KLHK Terus Pantau 11 Provinsi Rawan Kebakaran

KLHK menilai, jika kebakaran hutan dan lahan bisa ditekan dan diikuti tindakan lain seperti pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, maka penurunan emisi gas rumah kaca bisa semakin cepat dilakukan. Foto : TravelmakerID
KLHK menilai, jika kebakaran hutan dan lahan bisa ditekan dan diikuti tindakan lain seperti pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, maka penurunan emisi gas rumah kaca bisa semakin cepat dilakukan. Foto : TravelmakerID

TROPIS.CO, MEDAN – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) masih tetap fokus mengawasi 11 provinsi yang rawan kebakaran hutan dan lahan sebagai komitmen Indonesia menekan emisi gas rumah kaca.

Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian LHK, Agus Justianto, di Medan, Rabu (17/10/2018), mengatakan bahwa 11 provinsi itu, antara lain Riau, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, dan sejumlah lainnya di Kalimantan.

“Kalau kebakaran hutan dan lahan bisa ditekan dan diikuti tindakan lain seperti pengurangan penggunaan bahan bakar minyak, maka penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) bisa semakin cepat dilakukan,” tuturnya.

Dia mengatakan hal itu saat mewakili Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya membuka “8th Indonesia Climate Change Forum dan Expo 2018” di Medan yang diikuti puluhan perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa sawit.

Agus menyebutkan, sesuai Paris Agreement,pada 2030 penurunan GRK dengan upaya sendiri ditargetkan 29 persen dan 41 persen dengan bantuan luar negeri.

Untuk Indonesia penurunan emisi 29 persen akan dicapai dari “forest and use” 17 persen dan energi 11 persen, serta dari pertanian, industri, dan limbah satu persen.

Selain mengawasi, menurutnya, pemerintah akan menjalankan tindakan tegas terhadap pelaku perusak lingkungan, termasuk perusahaan.

“Pameran Indonesia Climate Change Forum and Expo seperti saat ini serta proper yang merupakan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan suatu perusahaan, juga menjadi salah satu cara pemerintah mengedukasi dan mengajak perusahaan untuk bersama-sama peduli dengan lingkungan,” ujar Agus.

Agus menyatakan, terkait dengan tindakan tegas bukan hanya dengan membawa masalah kerusakan lingkungan ke ranah hukum seperti ke kepolisian dan pengadilan, tetapi juga memberi sanksi lain, seperti pencabutan izin usaha.

“Pemanasan global telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Indonesia sendiri merasakan dampak pemanasan global, seperti adanya bencana alam dan bencana ekologis seperti frekuensi kejadian banjir dan longsor,sehingga penjagaan lingkungan memang harus dilakukan bersama,” paparnya.

Pelaksana Harian Sekda Provinsi Sumut, Ibnu Sri Utomo, menyebutkan bahwa Pemprov Sumut juga terus meningkatkan pengawasan terhadap perusakan lingkungan.

Selain itu, katanya, sedang dipelajari penyebab banjir dan longsor di Kabupaten Mandailing Natal yang memakan korban jiwa hingga belasan orang.

“Tim yang terdiri dari berbagai kalangan sedang turun. Tentunya kalau benar ada perusak lingkungan, maka akan dibawa ke ranah hukum,” ucap Ibnu.

Ibnu mengakui bahwa kesadaran perusahaan menjaga lingkungan semakin baik di Sumut, walau belum optimal.

Salah satu bukti adalah tingginya kesadaran menjaga lingkungan di Sumut adalah kurangnya jumlah titik panas di sejumah lokasi.

“Lihat saja, kasus asap sudah jauh berkurang di tahun 2018 ini,” pungkas Ibnu. (*)