Pembangunan PLTA Batangtoru Tidak Mengganggu Habitat Orangutan Tapanuli

KLHK memiliki perhatian penuh untuk memastikan kelestarian orangutan Tapanuli yang ada di bentang alam Batangtoru. Foto : National Geographic
KLHK memiliki perhatian penuh untuk memastikan kelestarian orangutan Tapanuli yang ada di bentang alam Batangtoru. Foto : National Geographic

TROPIS.CO, JAKARTA – Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara tidak mengganggu keberadaan orangutan Tapanuli seperti dikampanyekan sejumlah kalangan. Hasil pantauan tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuktikan orangutan tetap eksis dan bisa hidup berdampingan.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kepada awak media di Jakarta mengatakan, tim KLHK sudah sebulan di sana dan kondisinya tidak seperti yang dibayangkan bahwa PLTA di Batangtoru menggangu habitat orangutan.

Hasil pantauan tim KLHK, orangutan tetap ada dan tidak terganggu.

“Orangutan terpantau membuat sarang untuk persinggahan dan membuat koridor perlintasan,” tutur Menteri Siti, Rabu (17/10/2018).

Masalah orangutan ini menjadi perhatian pemerintah karena ada organisasi nonpemerintah yang menyatakan pembangunan PLTA Batangtoru itu mengancam orangutan.

PLTA yang dibangun di Batangtoru berada di luar kawasan hutan, tapi lokasinya berdekatan dengan kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan.

Orangutan kemudian kerap menjelajah masuk ke areal yang menjadi lokasi pembangunan PLTA.

Menteri Siti meminta pengembang PLTA Batangtoru untuk menjaga koridor orangutan yang ada.

Dia juga sudah menginstruksikan agar pengembang PLTA memperkuat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk mengakomodasi keberadaan orangutan di sekitar lokasi pengembangan.

“Kita tidak bisa membatasi pergerakan orangutan, makanya kita yang mengikuti. Kami minta PLTA menambah studi Amdal.”

“Perbaiki. Khususnya terkait orangutan. Sebab, waktu PLTA itu ada, belum diketahui keberadaan orangutan,” katanya.

PLTA Batangtoru termasuk Infrastruktur Strategis Ketenagalistrikan Nasional sebagai bagian dari Program 35.000 Mega Watt (MW) pemerintah yang mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa.

PLTA ini dikabarkan berteknologi canggih yang didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 hekatre sebagai kolam harian untuk menampung air.

Sebelumnya, Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno sudah meminta pengembang PLTA Batangtoru, PT North Sumatera Hydro Energi, untuk menanam pohon-pohon penghasil pakan bagi orangutan.

Wiratno menyatakan KLHK memiliki perhatian penuh untuk memastikan kelestarian orangutan yang ada di bentang alam Batangtoru.

“Salah satu caranya adalah memastikan ketersediaan pakan bagi orangutan. Pergerakan orangutan ini tergantung pakannya,” tuturnya.

Selain penanaman pohon pakan, KLHK juga sudah menginstruksikan NSHE membangun jembatan arboreal untuk menghubungkan habitat populasi orangutan.

Saat ini, kata Wiratno, tim KLHK terus berada di lapangan untuk memantau dan memastikan kelestarian orangutan.

Berdasarkan hasil pemantauan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli, habitat Orangutan tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan.

Populasi orangutan terbanyak berada di blok barat, yang mengarah ke Adian Koting, Kabupaten Tapanuli Utara, diikuti blok timur, yakni wilayah cagar alam (CA) Sipirok di Tapanuli Selatan.

Adapun populasi orangutan terendah berada di blok selatan, terutama CA Sibual Buali, yaitu 0,41 individu per kilometer persegi.

Kawasan blok selatan yang minim jumlah individu orangutan itu berbatasan dengan areal penggunaan lain (APL), berupa lahan perkebunan rakyat dengan pohon karet, petai, durian dan lainnya. (*)