawa Timur.

“Kegiatan mulai fasitrasi pra ijin, paska ijin dan harmonisasi kebijakan  Perhutanan Sosial Nasiona  ke tapak,”jelas Moh Said lagi.

Tingkat capaiannya hingga kini,  Forest Program V,   telah  memfasilitasi penetapan status Hutan Adat Dayak Mayao dan Sami di Kalimantan Barat selluas 4299 Ha. Kemudian  peningkatan kapasitas 161 masyarakat sekitar hutan yang tergabug dalam Kelompok Perhutanan  Sosial (KPS),  melalui pelatihan assesment konflik, pelatihan pendamping Perhutanan  Sosial, sepertu yang dilakukan di Sikka dan Sanggau,  dan juga pelatihan  peningkatan  kapasitas pemangku kepetingan di daerah.

Tak sebatas itu,  Forest Program V, sebagai pendukung pengembangan  Perhutanan  Sosial, juga telah membangun situation room di Kantor Pusat Satker itjen PSKL di Jakarta dan  di Balai  Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan Jawa  Bali, Nusa Tenggara – Jabalnusra.

Adapun, kegiatan yang telah dilaksanakan sebagai pra kondisi, sebagai kegiatan  lanjutan, jelas  Moh  Said, pemberian investment kepada kelompok penerima Persetujuan Perhutanan  Sosial,  dan training pengembangan usaha untuk kemandirian kelompok sehingga terjadi peningkatan ekonomi.

”Harapannya dengan kerjasama FP V akan terjadi peningkatan pendapatan KUPS  sebesar 15% dan hutan lestari,”tandas  Moh Said lagi.

Workshop ecology sosial management FP V di Sanggau

Kian Terampil

Moh  Said menambahkan,  bahwa output atau keluaran  sebagai indikator dari program ini, setidaknya ada 500 orang yang terlibat dalam program perhutanan sosialnya, unsur pemerintah pusat, pemerintah  daerah dan juga masyarakat, kapasitasnya meningkat. Melalui berbagai pelatihan hingga keterampilannya meningkat. Dan ini  akan dilakukan melalui penguatan sistem navigasi dan  informasi  perhutanan sosial atau GOKUPS.

Kemudian, membuat program pelatihan dan peningkatan kesadarab tentang Perhutanan  Sosial bagi para pengambil keputusan.  Selain,   peningkatan kapasitas Perhutanan Sosial untuk pendamping  yang antara lain mencakup unsur;  aparat dinas atau instansi  sebagai garda depan terkait Perhutanan  Sosial. Dan juga melalui penguatan kapasitas asesor dan mediator konflik, serta pengembangan  dan implementasi pelatihan kerangka kerja pengelolaan  lingkungan dan  Sosial atau  KKPLLS dan kerangka kerja  perencanaan  masyarakat.

Kemudian,  masyarakat mampu menerapkan model kehutanan yang berkelanjutan secara finansial dan tahan iklim. Dan sebagai  indikatornya,  setidaknya  75 persen  Kelompok Perhutanan  Sosial dan Kelompok Usaha Perhutanan  Sosial, mampu menerapkan  pola produksi  atau pengelolaan kawasan  hutan yang tahan terhadap  iklim.  Berikutnya,  sekitar 66 persen,  KPS dan KUPS, dapat melaksanakan  rencana pengelolaan  kawasan huta sesuai  rencana yang disepakati.

Karenanya, model  pengelolaan melalui   penguatan kelompok perhutanan sosial, dan investasi  dalam perlindunga hutan,  reboisasi,  pengelolaan  hutan lestari, mata pencaharian dan pengembangan usaha kehutanan berbasiskan masyarakat. Selain juga melalui penguatan  asosiasi  KUPS.

Hal  lain yang menjadi outpit dari Forest Program V ini, kata  Moh Said, terjalin dan meningkatnya  harmonisasi kebijakan terkait perhutanan sosial. Dan ini ditandai dengan  pengalaman yang relevan dengan proyek dikompilasi dan dianalisis secara sistematis, setidaknya mencakup 10 pengalaman.

Adapun pendekatan yang akan dilakukan, agar terjadi peningkatan harmonisasi ini,  mendukung  integrasui perhutanan  sosial ke dalam  rencana  dan anggaran provinsi dan kabupaten.  Mengintegrasikan  perhutanan  sosial  ke dalam  kerangka perencanaan  desa, dan mendukung  pengembangan kebijakan  pemanenan kayu berkelanjutan dalam skema  perhutanan sosial terpilih.  Dan termasuk juga,  mendukung disementasi pembelajaran dan praktik terbaik perhutanan sosial.