Industri Kayu Lapis, Belum Pulih karena Covid, Kini Dihadang EUDR Uni Eropa  

Ketua Umum Apkindo, dalam 5 tahu terakhir industri kayu lapis menghadapi tantangan yang sangat berat. Kendati demikian, masih mamopu berkontribusi meraup devisa senilai US 1,98 miliar dolar. Sangat optimis, kondisi pasar global segera pulih. Selain berkomitmen terhadap meningkatkan devisa, APKINDO juga sangat mendukung program net zero emiision.

TROPIS.CO, JAKARTA – Berbagai  tantangan  menghadangi laju pertumbuhan  industry kayu lapis nasional dalam lima  tahun  terakhir.  Walau sempat bergairah hingga mampu  meraup devisa dalam kisaran US$1,98 miliar dolar setiap  tahun, namun sejak pertengahan tahun kemarin redup kembali, hingga saat ini.

Dan kini, kendati  produk kayu lapis Indonesia secara legalitas sudah diakui EUDR,  tapi masih harus memenuhi aspek sustainability dengan dilengkaopi  informasi geo-location untuk mempertegas bahwa  produk panel kayu itu bukan berasal  dari  areal terjadinya deforestasi.

Saat pembukaan Musyawarah Nasional – Munas Asosiasi Panel Kayu Indonesia, di Jakarta,  Rabu (22/11/2023), Bambang Soepijanto memaparkan berbagai tantangan yang dihadapi industri kayu lapis nasional dalam  lima  tahun terakhir.

Dalam wadah  Asosiasi  Panel Kayu Indonesia –  APKINDO, yang dipimpinnya sejak  2018 hingga  Nopember 2023 ini, industri kayu lapis harus berjibaku menghadapi berbagai persoalan global yang  cukup berat, hingga sampai kini masih sangat dirasakan, dan membuat performa produk kayu lapis di pasar global, belum membaik.

Bambang merinci tantangan yang dihadapi itu; mulai  dari pandemi  Covid 19,  kenaikan drastis biaya logistik transportasi laut,  perang dagang Amerika – Cina,  hingga perang benaran,  Rusia – Ukraina yang tak jelas kapan redahnya.  “Semua  permasalahan ini telah memicuh  berbagai krisis dunia, seperti ,  seperti krisis pangan, krisisi energy,  bahkan juga  krisis keuangan,”ungkapnya.

Walau  dalam  5  tahun terakhir,  produk kayu lapis Indonsia, terasa kurang bergairah di pasar global, namun demikian diakui  Bambang,   industri  kayu lapis masih dapat bertahan, hingga berkontribusi nyata meraup devisa dalam nilai yang cukup signifikan setiap  tahunnya.  “ Volume ekspor setiap  tahunnya  tak kurang dari 3,74 juta m3 bernilai  US 1,98 miliar dolar,”lanjutnya.

Pada awalnya disebut Bambang  Soepijanto,  prospek ekspor produk kayu lapis ini, sempat memberi harapan. Volume dan nilai ekspornya mengindikasikan ada peningkatan, walau perekonomian dunia sangat lesu dibantai pandemic covid 19.  Tapi, menjelang pertengahan  tahun kemarin, 2022,  meredup kembali, hingga menyebabkan  performa ekspor kayu lapis  menjadi kurang baik,  sampai sekarang ini.

Bambang Soepijanto, Ketum APKINDO, didampingi dewan pengawas, Martias dan pengurus lainnya, saat memberikan cenderamata kepada PLT Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari, Agus Justianus, seusai memaparkan arahan menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Ada tantangan baru, EUDR Uni Eropa.

“ Pertumbuhan sangat lamban, hanya sekitar 0,67 persen dari aspek  volume, dan dari  nilai,  justru turun relative  tinggi, mencapai  3,72 persen ketimbang  2018,”ungkap mantan pejabat tinggi Departemen Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini.

Menteri Lingkungan  Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, tampaknya sangat memaklumi, apa yang disampaikan  Ketua Umum  Apkindo  itu. Bahkan, tak sebatas itu, Menteri Siti pun, seakan menguatkan, bahwa  betapa beratnya tantangan yang dihadapi berbagai produk industri kehutanan Indonesia. Artinya, tidak hanya kayu lapis, tapi juga  produk perkayuan lainnya.

Pasca pandemi 19, tantangan  utama industry  pengolahan hasil hutan, termasuk  industry kayu lapis,  adalah perjuangan mendapatkan  bahan baku sesuai  kapasitas. Kekurangan bahan baku, kata Menteri  Siti Nurbaya dalam sambutan pembukaan Munas yang dibacakan  Plt  Dirjen  Pengelolaa  Hutan Lestari,  Agus Justianus,  jelas bakal membuat industri  tidak efsisien.

Biaya produksi, dipastikan meningkat sangat tinggi,  mencapai 45 persen.  Sementara pasar belum pulih, kemampuan daya beli konsumen sangat lemah, bahkan  ada indikasi cenderung menurun.  Sungguh ini semua persoalan yang sangat berat, tak hanya bagi industri kayu  lapis, tapi juga  produk hasil hutan lainnya.

Terlebih kini, terkait ramainya diperguncingkan pebisnis  global,  karena disetujuinya peraturan baru oleh Uni  Eropa, yakni  EUDR,  European  Union Deforestation – free Regulation.  Ketentuan ini  disebut  Siti Nurbaya,  mensyaratkan  produk hasil hutan  yang masuk Uni  Eropa tidak hanya legal, tapi keterlacakannya dapat membuktikan  tidak berasal  dari  deforestasi. Dan  EUDR ini akan diberlakukan penuh , mulai akhir tahun 2024.

Adapun tujuan  EUDR, jelas  Menteri  Siti Nurbaya,  untuk mengurangi dampak  lingkungan dari produk produk pertanian  dan kehutanan  yang masuk ke Eropa.  Karenanya, tidak sebatas  produk kayu lapis, melainkan  juga termasuk  beberapa komoditas  lain, seperti  produk minyak kelapa sawit, kopi, kakoa,  dan  dua produk lain yang tidak mempengaruhi  perdagangan Indonesia, yakni kedelai dan  daging sapi.

Indonesia,  dalam diplomasi  international, lanjut Menteri  Siti, bersama  17 negara lain yang tergabung dalam LMCS atau  Like Minded Countries, telah menyampaikan penolakan  terhadap  EUDR.  Kebijakan  Masyarakat Ekonomi Eropa ini, dinilai bersifat  diskriminatif, hingga dikhawatirkan  bakal melemahkan  posisi  UMKM dan petani.  Mereka  akan dibebani  system  due  diligence, atau  uji tuntas  terhadap  produk  yang mau dieskpor  ke  Uni  Eropa.

“ Surat  pernyataan   LMCS sudah dikirim ke  World Trade Organization atau  WTO, dan akan menjadi  refrensi  apabila gugatan terhadap  EUDR masuk dalam  ranah hukum  international,”kata Menteri  Siti Nurbaya.

Sejumlah pengurus APKINDO priode 2018 – 2023, sebelum mengakhiri masa kepngurusannya untuk terlibat kembali dalam kepngurusan APKINDO priode 2023 – 2028 – yang terus berkomitmet mensuport program pemerintah, termasuk dalam pengelolaan lingkungan lestari hingga terwujudnya net zero emision.

Kendati EUDR tidak bisa dibatalkan, karena sudah disetujui oleh entitas tertinggi di  Uni  Eropa, namun dalam  menunggu proses  hokum dan diplomasi, Menteri  Siti Nurbaya minta, agar  para pelaku ekspor komoditas yang dinyatakan  dalam EUDR, harus mempersiapkan  diri untuk mengikuti proses  due diligence oleh setiap  implementing authority setiap Negara Uni Eropa.

Hanya memang, untuk produk kayu termasuk panel kayu, sertifikasi SVLK – Sistem  Verifikasi Legalitas dan Kelestarian, telah diakui  legalitasnya dalam EUDR.  Hal ini, menurut Menteri  Siti Nurbaya,  telah dinyatakan di dalam  paragraph 81 EUDR.  Sehingga produk panel kayu yang bersertifikat SVLK telah memenuhi delapan  kreteria “legalitas” yang disyaratkan  EUDR.

“Namun demikian,  aspek  sustainability SVLK belum diterima,  karenanya  untuk memenuhi aspek itu,  atau aspek kelestarian,  SVLK perlu dilengkapi dengan geo-location, ini dimaksudkan agar  dalam uji tuntas,  keterlacakan asal  bahan baku dapat diketahui asalnya, tidak  dari areal terjadinya deforestasi,Jelas Menteri  Siti lagi.

Karenanya,  Menteri  Siti Nurbaya sangat memaklumi, dengan kurangnya pasokan  bahan baku, dan lesunya pasar international, telah menempatkan  industri panel kayu pada  posisi sulit.  Dan sangat wajar bila kemudian, sejumlah industry menurunkan  kapasitasnya.  Karenanya, dalam kondisi sulit ini, Menteri Siti minta agar APKINDO yang mempunyai  tugas koordinasi dan advokasi  untuk dapat merumuskan strategi berdasarkan inovasi dan scientific based, agar  pertumbuhan  dan daya saing industri panel kayu Indonesia, terus terjaga, bertahan dan mampu keluar dari kemelut global ini.

“ Pemerintah sebagai fasilisator siap mendukung dan berkolaborasi dengan asosiasi untuk menemukan jalan keluar bagi pengembangan  industri panel kayu nasional hingga bisa kembali  berjaya, seperti  masa masa sebelumnya,”kata Menteri  Siti, sembari menambahkan, bahwa dalam merumuskan strategi, sebaiknya diutamakan  inovasi dan peningkatan  kualitas produk panel kayu untuk mempertahankan  daya saing, serta memperluas jaringan kolaboratif dengan berbagai pemangku  kepentingan.

Munas APKINDO yang berlangsung 2 hari, hingga Kamis petang, ternyata, bagi kalangan industri  kayu lapis, bukan sebatas merumuskan  strategi keluar dari kemelut global, agar mampu meningkatkan nilai ekspor produk kayu lapis, atau  sebatas  memilih Ketua Umum untuk priode 2023 – 2028, tapi lebih dimaknai sebagai ajang reuni dari pengusaha  pengusaha gaek yang diera tahun 80-an  hingga 90-an sempat berdaya dalam bisnis perkayuan nasional.

Dari sekitar 150 pengusaha industry kayu lapis yang hadir, tampak, mantan ketua Umum  Apkindo sebelum  Bambang  Soepijanto, dan owner kelompok usaha  Surya Dumai, Martias.  Ada  juga Handjaja,  Kayu Lapis Group,   Supendi, bos kayu asal Riau,  mantan Ketua  APHI Adi  Warsita, Irwan  Soebardja,  David  Sumalindo, Eddi Kuntarso, dan sejumlah pengusaha  perkayuan lainnya.

Bambang Soepijanto, berharap siapapun Ketua Umum APKINDO dalam masa  5  tahun mendatang,  hendaknya  APKINDO tetap berperan aktif dalam pembangunan nasional. Peran sebagai salah satu penggerak  pertumbuhan ekonomi  dan penyumbang devisa Negara, penyedia lapangan kerja, tetap konsisten dengan komitmen  komitmen pembangunan, termasuk dalam  mendukung  program pemerintah,  mewujudkan  net zero emission untuk Indoensia lebih maju, lestari  dan makmur.

“ Saya sangat  menyakini kondisi ekonomi global akan segera pulih, dan APKINDO akan lebih gesit lagi memainkan perannya, meningkatkan kontribusi dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional,”tandas Bambang.