Menko Luhut Minta Jaksa Agung Tindak Tegas Perusahaan Pencemar Citarum

Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, kompleksnya kondisi Citarum membuat Pemerintah melakukan perbaikan dengan melibatkan semua unsur terkait. Foto : TROPIS/Greg
Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, kompleksnya kondisi Citarum membuat Pemerintah melakukan perbaikan dengan melibatkan semua unsur terkait. Foto : TROPIS/Greg

TROPIS.CO, JAKARTA – Sejak terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, pemerintah tancap gas untuk melakukan perbaikan ekosistem dan penindakan hukum.

Hal ini dijelaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan kepada media dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Jumat (11/5/2018).

“Ini ngga bisa main-main, saya sudah telpon Ibu Siti (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) karena kita harus betul-betul melakukan kerjasama yang ketat karena taruhannya adalah generasi yang akan datang,” tutur Menko.

Menurutnya, dari laporan tim Satgas Citarum diketahui bahwa kondisi hulu hingga hilir Sungai Citarum telah tercemar logam berat dan bakteri berbahaya.

“Padahal ada 27 juta masyarakat yang hidup di bantaran Sungai Citarum. Dan itu hampir pasti tercemar limbah berat dari sana,” ujar dia dengan mimik serius.

Dia menuturkan bahwa anggaran BPJS dari pusat yang tersedot untuk biaya pengobatan masyarakat di sepanjang sungai Citarum telah mencapai Rp1,2 triliun.

Tentang hasil kajian pencemaran di Sungai Citarum, Mantan Pangdam III Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo yang mendampingi Menko Luhut membenarkan pernyataan tersebut.

“Bulan November tahun 2017, Kesdam III Siliwangi melakukan penelitian atas permintaan Menko untuk meneliti seluruh mata air.”

“Mulai dari Situ Cisanti sampai Muara Gembong, seluruh sungai termasuk Situ Cisanti sudah ada berbagai macam logam berat hingga bakteri. Yang membahayakan adalah bakteri Pseudomonas Aerogonosa,” ungkap perwira TNI yang kini menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sesjen) Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) itu.

Parahnya, menurut Doni, limbah itu diduga berasal dari limbah medis yang dibuang. Keberadaan bakteri-bakteri itu ternyata tidak hanya ditemukan di Sungai Citarum, namun dapat ditemukan juga di Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung.

Selain melakukan perbaikan ekosistem, Menko Maritim Luhut Pandjaitan menegaskan bahwa pemerintah akan menindak perusahaan yang masih membuang limbahnya ke sungai.

“Tadi saya sudah telpon Jaksa Agung, bahwa kami akan menangani dengan serius, dan Pak Prasetyo (Jaksa Agung) mengatakan kita akan bikin tindakan yang tegas karena kalau dibiarkan terus korbannya makin banyak,” tutur Menko Luhut.

Menko menambahkan bahwa tahun ini Polda Jawa Barat sedang menangani 75 kasus. Dari jumlah tersebut, 1 kasus statusnya sudah P21.

“Kita masih kasih waktu mereka 3 bulan, tapi dari sekarang tetap masih kami periksa, kalau masih ada yang buang kita tindak,” katanya.

“Guna memperbaiki kondisi lingkungan pemerintah meminta perusahaan untuk membangun Instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Ada Ipal komunal ada Ipal sendiri, mereka bisa membebankan pembuatannya itu pada biaya produksinya jadi tidak mesti buang ke sungai. Karena kita tahu bahayanya, jadi kita tidak akan main-main dengan itu,” tegas Menko.

Kompleksnya kondisi Citarum, pemerintah melakukan perbaikan dengan melibatkan semua unsur terkait.

“Semua kami lakukan secara terintegrasi. Tidak ada kementerian yang tidak terlibat. Ada 18 kementerian yang terlibat sesuai bidangnya masing-masing,” tutur mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Singapura itu.

Diapun menyebutkan bahwa TNI dan Polri pun memiliki peran besar untuk melakukan pembersihan dan sosialisasi ke warga di sepanjang Sungai Citarum.

“Saya mohon wartawan juga membantu untuk menggaungkan ini di seluruh Indonesia. Tolong, mohon maaf, berita politik disingkirkan terlebih dahulu karena ini serious matter yang harus segera kita tangani, dan ngga bisa berhenti,” pintanya.

Dalam kesempatan yang sama, Menristekdikti Mohamad Nasir juga menceritakan keterlibatan akademisi untuk melakukan konservasi ekosistem.

“Upaya itu antara lain melalui KKN Tematik dan program riset lingkungan. Ada 12 Universitas yang terlibat, dalam waktu setahun harus ada program KKN yang berkesinambungan,” jelas Nasir. (*)