Kementerian LHK Bangun Pengolahan Limbah Medis di Bangka Selatan.

Sinta Saptarina, kini Direktur Pengurangan sampah Ditjen PSLB3, bersama Wagub Bangka Belitung, Abdul Fatah, ketika meninjau industri pengolahan limbah medis di Sadai, Bangka Selatan. Industri ini dibangun dengan investasi sekitar Rp 7 miliar, dan 27 Desember kemarin, sudah diserah terimakah kepda Pemda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

TROPIS.CO, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membangun sejumlah industri  pengolahan limbah medis berupa insinerator, tipe rotary kiln di beberapa daerah, termasuk di Provinsi Bangka Belitung.

Di Bangka Belitung,  pembangunannya dilengkapi dengan rumah pelindung dan kantor, dan  bantuan 1 unit kendaraan roda tiga dilengkapi dengan boks tertutup. Selain sejumlah  sarana pendukung lainnya.

Pembangunan ini dimaksudkan untuk  pengolahan limbah  medis dari fasilitas pelayanan  kesehatan – Fasyankes,  yang merupakan  timbuhan limbah B3 infeksisus selama pandemi COVID-19.Diharapkan fasilitas ini dapat segera beroperasi dengan baik dan mampu memberi kontribusi bagi pengolahan limbah medis di Kepulauan Bangka Belitung.

“ Kementerian LHK sudah membangun alat  pengolahan limbah disejumlah daerah, termasuk di Makasar dan Bangka Belitung,”kata Sinta Saptarina Soeminarno.

Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah  Non B3, Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian LHK itu, kepada  TROPIS di Jakarta, Rabu (29/12), mengatakan, bahwa pembangunan  alat pengelolaan limbah medis berupa  insinerator tipe rotary kiln, berlokasi di Sadai, Kabupaten Bangka Selatan, berkapasitas  limbah medis, 200 kg perjam dengan investasi sekitar Rp 7 miliar.

Sinta Saptarina bersama Wagub Abdul Fatah, Kepala Dinas LHK, Marwan, Dirut BUMD Prof. Udin,  usai penyerahan industri pengolahan limbah medis pandemi COVID 19, di Sadai Bangka Selatan, 27 Desember kemarin.

“ Serah terima fasilitas pengolahan  limbah B3 ini sudah dilakukan, 27 Desember kemarin, langsung diterima Wakil Gubernur Bangka Belitung, Abdul fatah,”lanjut Sinta Saptarina – yang Rabu  kemarin  (29/12), dilantik Menteri LHK  Siti Nurbaya, sebagai Direktur Pengurangan Sampah, Ditjen Pengelolaan  Sampah, Limbah dan B3.

Kata Sinta, berdasarkan pendekatan jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia sebanyak 2.877 unit, terbagi atas kelas A, B, C, D dan Non kelas, di seluruh Indonesa,  dengan asumsi BOR , Bed Occupacy Rate sebesar 80%, maka selama pandemic,  diperkirakan telah terjadi peningkatan jumlah timbulan limbah sebesar 30%. Nah,  khusus Bangka Belitung, jumlah timbulan limbah medis, selama  pandemic,  diperkirakan 2,19 ton/hari.

Sementera, aplikasi limbah Medis Covid 19 (LIMEDCOV) KLHK per 30 November 2021, lanjut Sinta,   timbulan Limbah Medis Covid-19 di Kep Bangka Belitung sebanyak 98,097 ton berasal dari 62 rumah sakit dan 170 puskesmas yang tersebar di 6 kabupaten dan satu kota.

Nah, bila merujuk pada pasal 59 Undang Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan dipertegas lagi dalam Peraturan Menteri LHK RI No. 6 /2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3, bahwa Pengelolaan Limbah B3 meliputi kegiatan pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3, maka  ditegaskan,  setiap penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

Terhadap Limbah benda tajam, limbah patologis, kasa atau perban bekas pakai yang dikategorikan limbah B3, lantaran memiliki karakteristik infeksius Limbah tersebut harus segera dikelola paling lambat 2 kali 24  jam pada suhu ruangan, demi  mencegah terjadinya paparan kepada manusia dan makhluk hidup lainnya.

“Karenanya untuk memutus rantai penularan dan meminimisasi pelanggaran dalam pengelolaan Limbah Medis diperlukan ketersediaan fasilitas pengelolaan yang dekat dan memudahkan pengelolaan Limbah B3 dari penghasilnya (Proximity),”kata Sinta lagi.

Persoalannya di Bangka Belitung, ungkap  Sinta Saptarina,  merujuk data hingga Agustus 2021, menunjukkan bahwa hanya terdapat 8  insinerator Rumah Sakit di Kepulauan Bangka Belitung yang dapat beroperasi atau difungsikan.  Ironisnya, dari 8  insinerator itu, ada yang belum berizin.  Lalu, ada 6 insinerator rusak. Sehingga, tidak ada satupun  insinerator yang berpotensi untuk dapat diajukan izin Pengolahan Limbah B3nya.

Dengan minimnya jumlah Rumah Sakit yang telah mendapatkan izin operasional Insinerator, sedangkan jumlah jasa pengolah limbah medis yang hingga kini ada sebanyak 21 unit, namun satupun tak ada di Bangka Belitung, maka sangat dikhawatirkan, timbulan limbah medis yang dihasilkan rumah sakit dan puskemas di Bangka Belitung ini, tidak terkelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara menyeluruh.

Lantaran alasan itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berinisiatif  membangun alat pengolahan limbah medis di Bangka Belitung. Dan saat penyerahan,  Sinta  Saptarina, berpesan kepada Wagub Babel, Abdul fatah, agar semua  fasilitas yang telah dibangun pemerintah pusat untuk kepentingan masyarakat, dimanfaatkan seoptimal mungkin, dijaga, dirawat dan kalau ada peluang untuk dikembangkan, maka dikembangkan.

Fasilitas pengolahan limbah B3 dibangun Ditjen PSLB3 di Desa Cindil, Kelapa Kampit, Belitung, kini telantar, tidak mendapat perhatian oleh Pemda Kabupaten Belitung Timur.

Sebelumnya,  Sinta  Saptarina, kepada TROPIS sempat menyampaika rasa kecewanya atas sikap Pemda Kabupaten Belitung Timur yang membiarkan fasilitas pemanfaatan limbah B3 untuk sumber energi  di Desa Cindil, Kelapa Kampit, Belitung  Timur, telantar dan kini kondisinya sangat memprihatinkan.  Fasilitas ini dibangun dengan sumber dana DIPA Ditjen PSLB3 tahun 2018, hampir senilai Rp 1,2 miliar.