Program FIP 2, Menggerakan Ekonomi Masyarakat Sekitar Kawasan Hutan

Calon Juragan Kemiri: Ibnu Kasim, KTH Batu Kura dan M Yushak, Ketua KUPS Kemiri Batu Kura, tengah berupaya meningkatkan volume binsis kemirinya, dan KTH Batu Kura tenah memngembangkan tanaman kemiri yang cukup luas , sebagai antisipasi lonjakan permintaan yang cukuop tinggi dari luar daerah. Pada saat ini kemampuan proses olahan mesin pemecah kemiri bantuan program PIF 2, tengah dioptimalkan.

Program Forest Invesment Proyek  atau FIP 2 telah mampu menggerakan  ekonomi masyarakat di sekitar kawasan  hutan. Contohnya,  masyarakat anggota Kelompok Tani Hutan binaan  Kesatuan Pengelolaan HutanTanah Laut, Kalimantan Selatan.  Dengan dukungan  FIP2 , mereka  mengembangkan produk Hasil Hutan Bukan Kayu, termasuk budidaya tanaman kemiri.

Walau kondisi kurang sehat, Ibnu Kasyim masih bersemangat menceritakan,  ihwal bisnis kemiri yang digeluti kelompok taninya,  KTH Batu Kura.  Kata dia,  ini dilatar-belakangi banyak pohon kemiri di wilayahnya, di desa Galam, Kecamatan  Bajuin, Tanah Laut.  Jauh sebelumnya,  pohon kemiri ini ditebang begitu saja, tanpa dimanfaatkan.

Namun setelah adanya  pendekatan dari Kesatuan Pengelolaan  Hutan atau KPH Tanah laut, dan adanya program Rehabilitasi  DAS, pada tahun sebelumnya,  yang melibatkan masyarakat untuk penanaman kemiri, atau keminting bahasa lokalnya, maka terinspirasi untuk berbisnis kemiri.  Dan ini, kian menjadi kenyataan, setelah adanya bantuan  peralatan, seperti mesin pemecah kemiri dan sejumlah perangkat lain, termasuk  bangunan yang luasnya  kurang  lebih 120 m2,  oleh  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Program  FIP 2, pada  sekitar  tahun 2019.

KTH Harapan baru di ketuai Ahmad Faujie, bersama Kepala Desa Sungai Pinang, Fadli, mentargetkan Jamur Tirem salah satu unggulan desanya dalam menggerakan ekonomi masyarakat.

Terlebih lagi diketahui, sebagian besar  kemiri yang masuk ke pasar Kalimantan  Selatan, berasal dari luar  daerah. Sebut saja misalnya dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya.  “Kan’ sayang,  kita punya potensi tapi tidak dikembangkan,”tandas  Ibnu Khasyim.

Kini sudah hampir 3 tahun usaha pemecahan kemiri ini dilakoni KTH  Batu kura.  Produksi olahan kemirinya cenderung meningkat setiap  tahunnya.  Bila tahun 2020,  baru mnencapai sekitar 370 kg senilai Rp 9.250.000, tapi tahun berikutnya,  2021, volume olahannya meningkat drastis, mendekati  5 ton  senilai Rp 116.825.000. Dan tahun ini, 2021, hingga maret produk olahan kemirinya sudah mencapai  500 kg lebih, nilainya mendekati, Rp 13 juta.

“ Harga jual kemiri kita,  itu dalam kisaran  Rp 18.000 hingga Rp 30.000/kg,”kata Ibnu Khasyim.  Harga Rp 30.000 itu kualitas terbaik, tidak pecah. Sementara harga  Rp 25.000 yang pecah dua, dan harga Rp 18.000/kg  yang hancur.  “Lalu kita juga memproduksi asap cair dari cangkang kemiri,  harga jualnya Rp 4000/liter,”lanjut  Ibnu Kasim lagi.

Perlu juga diketahui, bahwa hampir semau dari biji kemiri itu dimanfaatkan.  Sebut saja tadi, cangkanynya dijadikanan asap cair – yang tahun  lalu produksinya sudah mencapai 1,26  ton. Hanya memang dari  volume asap cair ini,  belum semuanya terjual.  Dan kini masih tersisa sekitar 400 liter.  “Nilai penjualan asap cair  ini  yang sudah kita dapatkan,  mencapai sekitar Rp 2 juta –an,”katanya lagi.

Tani  Hutan Batu Kura,  disebutkan  Rachmat Rahdiansyah,  Kepala  KPH Tanah Laut,   merupakan salah satu  dari  10 KTH yang mendapat support dari  Program FIP 2. Dan KTH lainnya,  empat diantaranya;  KTH Gunung Birah, di Desa Kandangan  Lama,  Panyiapan. Kelompoknya diketuai  H Rosmani. KTH Subur Makmur, di Desa Telaga Kecamatan Pelaihari yang diketuai  Abdul Basir, dan salah satu mengembangkan  jamur tiram yang  menurut Sugiyanti, sebagai bendahara kelompok, bahwa yang dijual tidak sebatas jamur tiram mentah  dan jamur kripsi, tapi juga menjual badlog yang sudah siap  dimasukan  bibit jamur.

SINERGINITAS – KPH Tanah Laut bersinergi dengan KLHK, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten Tanah klaut, serta UPT KLH untuk mempercepat peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan program PIF 2 diakuinya sangat bermanfaat bagi kelompik tani berserta masyarakat di sekitarnya ( Foto: Rijah)

KTH Pinang Muda, di Desa Sungai Pinang, Kecamatan  Tambang Ulang.  Kelompok yang diketuai  Muhammad Noor Kolbi, dan beranggotakan 18 orang ini, menekuni usaha  budidaya tanaman karet dan madu kelulut.  Dan KTH terakhir yang mendapat support PIF 2 ini, yakni KTH  Harapan baru di ketuai  Ahmad Faujie, juga berlokasi di  Desa Sungai Padang, Tambang Ulang.

Tahun lalu, kelompok tani hutan  Harapan Baru ini,  keluar sebagai peringkat 4 nasional pada lomba wanalestari.  Dan kini, usaha kelompoknya, selain mengembangkan  agroforestry, salah satunya tanaman  vanili,  juga budidaya jamur tiram sebagai penghasil hariannya. Dalam 3 tahun terakhir, produksi jamur tiramnya KTH Harapan baru , mendekati 2,5 ton dengan nilai penjualan sekitar Rp 55 juta.

“ Kami sudah sepakat dengan anggota kelompok, andai vanili ini berhasil dipanen,  dalam kurun 3 tahun mendatang, semua anggota  kelompok berangkat haji,”ujar  Ahmad Faudjie.

Ada 10 KTH.

Rahmat Rahdiansyah menyebutkan, bahwa ada 10 Kelompok Tani Hutan yang kini menjadi binaan  KPH Tanah Laut.  Semuanya mendapat suport  dari Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan melalui FIP 2.  Mereka mendapat bantuan, berupa perangkat kerja, seperti mesin kemasan, pengering, dan  juga  sumber benih seperti koloni lebah berikut perangkatnya.

Dan Rahmad mengakui,  keberadaan  program Forest Investment Projec 2 ini,  telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, khususnya mereka yang tergabung dalam kelompok tani hutan. Dan itu, tidak sebatas manfaat ekonomi dengan adanya sumber pendapatan dan kesempatan kerja, melainkan juga manfaat ilmu pengetahuan.

Ketua KTH Pinang Muda  Muhammad Noor Kolbi, dan beranggotakan 18 orang ini, menekuni usaha budidaya tanaman karet dan madu kelulut. Dan KTH terakhir yang mendapat support  FIP 2 ini, yakni KTH Harapan baru di ketuai Ahmad Faujie, juga berlokasi di Desa Sungai Padang, Tambang Ulang. (foto Rijah)

Dengan  berulangkali dilakukan pelatihan, ini telah menambah pengetahuan bagi anggota kelompok, dan sebagian besar merekapun kini sudah mampu menguasai teknologi digital.

‘Kini sebagian besa produk HHBK yang mereka hasilnya, pemasarannya sudah melalui online,”ungkap Kepala KPH Tanah Laut ini. Karenanya, bukan suatu yang berlebihan bila dia menyebut, bahwa  program  FIP 2 suatu bagian sinergitas  KPH Tanah Laut, dalam upayanya menggali potensi hutan yang ada di wilayah kerjanya.

Lebih lanjut Rachmat Radiansyah menjelaskan, bahwa Program FIP 2, telah mampu meningkatkan kemandirian masysrakat, dan juga memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitar wilayah KTH. Rahmat mencontohkan dengan keberadaan KTH Batu Kura, lantaran kian tingginya permintaan terhadap.kemiri hasil olahan, sehingga menggerakan anggota kelompoknya untuk mendapatkan kemiri dari luar wilayah.

” Dan ini jelas, manfaat yang dirasakan masyarakat lain di luar kelompok, atas peran yang sudah dimainkan Program FIP 2,”ujarnya.

Dia juga mengakui, bahwa program pembinaan KTH berkembang baik, lebih dikarenakan adanya sinergi dari berbagai  pihak, mulai dari Pemda Provinsi dan Kabupaten,  juga suport total dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Unit Pelaksana Teknis- UPT di lapangan.

KTH Gunung Birah.

“ KTH Gunung Birah ini, kegiatannya, Pengembangan usaha berupa pengembangan  jasa wisata dengan ekosistem kawasan hutan  lindung berupa hamparan bukit dan savana. Kegiatan pendakian, kemah, permainan ketangkasan, paralayang,”jelas Rachmad Radiansyah.  ”Adapun  Edu dan agro wisata sedang dalam proses pengembangan,”tambahnya.

Gunung Birah dikembangkan sebagai jasa wisata sejak 4 tahun nan silam – yang menurut Ketua Kelompoknya, H Rosmani, terinspirasi dari kegiatan komunitasnya yang selalu camping  di beberapa daerah di Kalimantan Selatan. “Kita ‘kan dari komunitas sering menyelenggarakan  camping ke berapa tempat, dari sinilah terinspirasim bahwa kok orang bisa mengapa kita tidak juga mengembangkan usaha serupa, padahal  kawasannya berupa hutan lindung Gunung Birah, sangat potensial,”cerita H Rosmanie.

Bersama Ketua KTH Gunung Birah, Rosmani, saat berada di pos 3 Gunung birah, pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut dengan latar belakang musholah bantuan FIP 2. (Foto  Wildan)

Walau pada awalnya ada penolakan oleh masyarakat Kandangan lama, karena mengasumsikan bahwa wisata itu identik dengan maksiat, namun setelah berjalan, penolakan itu bisa duicairkan. Terlebih setelah, mereka mengetahui, bahwa hasil penjualan tiket masuk yang  perorangan seharga Rp 15.000 itu, juga dibagikan ke Mesjid sekitar dan untuk kegiatan  masyarakat. “ Jumlah pengunjungnya, sejak awal hingga kini,  mungkin lebih  dari 50.000 orang,”ujarnya lagi, sembari menambahkan, pada tahun 2020 saja, pemasukan kelompok mendekati Rp 150 juta.

Hanya memang,  karena adanya pandemic covid, pendapatan kelompok di tahun 2021, turun drastic, tinggal sekitar Rp 69 juta.  Dan tahun ini diprediksi Rosmani, mungkin sedikit membaik dengan meredahnya pandemi. “ Sampai Maret kemarin, sudah  ada pemasukan sekitar Rp 12 juta, dan diharapkan  pada Idul Fitri, Idul Adha, dan hari hari besar lainnya, jumlah kunjungan wisata ke Gunung Birah meningkat lagi,”harapnya.

KTH Gunung Birah ini, selain mengelola kawasan  Gunung Birah sebagai jasa wisata juga mengembangkan madu kelulut yang tahun kemarin, sudah memberikan tambahan pendapatan kelompok sekitar Rp 9.000.000, dari hasil  penjualan madu seharga Rp 500.000/liter. “Kami juga kini, tengah mempersiapkan pengembangan tanaman kopi,  gula merah dan produk anyaman,”kilahnya.

Berbasis masyarakat.

Sementara  Executing Agency (EA) Proyek FIP 2,  Drasospolino, mengatakan,  Proyek Forest Investment Program II/FIP 2 atau Program Investasi Hutan ProyekII bertemakan “Mempromosikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Berbasis Masyarakat dan Peningkatan Kelembagaan”. Proyek diimplementasikan KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan dukungan World Bank dan Danida berupa  dana hibah sebesar USD 22,42 Juta dengan sumber dana sebesar kurang lebih USD 17 juta dari Bank Dunia dan sebesar kurang lebih USD 5 juta dari DANIDA(Denmark).

Proyek ini didisain untuk implementasi selama 5 tahun dari tahun2017sdtahun 2021, dan kemudian diperpanjang selama 1 (satu) tahun yaitu akan berakhir di 31Desember 2022.  Program utama FIP 2 , kata  Drasoslino, mendukung program pembangunan Kesatuan PengelolaanHutan(KPH) dan pemberdayaan masyarakat melalui strategi peningkatan kapasitas kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan lestari, dan pemberdayaan masyarakatmelalui peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.

 

Drasospolino, Program PIF2, “Mempromosikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Berbasis Masyarakat dan Peningkatan Kelembagaan”. Proyek diimplementasikan KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan dukungan World Bank dan Danida berupa dana hibah sebesar USD 22,42 Juta dengan sumber dana sebesar kurang lebih USD 17 juta dari Bank Dunia dan sebesar kurang lebih USD 5 juta dari DANIDA(Denmark). (foto Ist)

Program  FIP 2, kata  Direktur Bina  Rencana Pemanfaatan  Hutan,  Ditjen  Pengelolaan Hutan Lestari ini,  telah dilaksanakan di 10 wilayah KPH. tersebar di 8 provinsi.  Dan ini  diantaranya,  KPH Panyabungan, Sumatera Utara.  KPHLimau, Jambi;  KPH Tasik Besar Serkap, Riau.   KPH Lakitan Bukit Cogong, Sumatera Selatan. Dan  KPHTanah Laut, Kalimantan Selatan;  KPH Kendilo, Kalimantan Timur; KPHDolagoTanggunung, Sulawesi Tengah;  KPH Dampelas Tinombo;  KPH KPH Rinjani Barat, NTB,  serta  KPH Batulanteh, NTB. “ Kini ada 95 kelompok Tani Hutan yang telah mendapat bantuan  program FIP 2, dan semuanya  memiliki usaha berbasis hutan,”kata Drasoslino yang juga sebagai Direktur

Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun pelaksanaan Proyek FIP 2, telah banyak hasil danpembelajaran yang dirasakan manfaatnya, tidak hanya oleh pelaksana Proyek FIP2, 10KPH, 95 KTH para anggota serta kerabatnya, tetapi juga oleh para pihak lainnya seperti KPH lain dalam provinsi yang sama dengan KPH lokus proyek ini.

Proyek FIP 2 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan di lokasi proyek. Penerima manfaat berjumlah 110.581 orang dari target 95.000 orang. Pemangku kepentingan yang menerima  manfaat langsung diantaranya adalah pegawai pemerintah seperti pegawai KPH, masyarakat luas yang berada di lokasi kegiatan proyek di kawasan KPH seperti KTH dan masyarakat sekitar desa lainnya. (Usmandie A Andeska)