Perpres 28/2023, Buka Peluang Bagi Tenaga Pendamping Perhutanan Sosial Sebanyak 25.000 Orang.

Perpres 28/2023 membuka peluang bagi calon tenaga pendamping perhutanan sosial yang jumlahnya mencapai 25.000 orang. Sumbernya tidak hanya dari Kementerian LHK, tapi juga kementerian dan lembaga lainya, dan juga provinsi dan daerah kabupaten.

TROPIS.CO – JAKARTA, Salah satu dari perencanaan  terpadu  percepatan  perhutanan sosial yang telah dirumuskan dalam  Peraturan Presiden  No 28/2023, tertanggal  30 Mei 2023, menpercepat  tersedianya   tenaga pendamping sebanyak 25.000 orang hingga  tahun 2030.

Pada saat ini jumlah tenaga pendamping untuk pengelolaan perhutanan sosial seluas  sekitar 5,3 juta hektar, baru sekitar 1500 orang. Dan mereka ini mendampingi tak kurang dari 10 ribu Kelompok Usaha Perhutanan  Sosial – KUPS, beranggotakan tak kurang  dari 1,2 juta masyarakat di sekitar kawasan hutan.

“Melihat masih tingginya kebutuhan tenaga pendamping, ada peluang bagi sejumlah profesional yang memiliki kepedulian terhadap  percepatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan,”kata Mahpudz.

Dikatakan,  Sekditjen Perhutanan  Sosial Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini, dalam  Perpres 28/2023, memang telah dirancang, bahwa tenaga pendamping ini, bisa juga disiapkan melalui Kementerian dan Lembaga lain, dan Pemerintah  daerah, Provinsi dan Kabupaten serta Kota.

Hanya memang, agar  tenaga ini siapkan pakai, dan benar benar memahami misi dari  program Perhutanan  Sosial ini, terhadap calon tenaga pedamping, sebaiknya, diikutkan dalam berbagai pelatihan. “Mungkin juga bisa diikutkan dalam berbagai program  e-learning,”tuturnya.

Di dalam Perpres 28/2023,  lanjut Mahpudz, setidaknya ada  3 target prioritas yang  ingin dicapai.  Dan ini mencakup;  distribusi akses legal;  pengembangan usaha Perhutanan Sosial; dan Pendampingan. “Maksud  distribusi akses legal,  kegiatan pemberian Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan penetapan status hutan adat,”kata  Dr Mahpudz.

Sekretaris Ditjen Perhutanan  Sosial Kemitraan Lingkungan, Kementerian Lingkungan  Hidup dan Kehutanan ini,  proses perencanaan terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial, dirancang sejak 2O23 sampai dengan tahun 2O30.  Diawali dengan memberikan akses kelola legal pada seluas 380 ribu hektar.

Baru kemudian, 2024, ditingkatkan  hingga 500 ribu hektar, dan 1 juta hektar di 2025, dan di 2026 hingga 2030 masing masing 1,1 juta hektar.  Dalam percepatan ini, sejumlah kementerian dan lembaga yang terlibat, Kementerian Dalam Negeri, Badan Informasi masyarakat dan Kehutanan Geospasial, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. Dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai penanggungjawab.

Dengan demikian, target 12,7 juta hektar  hingga tahun 2030 bisa tercapai.  Artinya dengan adanya perencanaan terpadu percepatan ini, dalam kurun 8  tahun mendatang, akan tercipta persetujuan akses kelola kawasan hutan, 7,8 juta hektar.  Dan ini, menambah luas kelola akses yang kini sudah direalisasikan, dalam masa 5  tahun terakhir, seluas  5,3 juta hektar.

Adapun sebagai pelaksana dari percepatan pengelolaan perhutanan sosial,  tidak sebatas  dari unsur pemerintah;  dalam hal ini pemerintah pusat, provinsi dan daerah atau kabupaten dan kota,  melainkan juga,  melibatkan banyak pihak.  Sebut saja,  pelaku usaha,  akademisi dan juga organisasi masyarakat.

“Urgensi Perpres ini untuk peta jalan percepatan distribusi akses perhutanan sosial sehingga target 12,7 juta dapat tercapai dengan tenaga pendamping sejumlah 25.000 orang dan peningkatan kualitas Kelompok usaha perhutanan sosial,”lanjut Machpudz.

Perpres ini memuat perencanaan jangka menengah hingga tahun 2030 yang menjadi acuan para pihak dalam berkordinasi, berkaborasi dalam mencapai tujuan nasional melalui berbagi peran, sumber daya dan tanggung jawab.

Substansi dari perpres ini sangatlah lengkap antara lain berfokus pada upaya percepatan, target dan sasaran, strategi, program dan kegiatan , penetapan pengembangan wilayah terpadu, pelaksana , monitoring dan evaluasi, dukungan para pihak, sistem informasi berbasis digital dan aspek pembiayaan.