FIP2 Gerakkan Ekonomi Kelompok Tani Hutan Kabupaten Siak

TROPIS.CO, PEKANBARU – Program Investasi Hutan atau Forest Investment Program ( FIP) 2, telah mampu menggerakan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan Kabupaten Siak, Riau. Dengan kelompok tani hutan mereka memproduksi jelly, dodol, dan wajik nanas, mengembangkan minyak serai serta budidaya madu kelulut dan madu sialang.

Berbagai modal kerja dan pelatihan yang telah diberikan kepada sejumlah kelompok tani hutan ( KTH) di wilayah kerja Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Tasik Besar Serkap, dijadikan modal dasar bagi mereka menggali dan mengembangkan potensi lokal, berupa Hasil Hutan Bukan Kayu pada kawasan hutan.

Sebut saja KTH Cemerlang, misalnya melalui kelompoknya mereka memanfaatkan kawasan hutan gambut Dayun seluas 13 hektar untuk dikembangkan menjadi ladang nanas, rambutan, durian, nangka, mangga, bahkan juga jahe merah.

“Hanya sayang jahe merah ini seperti tak mau tumbuh di lahan gambut,” terang M Yusuf. “Beda dengan tanaman lainnya, terutama rambutan binjai dan nangka, sepertinya cocok digambut,” lanjut Ketua KTH Cemerlang itu saat menerima kunjungan Tim FIP 2 ke Dayun, Siak, Selasa (9/8/2022).

Yusuf memperkirakan, dalam tahun depan sejumlah tanaman rambutan, nangka dan tanaman produktif lainnya mulai memasuki masa produksi. Namun diakui pula oleh Yusuf, untuk tanaman nanas, sejatinya sudah berproduksi, hanya gagal dipanen lantaran terserang hama monyet dan babi hutan. Sementara pihaknya tak mampu mengatasi itu lantaran lokasinya sangat terbuka.

“Lahan yang kami kembangkan ini berupa areal gambut dengan kedalaman tinggi dan sempat terbakar di tahun 2015,” jelas Yusuf. “Atas binaan KHP kami kelola hingga nanti kawasan ini menjadi lokasi wisata buah, mengingat di wilayah sekitarnya sudah ada taman wisata embung, dan taman nasional Zambrut,” tambahnya.

  1. Sejumlah ibu rumah anggota kelompok tani hutan Cemerlang Dayun, Siak kini kian kreatif dan produktif mengembangkan berbagai potensi lokal sebagai penggerak ekonomi desa. Adanta suport Forest Investment Program II mereka akui sangat memotivasi dalam memamfaatkan berbagai potensi hutan

    Tim FIP 2 juga mengunjungi rumah produksi KTH Cemerlang. Dan menyaksikan Yunki, Bendara kelompok bersama anggota lainnya, Sri Wahyuni, Marini, Risna dan Hanny, sedang mengemas jelly nanas dan wajik nanas yang merupakan produk unggulan kelompok, selain dodol nanas.


    Kata Yunki, produk olahan nanas ini dipasarkan di wilayah sekitar, terutama di lokasi wisata embung yang telah dikembangkan oleh desa, berkolaborasi dengan Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako (BOB BSP) Pertamina Hulu.

    Di taman wisata ini, setiap minggu Yunki bersama anggota kelompoknya memasarkan produk jelli,wajik dan dodolnya, selain melayani pesanan dari pihak luar. “Pendapatan per bulannya terkadang mencapai Rp 1 juta, bahkan di saat menjelang lebaran bisa mencapai Rp 5 jutaan,” ujar Yunki.

    Yusuf mengakui, keberadaan hibah dari FIP 2, berupa perangkat kerja, rumah produksi, dan sejumlah bibit tanaman produktif, senilai Rp 275 juta, sangat mendorong aktivitas kelompok yang sebelumnya memang sudah ada berbagai kegiatan pertanian.

    ” Ya…Kelompok Cemerlang ini memang sudah ada sebelum tim dari KPH Tasik Besar Serkap datang menawarkan program investasi hutan, tapi kala itu masih berupa kelompok tani,” cerita Yusuf.Selain bertandang ke KTH Cemerlang, Tim FIP 2 juga berkunjung ke rumah produksi kelompok tani hutan Bina Sejahtera. Di sini Tim bertemu dengan Carles Nadeak, kelompoknya yang sedang melakukan uji coba membuat minyak atsiri dari tanaman serai.
  2. Carles Nadeak, Ketua KTH Bina Sejahrera, optimis bisnis minyak serai sangat prospektuf dengan harga yang tinggi. Dengan memanfaatkan kawasan hutan Dayun seluas 4 hektar, sebagai ladang tanaman serai Nadeak yakin mampu mengerakan mesin penyulingan berkapasitas 500 kg daun serai setiap hari.

    MEnurut Carles, KTH Bina Sejahtera telah mendapat suport berupa dana hibah dari FIP2, berupa perangkat kerja dan biaya pengembangan industri minyak serai. Bantuan itu diterima sekitar 3 tahun nan silam. Kegiatannya diawali dengan pengembangan tanaman serai seluas 4 hektar di dalam kawasan hutan Dayun, berdekatan dengan lokasi Badan Operasi Bersama PT Bumi Siak Pusako (BOB BSP) Pertamina Hulu di Desa Dayun, Siak.


    “Kalau tanaman serai sudah berkembang, dan tampaknya cocok di areal gambut,” ujar Carles. “Sayangnya untuk fasilitas penyulingan, kami selalu gagal, minyaknya tak mengalir, dan ini sudah ketiga kalinya dirombak, dan dilakukan uji coba,” tambahnya.

    Dalam uji coba yang ketiga ini, kapasitas penyulingan diisi penuh 500 kg serai, lalu air yang sebelumnya 150 liter dikurangi 100 liter dengan harapan uapnya bisa leluasa, kemudian mengalirkan minyak. “Kami berharap uji coba yang ketiga ini berhasil, sebab sudah banyak yang pesan,” ungkap Carles.

    Ternyata, apa yang diharapkan Carles Nadeak terkabul. Sorenya, Carles sempat mengirimkan vedio hasil penyulingan kepada Tim FIP2. Sekaligus memberitahu Tim FIP2, bahwa uji coba ketiga berhasil. Tampak dalam vedio tersebut, minyak serai mulai mengalir dan ditampung dalam ember.
  3. Maulana M Fajar suport Unit lokal FIP2 KTH Taruna Jaya Benteng Hilir, Siak mengakui, anggota kelompoknya sudah menikmati hasil dari budidaya madu kelukut dan madu sialang. Setiap 2 bulan kelompok bisa panen hingga 15 kg madu keluhut dengan harga jual Rp 300 ribu/ liter.
    Tim FIP 2 yang dipimpin Yusi Saragih, juga mendatangi KTH Taruna Jaya di Benteng Hilir. Dijelaskan oleh Maulana M Fajar, tim suport unit lokal FIP2, bahwa FIP2 telah memberikan dukungan penuh kepada KTH Taruna Jaya, untuk pengembangan budidaya madu kelulut dan madu sialang.

    “Alhamdulilah, kami semua sudah berproduksi dan hasilnya sudah dipasarkan dengan kisaran harga Rp 150 ribuan per liter untuk madu sialang dan sekitar Rp 300 ribu per liter untuk madu kelulut,” cerita Maulana.

    Pasar yang digarap selain di wilayah Riau, juga ke Jakarta dan sejumlah daerah lain, bahkan sempat diekspor ke Malaysia dan Singapura. “Kalau madu kelulut masa panennya setiap 2 bulan. Dari 150 stup yang dimiliki kelompok, itu bisa memproduksi sedikitnya 15 kg, sementara madu sialang bisa mencapai dari 40 titik mampu memproduksi sekitar 700 kg,” ungkap Maulana.