Perhutanan Sosial Menuju Hutan Lestari

Secara esensial Perhutanan Sosial merupakan program yang sarat dengan nilai-nilai kemuliaan dan keberkahan. Perhutanan Sosial, bila digarap dengan penuh tanggungjawab, tentu akan melahirkan kehidupan masyarakat, khusus nya yang berada di sekitar desa hutan yang lebih sejahtera. Mereka pasti akan terbebas dari kemiskinan yang menjerat nya. Mereka akan mampu mengawal hutan untuk tetap lestari. Lebih jauh dari itu, mereka pun bakal mampu tampil sebagai penikmat pembangunan.

TROPIS.CO, JAKARTA – Tanggal 28 Desember 2021 lalu, telah dilaksanakan “bincang-buncang” yang secara khusus membahas Pemberdayaan Masyarakat dalam kerangka Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atau dalam bahasa Inggrisnya Sustainable Forest Management (SFM). Seperti yang disampaikan Panitia Penyelenggara, DIskusi dikemas dalam bentuk FGD, dengan peserta dari unit kerja terkait PHL dan Pemberdayaan Masyarakat.

Inisiatif ini muncul karena beberapa pertanyaan di benak berbagai pihak, atas menggebunya KemenLHK cq Ditjen PSKL mengembangkan Perhutanan Sosial. Forest Investment Program Indonesia yang diimplementasikan melalui proyek FIP-1 dan FIP-2 memfasilitasi KemenLHK dalam mengakselerasi operasionalisasi KPH dan Pemberdayaan masyarakat. Tulisan ini mencoba akan mengulas secara singkat terkait Pengelolaan Hutan Lestari, sebagai bahan masukan dalam FGD tersebut.

Hutan adalah anugrah kehidupan yang pantas kita jaga kelestarian nya. Hutan tidak bokeh digunduli atau dirusak hanya untuk kepentingan sesaat. Hutan tidak untuk dikuasai demi kepentingan perorangan atau kelompok, namun hutan harus tetap menjadi milik bersama demi kemaslahatan seluruh warga bangsa.

Spirit memelihara dan menjaga kelestarian hutan, kini telah menjadi perhatian warga dynia. Semua anak bangsa di dunia ini sepakat, hutan adalah unvestasi kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh generasi mendatang. Itu sebab nya, menjadi tugas dan tanggungjawab generasi masa kini untuk tidak mewariskan beban sejarah bagi generasi penerus kehidupan.

Dari seabreg ihtiar yang dilakukan, kebijakan dan program “Pengelolaan Hutan Lestari”, dinilai sebagai upaya nyata guna menata hutan agar tetap pada fungsi yang seharus nya. Hutan memang tidak diharamian untuk dikelola, selama pengelolaan nya tetap berbasis pada semangat membangun harmoni antara kepentingan ekonomi, kepentingan sosial dan kepentingan ekologi.

Keseimbangan tiga faktor diatas itulah yang harus menjadi titik kuat dalam tata kelola pembangunan kehutanan. Tarik menarik kepentingan harus tetap terkendalikan dengan baik. Tidak boleh kepentingan ekonomi meninggaljan kepentingan sosial dan kepentungan ekologi. Begitu juga sebalik nya. Semua harus tetap berada dalam spirit nya masing-masing.

Sebagaimana yang kita pahami, Pengelolaan Hutan Lestari (sustained forest management) adalah bentuk pengelolaan hutan yang memiliki sifat hasil yang lestari yang ditunjukkan oleh pertama, terjaminnya keberlangsungan fungsi produksi sumber daya hutan berupa kayu dan bukan kayu, kedua terjaminnya keberlangsungan fungsi ekologis hutan dan ketiga, terjaminnya kehidupan sosial yang humanis.

Yang penting kita cermati, di balik upaya mewujudkan pengelolaan hutan lestari terdapat proses-proses partisipasi, kolaborasi, dan konflik. Proses tersebut menjadi tanda sekaligus fokus intervensi kebijakan pengelolaan hutan yang diperlukan, yang biasanya justru diabaikan oleh sebagian pemangku kepentingan.

Konsep pengelolaan hutan lestari ini dimaksudkan melestarikan hasil produksi, panen yang berkelanjutan yang dilakukan sesuai dengan nilai lingkungan hidup dan kelestarian sumber daya alam dan hutan yang dapat menjamin keberlanjutan sumber penghidupan di dalam masyarakat.

Ada beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan hutan lestari. Pertama yang berkaitan dengan aspek kepastian dan keamanan sumber daya hutan, kedua aspek kesinambungan produksi, ketiga, aspek konservasi flora fauna dan keanekaragaman hayati serta fungsi hutan, keempat aspek manfaat ekonomi, kelima aspek kelembagaan, dan keenam meningkatkan kesadaran dalam melaksanakan Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL).

Seiring dengan keinginan Pemerintah untuk mengembangkan Program Perhutanan Sosial yang salah satu semangat nya mewujudkan Pengelolaan Hutan Lestari, tentu nya kesiapan masyarakat yang akan menerima manfaat dari kebijakan ini, mestilah dibangun kesadaran nya agar mereka pun mampu memahami dengan benar apa sesungguh nya yang dimaknai dengan Pengelilaan Hutan Lestari ini.

Pencermatan ini penting ditempuh, karena sejalan dengan Program Perhutanan Sosial selama ini, ternyata yang dimaksud dengan Hutan Lestari belumlah tampak tergarap dengan optimal. Pelaksana program sendiri terlihat sibuk mengurus aspek legal lahan yang bakal diberikan kepada masyarakat, ketimbang mewujudkan apa yang menjadi tujuan dikembangkan nya Program Perhutanan Sosial. Orang-orang pun lalu mempertanyakan Program Perhutanan Sosial mana yang bisa disebut telah menerapkan kaedah Hutan Lestari ?

Kalau saja sedari awal Program Perhutanan Sosial mampu kita rencanakan secara sungguh-sungguh, boleh jadi yang nama nya Pengelolaan Hutan Lestari akan dapat kita petakan dengan baik. Sayang, kita tidak pernah berani melahirkan Grand Desain Perhutanan Sosial 25 Tahun ke Depan secara utuh, holistik dan komprehensif. Akibat nya lumrah bila dalam perjalanan nya sekarang ini, perencanaan Perhutanan Sosial seperti “tambal sulam”. Tidak terpolakan secara sistemik.

Setalah sekian tahun Program ini berjalan, para pengambil kebijakan baru pahan, Perhutanan Sosial adalah bersifat multi-sektor. Resiko nya, dalam pengelolaan nya harus dikeroyok rame-rame oleh seluruh sektor yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan Perhutanan Sosial. Arti nya, kita tidak boleh lagi berpikir Perhutanan Sosial hanya “milik” Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, namun perlu dikelola oleh banyak Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Untung sekarang ini, kesadaran baru terkait Program Perhutanan Sosial ini mulai tampak dan menjadi perhatian serius para penentu kebijakan. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bapenas, kini mulai inten melakukan pembahasan yang lebih konkrit terhadap desain perencanaan Perhutanan Sosial. Kementerian Dalam Negeri juga tampak terlibat lebih aktif dalam menggerakan Pemerintah Daerah, guna memberi dukungan penuh terhadap pengemvangan Program Perhutanan Sosial.

“Colaborative Governance” menjadi kata kunci untuk menampilkan Pemerintah sebagai “prime mover” pembangunan Perhutanan Sosial. Dengan dukungan para pemangku kepentingan (Pentahelix), kita berharap agar program yang ujung nya mengunginkan terjadi nya pengelolaan hutan lestari sekaligus tercipta nya kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik, betul-betul dapat kita buktikan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara esensial Perhutanan Sosial merupakan program yang sarat dengan nilai-nilai kemuliaan dan keberkahan. Perhutanan Sosial, bila digarap dengan penuh tanggungjawab, tentu akan melahirkan kehidupan masyarakat, khusus nya yang berada di sekitar desa hutan yang lebih sejahtera. Mereka pasti akan terbebas dari kemiskinan yang menjerat nya. Mereka akan mampu mengawal hutan untuk tetap lestari. Lebih jauh dari itu, mereka pun bakal mampu tampil sebagai penikmat pembangunan.

Entang Sastraatmadja 

Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat