Syarat Pengecualian dari UE Tak Selesaikan Diskriminasi pada Sawit

Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar berpandangan bahwa UE mesti terus ditekan untuk hilangkan kebijakan diskriminasi terhadap sawit. Foto : Wisesa/tropis.co
Direktur Eksekutif CPOPC Mahendra Siregar berpandangan bahwa UE mesti terus ditekan untuk hilangkan kebijakan diskriminasi terhadap sawit. Foto : Wisesa/tropis.co

TROPIS.CO, JAKARTA – Keputusan Komisi Uni Eropa (UE) menghapuskan kelapa sawit sebagai sumber biofuel seraya memberi syarat pengecualian terhadap kelapa sawit yang berasal dari petani kecil dengan lahan seluas dua hektare tidak menyelesaikan dan menghilangkan fakta bahwa UE melakukan diskriminasi terhadap sawit.

Pendapat itu dilontarkan Mahendra Siregar, Direktur Eksekutif Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC).

“Pengecualian untuk petani kecil tidak menyelesaikan diskriminasi yang dilakukan terhadap minyak sawit,” tutur Mahendra kepada awak media di Jakarta, Kamis (13/3/2019).

Menurutnya, pengecualian tersebut mengenyampingkan upaya besar yang telah dilakukan untuk mengamankan minyak sawit berkelanjutan dari perkebunan.

Data yang digunakan untuk mengisolasi minyak sawit dari minyak nabati lainnya  condong untuk kepentingan UE dan cacat secara ilmiah.

“Juga harus dilihat bagaimana minyak kelapa sawit dapat ditelusuri kembali ke pemilik kecil seluas dua hektare,” ucap Mahendra.

Selama ini UE bersikukuh bahwa tidak ada pelanggaran terhadap ketentuan World Trade Organization (WTO) karena minyak sawit untuk biofuel masih dapat diimpor secara bebas tetapi UE tidak perhitungkan sebagai sumber energi terbarukan.

Dia berpandangan, karena tidak ada pasar di luar dari biofuel mandatori maka impor untuk pasar biofuel akan turun akibat technical barriers to trade (TBT) dengan alasan lingkungan yang tidak cermat. Contohnya, menyatakan bahwa minyak kelapa sawit tidak berkelanjutan karena indirect land use change (ILUC) tinggi sepenuhnya tidak dapat diterima.

Ia menegaskan, negara-negara penghasil minyak kelapa sawit harus terus memberikan tekanan pada UE dan proposal ini tidak boleh dianggap memenuhi keprihatinan negara-negara penghasil kelapa sawit.

“Perlu upaya untuk mempercepat Sustainable Development Goals (SDGs) agar diterima secara global,” pungkas Mahendra. (aby)