Tegaa..Kaliii Eric Tohir

Sejumlah nama pejabat eselon II yang dilantik Menteri Siti Nurbaya, Rabu sore (29/12)

Oleh : Usmandie A Andeska ( Wartawan, Forum Pendiri Prov.Kep.Babel)

TROPIS.CO – JAKARTA, Gilaaa benaar ini Eric Tohir. Tak seorangpun putra daerah diakomodir sebagai direksi PT Timah Tbk. Betapa rendahnya martabatmu, putra putri terbaik Bangka Belitung, sehingga tak dilirik sedikitpun oleh Menteri BUMN.

Tidak ada kata yang pas bagi masyarakat Bangka Belitung, kecuali sabar dan sabar. Mungkin kita semua boleh bangga akan kandungan timah yang ada dalam perut bumi Bangka Belitung. Sebab timah hanya ada di Bangka Belitung, kendati ada sedikit di Kalimantan atau daratan dan laut Karimun.

Mungkin kita boleh juga khawatir, bahwa alam Bangka Belitung, tidak bakal dinikmati seutuhnya oleh generasi Babel mendatang. Kehancuran lingkungan hanya akan menjadi pemandangan merisaukan, sebagai peninggalan generasi tua. Dan siapa yang pantas menjawab, bila dikemudian hari mereka bertanya, atas kerusakan alam karena eksploitasi tambang timah yang tak ada aturan.

Adakah rumput yang bergoyang yang akan menjawabnya. Atau meja goyang yang tersebar dihampir sudut daerah tambang. Mungkin juga, suasana remang remang yang hiruk pikuk berdendang sambil bergoyang goyang dengan pikiran melayang menerawan pengaruh minuman berahkohol.

Jelas ini akan menjadi teka teki di masa mendatang. Dan Eric Tohir, seakan tak mau tahu, derita lama dan dalam orang Bangka Belitong. Eric tak iklas melihat orang Bangka Belitong, bangga karena putra putri Bangka Belitong terbaik yang ikut berperan menahkodai perusahaan negara yang menguasai hampir tiga perempat luas daratan dan lautan Bangka Belitong.

Padahal inilah harapan. Dan ini.pulalah yang akan menjadi topik cerita atas eksistensi PT Timah. Perusahaan yang menaungi tak kurang 24 ribu jiwa; karyawan, pekerja harian, dan keluarganya.

Tapi keputusan hari ini, dengan disingkirkannya semua direksi PT Timah, termasuk Rizki, putra daerah, dan ditempatkannya personil baru, tanpa seorangpun putra putri Bangka Belitong, adalah catatan sejarah yang sangat pahit, bagi peradapan orang Bangka Belitong. Kita memang perlu mengintropeksi diri.

Kini Muchtar Riza Pahlepi pergi, tentu tidak juga kita sesali, karena dia memang akan pergi. Persoalannya, cepat atau lambat. Pun anggota direksi yang lain, ini hanya persoalan waktu. Hanya yang persoalan, mengapa teganya kau Eric hingga tak sedikitpun kau lirik, kami.orang Bangka Belitong.

Sungguh kami sangat menyadari, kehadiran putra Bangka Belitung, di jajaran direksi, belum tentu juga mampu mengakomodir kepentingan orang Bangka Belitong. Suatu kepentingan yang sangat hakiki demi kenyaman generasi anak dan cucu kami, terjaganya lingkungan. Namun setidaknya, kehadiran putra Bangka Belitong, ada tempat curahan hati, jembatan untuk mendapatkan jawaban tanpa birokrasi, atas suatu pertanyaan, dari suatu kebijakan manajemen perusahaan yang kurang mengena dengan kondisi orang Bangka Belitong.

Mungkinkah sosok Achmad Arianto mampu menjadi sosok yang mumpuni di saat orang Bangka Belitong, butuh saluran komunikasi. Mungkinkah peradapan melayu tumbuh dalam jiwa kepemimpinnya. Sehingga petuah melayu, majukan selangkah naikan seranting, berakar dalam manajemen kepemimpinanya. Adem dan nyaman dalam mengemudikan kapal besar PT Timah, saat berlayar dalam lautan mafia timah.

Suatu yang harus menjadi catatan, bahwa ada suatu keinginan dari kalangan pendiri Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk duduk bersama, merumuskan kembali, sistem tata kelola timah. Menempatkan timah sebagai penggerak ekonomi yang sekaligus menjadi pengungkit bagi potensi ekonomi lainnya. Potensi Bangka Belitung yang belum tergarap, yang akan menjadi substitusi pasca timah.

Sungguh belum terlambat, walau sudah tertinggal jauh. Andai benar, potensi timah yang terkandung masih ada sekitar 1 juta ton, seperti diungkapkan Muchtar Riza Pahlepi, saat dialog antar generasi menjelang 21 tahun Prov.Kep Bangka Belitung, yang diselenggarakan Forum Pendiri Prov.Kep.Babel bersama Ikatan Keluarga Masyarakat Babel di Jakarta, dan bisa dieksploitasi dalam kurun waktu 40 tahun, ini berarti masih ada peluang untuk menata kelola kembali.

Suatu harapan dari kebijakan tata kelola ulang ini, agar timah benar benar memberikan manfaat bagi seluruh stakeholders. Tidak “dirampok” seperti dikesankan selama ini. Timah dibawa kabur, masyarakat hanya mendapatkan ongkos kerja, dan yang menikmati seutuhnya hanyalah para cukong. Sedih kita..