Tingkatkan Daya Saing Papua dan Papua Barat Lewat Kemitraan Hijau

Vanili punya potensi menjadi komoditas yang mampu meningkatkan pendapatan daerah di Papua dan Papua Barat. Foto: Yayasan Inisiatif Dagang Hijau
Vanili punya potensi menjadi komoditas yang mampu meningkatkan pendapatan daerah di Papua dan Papua Barat. Foto: Yayasan Inisiatif Dagang Hijau

TROPIS.CO, JAKARTA – Pemerintah Daerah Papua dan Papua Barat menyadari sepenuhnya bahwa provinsi lestari ini perlu menjaga keberadaan tutupan hijaunya agar tetap bisa menjadi daerah dengan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, namun di saat bersamaan dapat meningkatkan ekonominya.

Mereka memulainya dengan memilih komoditas prioritas yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan, meningkatkan kapasitas para petani, dan mengatur pembagian peran para mitra kerja dalam konsep ekonomi hijau.

Secara garis besar, pemerintah Indonesia telah menargetkan untuk meraih investasi hijau hingga Rp1,3 triliun dalam lima tahun ke depan, sebagaimana termuat dalam Rencana Pembangunan Hijau, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Bahkan, Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi telah menargetkan pertumbuhan ekonomi Papua sebagai yang tertinggi, yaitu dari 5,95 persen pada 2020 menjadi 7,69 persen pada 2024.

Selaras dengan hal ini, Pemerintah Papua dan Papua Barat telah menyusun Rencana Pertumbuhan Hijau untuk masing-masing daerahnya.

“Target Papua adalah 70 persen alamnya dilindungi, sementara 30 persen
areanya dimanfaatkan agar orang Papua tetap hidup berdampingan dengan alam.”

“Komitmen pemerintah mengenai skema pembangunan hijau tercermin di dalam RPJMD 2019-2023 yang diturunkan ke dalam RKPD,” tutur Freddy Molle, Kepala Bidang Ekonomi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/1/2020).

Baca juga: Astra Agro Gandeng Unikom Kembangkan Agritech

Menurut Freddy, wajar jika Papua ingin meningkatkan ekonomi hijaunya mengingat pertumbuhan ekonomi dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan masih berada di rata-rata 4,33 persen sejak 2013 hingga 2018.

Kontribusi dari sektor ini pun masih kecil yaitu rata-rata 0,50 persen terhadap pembangunan ekonomi Papua.

Meski mengejar pertumbuhan ekonominya, Nixson Saibas IP, Kepala Bidang Ekonomi Provinsi Papua Barat menegaskan, “Papua Barat sebagai provinsi konservasi terus berkomitmen untuk menjaga manusia, hutan dan habitat di dalamnya, serta laut beserta isinya.”

Fokus pada Komoditas Hijau

Untuk merealisasikan Rencana Pertumbuhan Hijau, kedua provinsi sedang menyusun skema investasi hijau.

Skema ini mengatur rantai pasok komoditas yang dibagi ke dalam beberapa kategori agar bisa mengatur fokus tindak lanjut sesuai dengan skala prioritas.

Pertama, komoditas jalur cepat yang fokus pada peningkatan skala produksi petani menjadi skala ekonomi yang lebih besar.

Komoditas yang masuk dalam kategori ini adalah coklat, kopi arabika, dan pala.

Fokus intervensinya adalah pada peningkatan model layanan pengiriman, memastikan akses ke pasar, serta transparansi harga.

Baca juga: Sawit Bahan Baku Energi Masa Depan

Kedua, komoditas baru yang memiliki potensi besar apabila terdapat pemahaman dan kerja sama dari masyarakat setempat untuk mampu mengelola komoditas tersebut secara berkelanjutan.

Kopi robusta, vanilla, dan rumput laut termasuk dalam kelompok komoditas ini.

Ketiga, komoditas perikanan dan udang, di mana akan dieksplorasi teknik-teknik pemeliharaan ikan yang tidak merusak ekosistem laut, serta penangkapan ikan dan udang yang tidak menimbulkan polusi.

Keempat, maritim dan ekowisata berbasis lahan dan budaya.

Beberapa hal yang dilakukan antara lain adalah pemetaan terhadap wilayah ekowisata berbasis lahan dan maritim, pengelolaan kawasan ekowisata dengan jumlah turis yang bertanggung jawab dalam mendukung kelestarian kawasan tersebut, mengundang sektor swasta untuk berinvestasi pada ekosistem pendukung wisata seperti perhotelan, usaha makanan, dan transportasi, serta memastikan masyarakat setempat bisa merasakan manfaat ekowisata ini. (*)