Dalam Pengembangan Biomassa, Mantan Dirjen Harry Santoso Ajak Tony Blair, Mantan PM Inggris Bermitra dengan Kelompok Perhutanan Sosial

Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, melalui The Tony Blair Institut kini sedang menjajaki kemungkinan pengembangan biomassa sebagai sumber energi baru terbarukan. Oleh mantan Dirjen RHL, Dr Harry Santoso disarankan bermitra dengn Kelompok Perhutanan Sosial, sebagai penyedia sumberbahan baku. PM Tony Blair saat berada di Indonesia beberapa waktu lalu.

TROPIS.CO, JAKARTA – Mantan Dirjen Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang kini sebagai pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Dr. Harry Santoso, mengajak Tony Blair, mantan Perdana Menteri Inggris untuk sama sama  mengembangkan  potensi perhutanan sosial, sebagai  alternatif sumber bahan baku  biomassa dalam  pengembangan energi baru terbarukan.

Ajakan  Dr Harry Santoso disampaikan  kepada Tim  The  Tony Blair Institut for Global Change saat berdikusi terkait  peran vital swasta dalam memperkuat pasar pembangkit listrik terbarukan di Indonesia.  “Sebelumnya sudah sempat ketemu di KADIN, kemudian mereka minta diskusi diperdalam, jadi saya undang mereka ke kantor Yayasan Sarana Wana Jaya,”ungkap Harry kepada  Tropis, di Jakarta, Kamis (15/06).

Dikatakan Harry  Santoso, bahwa Pemerintah Indonesia kini tengah berupaya mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan  hutan dengan memberikan akses kelola terhadap potensi  hutan yang ada di sekitar pemukimannya, melalui pendekatan program perhutanan sosial.  Melalui program perhutanan  sosial ini, masyarakat yang tergabung dalam  kelompok perhutanan sosial, diberikan kesempatan untuk memanfaatkan dan mengelola potensi kawasan  hutan selama  35  tahun.  Bahkan, pemerintah menjanjikan, akan memperpanjang masa kelola itu, selama  35  tahun lagi, andai kawasan  hutan dikelola dengan baik sesuai aturan yang ditetapkan  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Mengutip  data yang disajikan  Ditjen  Perhutanan  Sosial Kemitraan Lingkungan, Harry  Santoso  mengatakan,  bahwa  Menteri Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, telah mengalokasikan  kawasan  huta seluas 12,7 juta hektar yang akan dibukakan akes kelolanya  untuk masyarakat di sekitar kawasan  hutan.  Hingga  Maret kemarin,  realisasi  persetujuan  sudah mencapai 5,3 juta hektar, dan dibukakan aksesnya untuk  sekitar  10 ribu kelompok perhutanan sosial.

“ Ribuan kelompok perhutanan sosial ini membutuhkan mitra kerja dan offtaker dalam mengelola dan memanfaatkan  potensi yang ada di dalam kawasan hutan yang mereka kelola,”ujar Harry  Santoso. Termasuk juga dalam pengembangan berbagai jenis kayu hutan yang bisa dikembangkan menjadi sumber energy biomassa.

“ Kepada  TBI pun saya tawarkan untuk bermitra dengan kelompok perhutanan sosial,”kata  Harry  Santoso.

Di  Jawa,  ada  kawasan hutan  dengan pengelolaan  khusus dikelola  Kementerian  Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, seluas 1,1 juta hektar. Dan areal seluas kini sebagian ada yang dialokasikan pengelolaannya melalui skema perhutanan sosial; seperti hutan kemasyarakatan, hutan desa,  hutan adat dan areal hutan rakyat.   Bahkan, sebagian  dari kawasan ini, kini sudah dikelola masyarakat dalam kelompok  perhutanan sosial untuk masa konsesi 35  tahun.

Kata  Harry  Santoso,  TBI berencana  menggali berbagai potensi sumber energy baru terbarukan, salah satunya  biomassa.  Karenanya,  untuk mengetahui lebih dalam  potensi itu;  kondisi pasar saat ini, besaran potensi energy yang ada,  system regulasi,  dan infrastruktur yang dapat menjadi katalis industri biomassa,  co-firing,  hingga  persoalan berakhirnya  pembangkit listrik batubara.

Terkait  biomassa dikatakan Harry Santoso, Indonesia memiliki potensi sumber bahan baku yang sangat besar. Hingga saat ini potensi  itu  belum dimanfaatkan dan dikelola optimal.  Untuk keperluan rumah tangga,  pembangkit energy dari biomassa, ada bahan bakar nabati  cair, yang bersumber dari kelapa sawit, nyamplung, jarak pagar, mikro algae, kemiri sunan. Dan berbagai tanaman ini, dapat dikembangkan sebagai sumber bahan baku bio-desel.

Begitupun untuk Bio-ethanol, ada  tebu, aren, singkong, sorghum, sagu, kelapa, ubi jalar.  Bio-oil, seperti  bio-kerosin, sebagai pengganti minyak tanah.  Atau minyak  bakar, pengganti  minyak diesel industri melalui proses pirolisis dan pure plant oil. -Bio-avtur : pengganti bahan bakar pesawat terbang.

Ada pula Bahan Bakar Nabati padat yang lazim digunakan untuk kayu bakar. Dan  Harry  Santoso menyebut,  sebagian jenis kayu  yang sudah umum digunakan – yang antara lain;  akasia, bungur, lamtoro, sengon, jabon, kaliandra, johar, bambu, turi, cemara laut, bakau . Sementara jenis kayu yang bisa dikembangkan menjadi arang kayu,  ada  kaliandra, turi, mengkirai, eukaliptus, bakau, sonokeling.

“Masih banyak lagi potensi lainnya,  termasuk juga  kotoran ternak sapi yang bisa dicampur dengan jerami Limbah pertanian seperti batang pohon singkong, daun singkong kering, dan onggok  untuk membuat biogas,”jelas  Harry   Santoso.

Sedangkan energy baru terbarukan  untuk keperluan industri,  dijelaskan  Harry  Santoso, bahwa ada  hutan energy berbasis biomassa dengan mengkonversi  biomassa menjadi energy panas dan listrik.  Di bagian hulu, sangat banyak jenis tanaman yang potensial, dan bagi industri berskala menengah dan besar, agar ada kepastian kontinyunitas  sumber bahan baku, Harry memang  menyarankanm, sebaiknya  bermitra dengan  kelompok perhutanan sosial yang sudah mendapat persetujuan akses kelola kawasan  hutan, baik di Jawa maupun di luar Jawa.