Begini Langkah Mitigasi dari Bencana Hidrometeorologi

Di Sumatera Barat, gempa bumi yang terjadi akhir Februari lalu semakin diperburuk oleh bencana banjir dan tanah longsor akibat curah hujan tinggi. Foto: Kementerian PUPR
Di Sumatera Barat, gempa bumi yang terjadi akhir Februari lalu semakin diperburuk oleh bencana banjir dan tanah longsor akibat curah hujan tinggi. Foto: Kementerian PUPR

TROPIS.CO, JAKARTA – Sejumlah bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor terjadi di beberapa wilayah Indonesia, sepanjang musim hujan mulai Desember 2021 hingga awal Maret 2022.

Bencana banjir dan longsor pada periode tersebut antara lain terjadi di Jawa Tengah (Semarang, Salatiga, dan dataran tinggi Dieng, Wonosobo), Jawa Timur (Jember, Probolinggo dan kawasan Gunung Lawu, Magetan), Bengkulu (terjadi di delapan daerah), dan Kalimantan Barat (Kabupaten Sintang).

Selain banjir dan longsor, curah hujan dengan intensitas tinggi juga diduga menyebabkan terjadinya banjir lahar di Gunung Semeru pada Desember lalu.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan beberapa peringatan dini cuaca ekstrem.

Sejumlah wilayah yang masuk ke dalam kategori waspada potensi cuaca ekstrem meliputi beberapa kawasan dari Sabang sampai Merauke, mulai dari Aceh sampai dengan Papua Barat.

Rangkaian bencana ini adalah bukti nyata untuk segera memperkuat upaya mitigasi perubahan iklim Indonesia yang saat ini sedang menjadi sorotan dunia sebagai Presidensi G20 mendatang.

Baca juga: Sekjen KLHK: Tanam Pohon Upaya Pelestarian Lingkungan dan Selamatkan Masa Depan Bangsa

Berdasarkan laporan Working Group II dari Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC) bertajuk “Climate Change 2022: Impacts, Adaptation and Vulnerability” yang diluncurkan akhir Februari lalu, kebutuhan untuk melakukan upaya global penanganan perubahan iklim sudah sangat mendesak karena bencana kekeringan dan banjir semakin berdampak pada kehidupan banyak orang dan cepat melakukan pengurangan emisi karbon.

Salah satu cara untuk melakukan pengurangan ini adalah dengan menekan laju deforestasi.

“Sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia berada pada posisi untuk melakukan negosiasi dengan negara-negara G20 untuk membahas mitigasi bencana cuaca ekstrem.”

“Selain itu, sebaiknya kita juga menjadi contoh untuk negara-negara berkembang di G20.”

“Hal ini penting karena penanganan perubahan iklim sangat tergantung dari komitmen negara-negara maju untuk berbagi dan melakukan alih teknologi kepada negara berkembang.”

“Saya sangat menghargai rencana pemerintah untuk menjadikan ibu kota baru sebagai ikon Indonesia dalam perubahan iklim dan penghematan energi,” kata Profesor Edvin Aldrian, Pakar Meteorologi dan Klimatologi Badan Riset dan Inovasi Nasional(BRIN), dalam keterangan persnya, Selasa (8/3/2022).

Baca juga: GAPKI dan NU Jalin Kemitraan untuk Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit