Di Bulan Ramadan, Ada Indikasi Timbulan Sampah Meningkat

INDIKASI MENINGKAT - Memasuki pekan ketiga puasa, ada indikasi kuat timbulan sampah. Sinta Saptarina, Direktur Pengurangan Sampah, menyebut itu dalam diskusi pojok iklim, Selasa (5/4) kemarin.

TROPIS.CO, JAKARTA – Ada indikasi kuat selama dua pekan perjalanan puasa Romadan tahun ini,timbulan sampah di sejumlah  daerah meningkat signifikan, terutama sampah sisa makanan dan sisa kemasan.

Sinta Saptarina  mengajak, umat muslim untuk selalu berprilaku “minim sampah”.

Dalam  diskusi  Pojok Iklim, Selasa pekan pertama April ini, Sinta Saptarina, berharap bulan Ramadan tahun  ini, dapat dijadikan momentum dalam  upaya percepatan pengurangan dan penanganan sampah.

Momentum  Ramadan dinilai Direktur  Pengurangan Sampah, Ditjen  Pengelolaan Sampah Limbah dan B3, Kementerian LHK itu, tak hanya sebatas menebar kebaikan sesama umat, melainkan juga terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Artinya, menjaga bumi berikut isinya dari berbagai tindakan yang merusak .

Perlakuan sampah yang  tak bijak, dicontohkan Sinta Saptarina, seperti memanfaatkan  berbagai kemasan saat  mendapatkan takjil untuk berbuka puasa.

Tentu, kemasan bekas  takjil itu, bisa meningkatkan  timbulan sampah.

Dalam skala besar, bakal  berdampak terhadap lingkungan. Sehingga berpeluang  besar dalam mempercepat  kerusakan lingkungan.

Sungguh ini akan  menyebabkan kurang terkendalinya perubahan  iklim.  Sementara, Pemerintah berupaya menekan terjadinya pemanasan global melalui sejumlah kebijakan dan langkah  konkrit.

Salah satunya, mengurangi peningkatan  timbulan sampah di semua wilayah dan daerah di Indonesia.

Karenanya, menjadi suatu alasan memontum Romadhon ini, dijadikan suatu kesempatan oleh Sinta Saptarina untuk mengajak semua umat muslim Indonesia, untuk mengadopsi  gaya hidup ramah lingkungan sepanjang bulan puasa.

“Dengan semboyan “Ramadan minim sampah” kita berharap masyarakat berprilaku arif dan bijak, memberikan keteladanan melakukan perubahan kecil terkait sampah ini,” kata Sinta Saptarina.

PENJUALAN TAKJIL – Mesjid Sundah Kelapa di kawasan Jakarta Pusat, menjadi salah satu pusat penjualan takjil selama bulan puasa. Bila tak bijak pusat pusat penjualan takjil ini, menjadi produsen utama sampah nasional. (foto Ant)

Sejumlah langkah sederhana yang dapat dilakukan selama bulan Ramadan, disebut  Sinta, membawa wadah makanan guna ulang dan tas belanja sendiri saat membeli takjil.

Melakukan, pemilahan  sampah dari rumah guna mendorong ekonomi sirkular.

“Berbagai langkah sederhana ini dapat memberikan keteladanan bagi masyarakat lainnya untuk bersama-sama mengubah perilaku agar lebih ramah lingkungan,” lanjutnya.

Dikatakan Sinta,  ada indikasi  kuat, dalam masa setengah bulan perjalanan  Ramadan, timbulan sampah dibanyak  daerah  meningkat cukup signifikan.

Bahkan, tak kepalang  tanggung, dalam kisaran 15 hingga 20 persen, ketimbang bulan bulan sebelumnya.

Sinta  Saptarina  menyebut Surabaya, Jawa  Timur  dan Tangerang Selatan, Banten, sebagai  contoh.

Di Surabaya, tandasnya,  sampah yang masuk  ke Tempat Pembuangan  Akhir (TPA) Benowo, mencapai kisaran  1500 hingga 1600 ton  perhari.

Ini artinya, meningkat sekitar 20 persen atau 100 hingga 200 ton, ketimbang saat kondisi normal.

Begitupun di Tangerang Selatan, berdasarkan laporan  Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangsel, saat puasa memasuki pekan ketiga,  ada peningkatan  timbulan sampah, dalam kisaran  10 hingga 15 persen, dibanding hari biasa yang hanya dalam kisaran  950 hingga 970 ton perhari.

“Sebagian  besar timbulan sampah  berupa  sisa makanan dan sisa kemasan,”kata Sinta Saptarina.

Dia smenambahkan, secara nasional pun, sampah sisa makanan ini sangat mendominasi, mencapai  41 persen, baru kemudian  samoah plastic sekitar 18,2 persen.  Dan sisanya, sekitar 39 persen, berupa sampah rumah.

Bukan suatu yang berlebihan  bila kemudian  Sinta mengataka, andai  kondisi timbulan sampah ini, tidak bisa  terkelola dengan  baik, maka akan berdampak luas  terhadap lingkungan.  Kesehatan masyarakat mungkin akan memburuk, tingginya potensi pencemaran lingkungan, dan ini dapat dipastikan  bakal meningkatkan  emisi karbon dari sektor sampah.

Hayu Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (MUI), sangat sependapat dengan  Sinta.

Bahkan dia mengingatkan bahwa berbagai kerusakan di muka bumi yang telah  terjadi selama ini, kebanyakan lebih disebabkan oleh ulah manusia.

“Pendekatan gaya hidup reuse dan recycle sebagai bagian dari ekonomi sirkular mampu mencegah hal yang mubazir dan berlebih-lebihan, seperti menggunakan kembali plastik yang masih bisa dimanfaatkan. Termasuk juga mengompos sisa makanan menjadi pupuk organik,” ungkap Hayu.

“MUI sendiri, dalam perannya  mengurangi dan menangani timbulan sampah ini,” kata Hayu, saat dalam kesempatan yang sama, diskusi Pojok Iklim, telah menerbitkan berbagai buku khotbah yang dapat dijadikan media dakwah, sebagai  panduan mengelola lingkungan hidup menurut Islam.

Langkah lain yang  dimainkan MUI, mendorong Gerakan Sedekah Sampah Indonesia atau GRADASI berbasis Masjid.  “Dalam gerakan ini,  masjid difungsikan sebagai pusat pembelajaran dalam pengelolaan sampah berbasis umat,”ungkapnya.

Dengan demikian nantinya, melalui pemberdayaan masjid,  dengan  pengelolaan sampah yang baik dan benar, diharapkan mampu  memberikan nilai ekonomi yang signifikan.

Hingga kemudian dapat disalurkan menjadi santunan, dukungan pendidikan, asuransi, pembangunan masjid dan berbagai kegiatan ibadah lainnya yang bermanfaat.

Hening Parla, Koordinator Green Faith Indonesia dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana Aisyiyah sekaligus Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah turut menambahkan.

Inisiatif Green Ramadan yang dikembangkan organisasinya mendorong peran perempuan muslim akan pentingnya menjaga lingkungan secara berkelanjutan dimulai dari rumah.

“Perubahan-perubahan kecil di dalam pengelolaan sampah sejak dari sumbernya ini mampu menghadirkan manfaat secara lebih besar.”

“Kami memiliki program eco takjil dan terus mengingatkan agar semua pihak dapat berkontribusi di dalam mengurangi sampah makanan di bulan Ramadan.”

“Praktik menjaga bumi ini kami yakini menjadi bagian penting di dalam ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin,” kata Hening. (*)