Sepuluh Tahun Indonesia dan Norwegia, Kerja Sama yang Kian Harmonis

Kerja sama Indonesia dan Norwegia kini mengakhiri masa 10  tahun pertama telah berhasil menurunkan deforestasi dan degradasi lahan yang sangat signifikan. Foto: KLHK
Kerja sama Indonesia dan Norwegia kini mengakhiri masa 10  tahun pertama telah berhasil menurunkan deforestasi dan degradasi lahan yang sangat signifikan. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Kerja sama Indonesia dan Norwegia kini mengakhiri masa 10  tahun pertama telah berhasil menurunkan deforestasi dan degradasi lahan yang sangat signifikan.

Kerja sama berikutnya kini masih dalam bahasan dan kemungkinan besar kedua sepakat melanjutkan.

Meningkatkan, memperbaiki, dan berinvestasi pada kesejahteraan pedesaan yang berkelanjutan bakal menjadi prioritas dalam kerja sama bilateral itu menginsyaratkan kerja sama kedua negara kian harmonis.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya telah menyampaikan pesan kepada dunia internasional yang tengah berjuang melawan Covid-19 berupa harapan dan capaian.

Gelombang pasang perjuangan Indonesia melawan deforestasi telah membuahkan hasil.

Deforestasi dan degradasi hutan dan gambut telah menurun tiga tahun berturut-turut.

Hasilnya tidak datang secara kebetulan atau merupakan keberuntungan, tetapi dari upaya yang tak kenal lelah.

Sepuluh tahun yang lalu, pada Mei 2010, Indonesia dan Norwegia menandatangani perjanjian bilateral untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan.

Kerja sama ini diilhami oleh kerangka kerja Reducing Emissions form Deforestation and Forest Degradation Plus (REDD+) atau Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan Plus di bawah the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

“Dalam hal ini Indonesia memiliki komitmen yang ambisius untuk mereformasi pengelolaan hutannya.”

“Norwegia menjanjikan dukungan keuangan hingga US$1 miliar dan sebagian besar akan dibayarkan berdasarkan hasil pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan gambut di Indonesia yang telah diverifikasi,” ucap Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong dalam Konferensi Pers Kerja Sama Indonesia – Norwegia terkait REDD+ di Jakarta, Rabu (27/5/2020).

Moratorium lahan gambut, yang dimulai pada tahun 2017, untuk melindungi area lahan gambut yang luas, dan pembentukan Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016 dengan rencana untuk memulihkan 2 juta hektar lahan gambut terdegradasi.

Sebagai negara berdaulat, Indonesia dan Norwegia memiliki komitmen yang kuat untuk memerangi pemanasan global.

Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi nasional yang ambisius.

Kontribusi terbesar diharapkan dari pengurangan deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut secara signifikan.

Peran Norwegia ada dua, Bantuan keuangan, dan dukungan teknis dan ilmiah.

Norwegia juga telah menetapkan target pengurangan emisi yang ambisius di dalam negeri dan bekerja sama dengan Uni Eropa.

Selama satu dekade terakhir, kedua negara telah bekerja tanpa lelah dengan semangat kemitraan.

Kedua negara telah mendapat dukungan kuat dari komunitas, masyarakat sipil dan lembaga akademis di dalam negeri dan internasional, dan ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pemangku kepentingan yang terlibat.

“Indonesia telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat, dan meluncurkan sejumlah reformasi kelembagaan dan peraturan untuk meningkatkan tata kelola hutan di seluruh negeri.”

“Tahapan-tahapan penting telah dilalui dengan mantap sepanjang jalan kemitraan kedua Negara,” jelas Alue Dohong.