Tak Ada Padi Sorgum pun Jadi

Ketua Umum Gapki, Joko Soepriyono bersama Kacuk Sumarto, pemilik perusahaan perkebunan kelapa sawit Paya Pinang, saat panen sorgum di areal replanting Paya Pinang di Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Foto: Istimewa
Ketua Umum Gapki, Joko Soepriyono bersama Kacuk Sumarto, pemilik perusahaan perkebunan kelapa sawit Paya Pinang, saat panen sorgum di areal replanting Paya Pinang di Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTABeras hanyalah  satu dari banyak sumber pangan, ada jagung, kedelai, dan ada Sorgum.

Saatnya mendiversifikasi sumber pangan tanpa harus membuka lahan baru.

Merespon isu percetakan sawah baru, hanya sebatas mimpi tapi tak tidur, seorang pengelola perkebunan kelapa sawit, di Sumatera Utara,  langsung me-WA-kan foto saat dirinya bersama Ketua umum Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono, panen sorgum di lahan sawitnya, PT Paya Pinang di Kabupaten Deli Serdang.

Memang, bukan  foto atau peristiwa  baru kemarin, tapi sekitar Januari nan silam.

Dalam foto tampak jelas, mereka sangat ceria sembari memegang pohon sorgum yang baru saja di panen. Saat panen, sejumlah pejabat daerah hadir, dan ikut panen.

Kacuk Sumarto adalah nama pengusaha perkebunan kelapa sawit dan karet seluas hampir 10 ribu hektare itu.

Menanam sorgum, diakui Kacuk, memang bukan yang utama.

Ini baru sebatas uji coba untuk mengetahui kemampuan potensi lahan sehingga lahannya  tidak luas.

“Hanya sekitar 15 hektar sebagai uji coba, inipun, sifatnya hanya memanfaatkan, areal sawit yang sedang mengalami masa replanting.”

“Jadi kalau memang cocok akan kita kembangkan pada areal sawit petani,” tutur Kacuk Sumarto.

Jadi, petani tetap ada pendapatan disaat sawit mereka mengalami masa peremajaan.

“Sambil menunggu sawit mereka panen masa tanam fase kedua, dalam masa dua setengah hingga tiga tahun, mereka bisa menanam sorgum,” ucapnya.

Mengapa  sorgum, tanaman ini bisa panen empat kali dalam setahun.

Artinya, setiap tiga bulan, petani punya pendapatan dan sorgum bisa dijadikan alternatif sumber pangan, selain beras.

Sorgum bukanlah tanaman manja sehingga bisa tumbuh dalam kondisi apapun.

Tidak pilih lahan dan sorgum merupakan tanaman serba guna yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri.

Menurut  Kacuk Sumarto, hasil panen pertama memang lumayan baik karena rata rata bisa mencapai 6 ton per hektare.

Nah, ini artinya jauh lebih tinggi ketimbang padi sawah yang hanya dalam kisaran 3 hingga 4 ton gabah kering panen.

“Dari aspek potensi dan produktivitas relatif baik, namun karena ini sifatnya masih uji coba, kita masih terus melakukan riset agar semua potensi bisa dimanfaatkan optimal,” ujar anggota Dewan Pimpinan Pusat Gapki ini.

Dikaitkan dengan  isu ketahanan pangan dan meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan, terutama petani sawit, melihat potensi sorgum dapat dijadikan salah satu alternatif  sebagai substitusi padi atau beras.

Hanya memang, langkah awal yang mesti dilakukan yakni mengubah pandangan atau pemahaman bahwa pangan bukan hanya beras atau padi.

 

Suasana panen sorgum di areal replanting kebun sawit Paya Pinang, tidak harus cetak sawah baru

Dengan demikian, konsentrasi pengembangan potensi pangan sebagai bentuk keputusan politik ketahanan pangan nasional hendaknya diubah.

Palingkan pandangan pada komoditas lain yang memiliki produktivitas tinggi, berbiaya murah  dan teknis budidayanya bisa diterapkan oleh semua lapisan petani.

“Lalu yang tak kalah  penting adanya jaminan harga oleh pemerintah dan salah satu alternatifnya tanaman sorgum.”

“Teknis budidaya sorgum bisa dilakukan oleh siapapun, terutama masyarakat yang memang profesinya petani,” ucap Kacuk.

Lebih dari itu sorgum jauh lebih sehat karena kadar gulanya rendah namun kandungan seratnya tinggi.

Dan bukan hanya itu, ada hasil yang bisa didapatkan dari sorgum.

Apa itu, antara lain berupa bioethanol dan bargas yang dapat dimanfaatkan untuk pakan tertenak.

“Karena itu, pengembangan sorgum dapat diintegrasikan dengan peternakan sapi,” ujarnya.

Dalam tatanan sumber pangan, sorgum memamg berada pada peringkat kelima, setelah  gandum, jagung, padi, dan jelai.

Di kawasan Asia Selatan dan  Afrika, sorgum menjadi sumber pangan pokok, seperti halnya padi atau beras disebagian penduduk di kawasan Asia Tenggara.

Tanaman sorgum juga mengandung serat tidak larut air atau serat kasar dan serat pangan, masing-masing sebesar 6,5 persen hingga 7,9 persen dan 1,1 persen sampai 1,23 persen.

Kandungan protein sorgum pun seimbang dengan jagung, dalam kisaran 10,11 persen hingga 11,02 persen.

Begitu pula dengan kandungan patinya sebesar 80,42 persen sedangkan kandungan pada jagung 79,95 persen.

Hanya saja, yang membuat tepung sorgum sedikit peminat adalah karena tidak adanya gluten seperti pada tepung terigu.

Masyarakat indonesia sudah tenggelam dalam nikmatnya elasitisitas terigu, karena tingginya gluten, dan inilah yang membuat adonan mie, dan roti menjadi elastis.

Terlalu banyak makan dari bahan pangan bergluten tidaklah terlalu baik untuk kesehatan, karena dapat menyebabkan celiac disease.

Ini merupakan salah satu titik tolak bahwa alternatif tepung yang sehat dapat dikonsumsi adalah tepung sorgum.

Selain itu sorgum dikenal memiliki manfaat yang lebih baik daripada tepung terigu karena gluten free serta memiliki angka glikemik index yang rendah sehingga turut mendukung tren gerakan konsumen gluten free diet seperti di negara-negara maju. (Trop 01)