Dinas Kehutanan  Papua Barat,  Dorong Pengembangan Perhutanan  Sosial Menjadi  Desa Ekowisata.

Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat mendorong KUPS mengembangkan potensi ekowisata yang ada di wilayahnya. Karena potensinya sangat prospektif.

TROPIS.CO – MANOKWARI,  Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat mendorong masyarakat yang telah menerima Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial dari Presiden Joko Widodo menggunakan kebijakan itu untuk pengembangan ekowisata dan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

“Masyarakat bisa manfaatkan untuk ekowisata atau dengan pengembangan HHBK,” kata Kepala Dinas Kehutanan Papua Barat Hendrik F. Runaweri di Manokwari, seperti dilacir  ANTARA, belum lama ini.

Ia menuturkan beberapa lokasi perhutanan sosial telah dimanfaatkan sebagai ekowisata, seperti hutan sagu dan hutan mangrove di Sorong Selatan dan Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.

Dengan adanya pemekaran daerah otonom baru Provinsi Papua Barat Daya, maka tujuh kabupaten di Papua Barat juga berpotensi menjadi lokasi pengembangan ekowisata.

Salah satu hutan desa yang telah dibina menjadi desa ekowisata adalah Kampung Mokwam, Kabupaten Manokwari.

Oleh sebab itu, katanya, setiap kabupaten harus menyusun program pengembangan desa ekowisata terutama di lokasi penerima SK Perhutanan Sosial. “Mokwam sudah mandiri, jadi kami harapkan kabupaten lain juga bisa seperti itu,” ucap Hendrik.

Ia menerangkan SK Perhutanan Sosial yang diserahkan Presiden Joko Widodo mencapai 24.812 hektare, terbagi dalam skema hutan desa 8.513 hektare dan hutan adat 16.299 hektare.

Perhutanan itu tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kaimana enam hutan desa, Manokwari dua hutan desa, dan Teluk Bintuni satu hutan adat. “Total penerima manfaat dari perhutanan sosial ini sebanyak 1.420 kepala keluarga,” kata dia.

Masyarakat, kata dia, mengalami keterbatasan anggaran dalam pemanfaatan perhutanan sosial sehingga pemerintah daerah berencana menggelar lokakarya untuk menarik minat para investor.

Pemerintah daerah juga berharap, lembaga swadaya masyarakat (LSM) mitra pembangunan berpartisipasi membantu masyarakat mengelola perhutanan sosial.

“Kami dari dinas juga ada bantuan tapi itu terbatas dan tidak berlanjut,” ucap dia.

Ia menjelaskan kebanyakan lokasi perhutanan sosial berada di kawasan hutan lindung dengan demikian masyarakat tidak leluasa memanfaatkan hasil hutan seperti kayu.

Ke depan, pemerintah daerah mencoba berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar izin hutan desa dan hutan adat disertai dengan izin hutan produksi.

“Supaya pemanfaatan kayu bagi kebutuhan lokal juga terpenuhi, kalau tidak seperti itu banyak kayu ilegal beredar,” kata Hendrik.