Ruandha Agung Ajak Masyarakat Kalbar Berkontribusi dalam Pengendalian Perubahan Iklim

TROPIS.CO, PONTIANAK – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus menyebarluaskan strategi pengendalikan iklim melsalui pendekatan Indonesia’s Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 di berbagai daerah.

Setelah sebelumnya di Aceh, Medan dan Padang, serta Kaltara, Kaltim, Makasar dan beberapa daerah lainnya, Senin, (1/8) kegiatan itu dilaksanakan di Pontianak, Kalimantan Barat.

Bertempat di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalimantan Barat, di Pontianak, Plt. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Ruandha Agung Sugardiman menegaskan pencapaian Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, dapat diwujudkan optimal bila ada partisipasi masyarakat di semua lapisan.

Keterlibatan langsung masyarakat merupakan bagian dari kontribusi pengendalian perubahan iklim Indonesia kepada dunia.

“Sebagaimana komitmen Bapak Presiden yang telah disampaikan kepada dunia, Indonesia’s FOLU Net Sink menargetkan tingkat serapan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 akan seimbang atau bahkan lebih tinggi dari tingkat emisi.

Sektor kehutanan menyumbang porsi terbesar di dalam target penurunan emisi gas rumah kaca dengan kontribusi sekitar 60% dalam pemenuhan target netral karbon atau net-zero emission,” ungkap Ruandha.

Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 terdiri atas Rencana Operasional sebagai tindak lanjut Perpres 98 Tahun 2021 terkait penyelenggaraan nilai ekonomi karbon serta Kepmen 168 Tahun 2022 tentang Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 untuk pengendalian perubahan iklim.

Kementerian LHK juga telah menyusun Rencana Strategis dan Rencana Kerja sebagai dasar pelaksanaan di tingkat regional dan daerah. Adapun target penyerapan emisi GRK yang ingin dicapai pada tahun 2030 adalah sebesar -140 juta ton CO2e.

Untuk menjalankan hal tersebut, Ruandha menjabarkan tiga aksi utama di dalam pelaksanaan Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Ketiga aksi utama tersebut adalah pengurangan emisi, pertahankan serapan, serta peningkatan serapan karbon.

“Hutan menjadi kunci penting untuk keberhasilan Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara berkelanjutan mampu mencegah terjadinya deforestasi serta pelepasan emisi ke atmosfir. Selain itu hutan juga menjadi tempat bagi keanekaragaman hayati yang penting bagi masa depan serta menopang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia. Untuk itu pelestarian hutan kita tingkatkan dan berbagai penambahan tutupan lahan terus kita lakukan bersama masyarakat dalam rangka membangun hutan tropis basah di Indonesia,” tegas Ruandha.

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengungkapkan bahwa Provinsi Kalimantan Barat memiliki potensi besar untuk menyukseskan agenda nasional tersebut. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 733 Tahun 2014, Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas kawasan hutan mencapai 8.389.600 hektar atau sekitar 57,14% dari total luas wilayah Kalimantan Barat.

Provinsi ini juga memiliki luas kawasan gambut mencapai 2.793.331 hektar berdasarkan SK Menteri LHK Nomor 130 Tahun 2017. Kawasan gambut tersebut terbagi menjadi indikatif fungsi budidaya gambut dan indikatif fungsi lindung gambut di 699 desa.

Selain itu, Provinsi Kalimantan Barat juga mempunyai kawasan mangrove mencapai 161.557,19 hektar berdasarkan Peta Mangrove Nasional yang tersebar di Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Kayong Utara, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Kubu Raya, Kabupaten Mempawah, Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang.

“Potensi sumber daya alam yang luar biasa ini sudah seharusnya bagi Provinsi Kalimantan Barat untuk menjaga hutan hujan tropis alaminya yang memiliki berbagai peran penting. Oleh karena itu kami berupaya secara optimal melalui perwujudan pengelolaan lingkungan hidup dan pembangunan kehutanan yang berkelanjutan dan berkeadilan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Sutarmidji.

Menanggapi potensi besar yang dikemukakan Sutarmadji tersebut, Ruandha turut mengakui potensi hutan mangrove. Menurutnya hutan mangrove mempunyai kemampuan 4-5 kali lebih besar di dalam penyerapan karbon dibanding hutan mineral.

“Oleh karena itu, Kementerian LHK mengharapkan peran aktif pemerintah daerah, akademisi, alumni, mitra KLHK, LSM, media, serta masyarakat umum untuk mensinergikan dan mengimplementasikan aksi mitigasi pengendalian perubahan iklim melalui potensi yang ada di daerah dengan mengacu pada target penurunan emisi gas rumah kaca nasional,” tutup Ruandha.

Sosialisasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Sub Nasional dilaksanakan untuk mendorong seluruh pemerintah daerah dapat menyusun Rencana Kerja secara mendetail. Sosialisasi di tingkat sub nasional dilakukan KLHK kepada 10 provinsi yaitu Aceh, Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur. Diharapkan semua proses sosialisasi dan penyusunan rencana kerja sub nasional terkait Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 dapat terselesaikan pada tahun ini.