Program Forest Invesment Proyek atau FIP 2 telah mampu menggerakan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Contohnya, masyarakat anggota Kelompok Tani Hutan binaan Kesatuan Pengelolaan HutanTanah Laut, Kalimantan Selatan. Dengan dukungan FIP2 , mereka mengembangkan produk Hasil Hutan Bukan Kayu, termasuk budidaya tanaman kemiri.
Walau kondisi kurang sehat, Ibnu Kasyim masih bersemangat menceritakan, ihwal bisnis kemiri yang digeluti kelompok taninya, KTH Batu Kura. Kata dia, ini dilatar-belakangi banyak pohon kemiri di wilayahnya, di desa Galam, Kecamatan Bajuin, Tanah Laut. Jauh sebelumnya, pohon kemiri ini ditebang begitu saja, tanpa dimanfaatkan.
Namun setelah adanya pendekatan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan atau KPH Tanah laut, dan adanya program Rehabilitasi DAS, pada tahun sebelumnya, yang melibatkan masyarakat untuk penanaman kemiri, atau keminting bahasa lokalnya, maka terinspirasi untuk berbisnis kemiri. Dan ini, kian menjadi kenyataan, setelah adanya bantuan peralatan, seperti mesin pemecah kemiri dan sejumlah perangkat lain, termasuk bangunan yang luasnya kurang lebih 120 m2, oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Program FIP 2, pada sekitar tahun 2019.

Terlebih lagi diketahui, sebagian besar kemiri yang masuk ke pasar Kalimantan Selatan, berasal dari luar daerah. Sebut saja misalnya dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya. “Kan’ sayang, kita punya potensi tapi tidak dikembangkan,”tandas Ibnu Khasyim.
Kini sudah hampir 3 tahun usaha pemecahan kemiri ini dilakoni KTH Batu kura. Produksi olahan kemirinya cenderung meningkat setiap tahunnya. Bila tahun 2020, baru mnencapai sekitar 370 kg senilai Rp 9.250.000, tapi tahun berikutnya, 2021, volume olahannya meningkat drastis, mendekati 5 ton senilai Rp 116.825.000. Dan tahun ini, 2021, hingga maret produk olahan kemirinya sudah mencapai 500 kg lebih, nilainya mendekati, Rp 13 juta.
“ Harga jual kemiri kita, itu dalam kisaran Rp 18.000 hingga Rp 30.000/kg,”kata Ibnu Khasyim. Harga Rp 30.000 itu kualitas terbaik, tidak pecah. Sementara harga Rp 25.000 yang pecah dua, dan harga Rp 18.000/kg yang hancur. “Lalu kita juga memproduksi asap cair dari cangkang kemiri, harga jualnya Rp 4000/liter,”lanjut Ibnu Kasim lagi.
Perlu juga diketahui, bahwa hampir semau dari biji kemiri itu dimanfaatkan. Sebut saja tadi, cangkanynya dijadikanan asap cair – yang tahun lalu produksinya sudah mencapai 1,26 ton. Hanya memang dari volume asap cair ini, belum semuanya terjual. Dan kini masih tersisa sekitar 400 liter. “Nilai penjualan asap cair ini yang sudah kita dapatkan, mencapai sekitar Rp 2 juta –an,”katanya lagi.
Tani Hutan Batu Kura, disebutkan Rachmat Rahdiansyah, Kepala KPH Tanah Laut, merupakan salah satu dari 10 KTH yang mendapat support dari Program FIP 2. Dan KTH lainnya, empat diantaranya; KTH Gunung Birah, di Desa Kandangan Lama, Panyiapan. Kelompoknya diketuai H Rosmani. KTH Subur Makmur, di Desa Telaga Kecamatan Pelaihari yang diketuai Abdul Basir, dan salah satu mengembangkan jamur tiram yang menurut Sugiyanti, sebagai bendahara kelompok, bahwa yang dijual tidak sebatas jamur tiram mentah dan jamur kripsi, tapi juga menjual badlog yang sudah siap dimasukan bibit jamur.

KTH Pinang Muda, di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Tambang Ulang. Kelompok yang diketuai Muhammad Noor Kolbi, dan beranggotakan 18 orang ini, menekuni usaha budidaya tanaman karet dan madu kelulut. Dan KTH terakhir yang mendapat support PIF 2 ini, yakni KTH Harapan baru di ketuai Ahmad Faujie, juga berlokasi di Desa Sungai Padang, Tambang Ulang.
Tahun lalu, kelompok tani hutan Harapan Baru ini, keluar sebagai peringkat 4 nasional pada lomba wanalestari. Dan kini, usaha kelompoknya, selain mengembangkan agroforestry, salah satunya tanaman vanili, juga budidaya jamur tiram sebagai penghasil hariannya. Dalam 3 tahun terakhir, produksi jamur tiramnya KTH Harapan baru , mendekati 2,5 ton dengan nilai penjualan sekitar Rp 55 juta.
“ Kami sudah sepakat dengan anggota kelompok, andai vanili ini berhasil dipanen, dalam kurun 3 tahun mendatang, semua anggota kelompok berangkat haji,”ujar Ahmad Faudjie.
Ada 10 KTH.
Rahmat Rahdiansyah menyebutkan, bahwa ada 10 Kelompok Tani Hutan yang kini menjadi binaan KPH Tanah Laut. Semuanya mendapat suport dari Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan melalui FIP 2. Mereka mendapat bantuan, berupa perangkat kerja, seperti mesin kemasan, pengering, dan juga sumber benih seperti koloni lebah berikut perangkatnya.
Dan Rahmad mengakui, keberadaan program Forest Investment Projec 2 ini, telah memberikan manfaat besar bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan, khususnya mereka yang tergabung dalam kelompok tani hutan. Dan itu, tidak sebatas manfaat ekonomi dengan adanya sumber pendapatan dan kesempatan kerja, melainkan juga manfaat ilmu pengetahuan.

Dengan berulangkali dilakukan pelatihan, ini telah menambah pengetahuan bagi anggota kelompok, dan sebagian besar merekapun kini sudah mampu menguasai teknologi digital.
‘Kini sebagian besa produk HHBK yang mereka hasilnya, pemasarannya sudah melalui online,”ungkap Kepala KPH Tanah Laut ini. Karenanya, bukan suatu yang berlebihan bila dia menyebut, bahwa program FIP 2 suatu bagian sinergitas KPH Tanah Laut, dalam upayanya menggali potensi hutan yang ada di wilayah kerjanya.
Lebih lanjut Rachmat Radiansyah menjelaskan, bahwa Program FIP 2, telah mampu meningkatkan kemandirian masysrakat, dan juga memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitar wilayah KTH. Rahmat mencontohkan dengan keberadaan KTH Batu Kura, lantaran kian tingginya permintaan terhadap.kemiri hasil olahan, sehingga menggerakan anggota kelompoknya untuk mendapatkan kemiri dari luar wilayah.
” Dan ini jelas, manfaat yang dirasakan masyarakat lain di luar kelompok, atas peran yang sudah dimainkan Program FIP 2,”ujarnya.
Dia juga mengakui, bahwa program pembinaan KTH berkembang baik, lebih dikarenakan adanya sinergi dari berbagai pihak, mulai dari Pemda Provinsi dan Kabupaten, juga suport total dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, termasuk Unit Pelaksana Teknis- UPT di lapangan.
KTH Gunung Birah.
“ KTH Gunung Birah ini, kegiatannya, Pengembangan usaha berupa pengembangan jasa wisata dengan ekosistem kawasan hutan lindung berupa hamparan bukit dan savana. Kegiatan pendakian, kemah, permainan ketangkasan, paralayang,”jelas Rachmad Radiansyah. ”Adapun Edu dan agro wisata sedang dalam proses pengembangan,”tambahnya.
Gunung Birah dikembangkan sebagai jasa wisata sejak 4 tahun nan silam – yang menurut Ketua Kelompoknya, H Rosmani, terinspirasi dari kegiatan komunitasnya yang selalu camping di beberapa daerah di Kalimantan Selatan. “Kita ‘kan dari komunitas sering menyelenggarakan camping ke berapa tempat, dari sinilah terinspirasim bahwa kok orang bisa mengapa kita tidak juga mengembangkan usaha serupa, padahal kawasannya berupa hutan lindung Gunung Birah, sangat potensial,”cerita H Rosmanie.

Walau pada awalnya ada penolakan oleh masyarakat Kandangan lama, karena mengasumsikan bahwa wisata itu identik dengan maksiat, namun setelah berjalan, penolakan itu bisa duicairkan. Terlebih setelah, mereka mengetahui, bahwa hasil penjualan tiket masuk yang perorangan seharga Rp 15.000 itu, juga dibagikan ke Mesjid sekitar dan untuk kegiatan masyarakat. “ Jumlah pengunjungnya, sejak awal hingga kini, mungkin lebih dari 50.000 orang,”ujarnya lagi, sembari menambahkan, pada tahun 2020 saja, pemasukan kelompok mendekati Rp 150 juta.
Hanya memang, karena adanya pandemic covid, pendapatan kelompok di tahun 2021, turun drastic, tinggal sekitar Rp 69 juta. Dan tahun ini diprediksi Rosmani, mungkin sedikit membaik dengan meredahnya pandemi. “ Sampai Maret kemarin, sudah ada pemasukan sekitar Rp 12 juta, dan diharapkan pada Idul Fitri, Idul Adha, dan hari hari besar lainnya, jumlah kunjungan wisata ke Gunung Birah meningkat lagi,”harapnya.
KTH Gunung Birah ini, selain mengelola kawasan Gunung Birah sebagai jasa wisata juga mengembangkan madu kelulut yang tahun kemarin, sudah memberikan tambahan pendapatan kelompok sekitar Rp 9.000.000, dari hasil penjualan madu seharga Rp 500.000/liter. “Kami juga kini, tengah mempersiapkan pengembangan tanaman kopi, gula merah dan produk anyaman,”kilahnya.
Berbasis masyarakat.
Sementara Executing Agency (EA) Proyek FIP 2, Drasospolino, mengatakan, Proyek Forest Investment Program II/FIP 2 atau Program Investasi Hutan ProyekII bertemakan “Mempromosikan Pengelolaan Sumber Daya Alam Lestari Berbasis Masyarakat dan Peningkatan Kelembagaan”. Proyek diimplementasikan KementerianLingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan dukungan World Bank dan Danida berupa dana hibah sebesar USD 22,42 Juta dengan sumber dana sebesar kurang lebih USD 17 juta dari Bank Dunia dan sebesar kurang lebih USD 5 juta dari DANIDA(Denmark).
Proyek ini didisain untuk implementasi selama 5 tahun dari tahun2017sdtahun 2021, dan kemudian diperpanjang selama 1 (satu) tahun yaitu akan berakhir di 31Desember 2022. Program utama FIP 2 , kata Drasoslino, mendukung program pembangunan Kesatuan PengelolaanHutan(KPH) dan pemberdayaan masyarakat melalui strategi peningkatan kapasitas kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan lestari, dan pemberdayaan masyarakatmelalui peningkatan usaha masyarakat berbasis hutan.

Program FIP 2, kata Direktur Bina Rencana Pemanfaatan Hutan, Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari ini, telah dilaksanakan di 10 wilayah KPH. tersebar di 8 provinsi. Dan ini diantaranya, KPH Panyabungan, Sumatera Utara. KPHLimau, Jambi; KPH Tasik Besar Serkap, Riau. KPH Lakitan Bukit Cogong, Sumatera Selatan. Dan KPHTanah Laut, Kalimantan Selatan; KPH Kendilo, Kalimantan Timur; KPHDolagoTanggunung, Sulawesi Tengah; KPH Dampelas Tinombo; KPH KPH Rinjani Barat, NTB, serta KPH Batulanteh, NTB. “ Kini ada 95 kelompok Tani Hutan yang telah mendapat bantuan program FIP 2, dan semuanya memiliki usaha berbasis hutan,”kata Drasoslino yang juga sebagai Direktur
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun pelaksanaan Proyek FIP 2, telah banyak hasil danpembelajaran yang dirasakan manfaatnya, tidak hanya oleh pelaksana Proyek FIP2, 10KPH, 95 KTH para anggota serta kerabatnya, tetapi juga oleh para pihak lainnya seperti KPH lain dalam provinsi yang sama dengan KPH lokus proyek ini.
Proyek FIP 2 telah melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan di lokasi proyek. Penerima manfaat berjumlah 110.581 orang dari target 95.000 orang. Pemangku kepentingan yang menerima manfaat langsung diantaranya adalah pegawai pemerintah seperti pegawai KPH, masyarakat luas yang berada di lokasi kegiatan proyek di kawasan KPH seperti KTH dan masyarakat sekitar desa lainnya. (Usmandie A Andeska)