Sawit Kunci Pencapaian SDGs

Tan Sri Datuk Dr. Yusof Bin Basiron, Eksekutif Direktur CPOPC memberikan paparan di IPOC 2019. Kamis, 31 Oktober 2019. Foto : Gapki
Tan Sri Datuk Dr. Yusof Bin Basiron, Eksekutif Direktur CPOPC memberikan paparan di IPOC 2019. Kamis, 31 Oktober 2019. Foto : Gapki

TROPIS.CO, NUSA DUA – Tan Sri Datuk Dr. Yusof Basiron, Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) mengatakan, sawit menjadi satu-satunya komoditas yang mampu membawa dunia mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Hal ini ditunjukkan dengan produktivitas sawit yang tinggi dibandingkan jenis komoditas minyak nabati lain.

Selain produktivitas, luasan lahan yang rendah untuk menghasilkan produksi juga menjadi kekuatan dalam pencapaian SDGs.

“Melalui sawit, maka 17  pencapaian SDGs seperti ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi serta perbaikan dan menggalakkan pertanian, bisa terealisasi,” katanya dalam panel diskusi konferensi Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 and 2020 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (31/10/2019).

Baca juga: Ketua Gapki: Pemerintah Perlu Ciptakan Iklim Investasi dan Iklim Berusaha yang Kondusif

Yusof Basiron  juga memastikan perkebunan kelapa sawit hanya berkontribusi sebesar 0,31 persen dari penyebab deforestasi hutan di dunia.

Penyebab deforestasi terbesar justru berasal dari sektor peternakan yang mencapai hingga 71 persen.

“Konsumsi sawit justru berkontribusi terhadap upaya pengurangan emisi gas karbondioksida hingga 12,6 kali.”

“Hal ini karena sawit tidak menghasilkan emisi CO2 seperti minyak bumi,” tutur Yusof.

Upaya menerapkan minyak sawit sebagai campuran biodiesel saat ini menjadi peluang besar bagi pertumbuhan sektor kelapa sawit.

Menurutnya,  Malaysia telah menerapkan kebijakan kadar penggunaan minyak kelapa sawit sebagai campuran bahan bakar sebesar 10 persen atau B10 dan saat ini telah meningkat menjadi B20 dan diharapkan akan mulai diberlakukan sejak tahun 2020.

“Target kami, suplai minyak kelapa sawit meningkat 2,5 juta ton pada 2020,” ungkapnya.

Sementara itu Gavin Maguire analis dari Kantor Berita Thomson Reuters Singapura mengatakan, volatilitas harga minyak nabati sangat bergantung dari kondisi dan sentimen di pasar.

“Volatilitas atau fluktuasi harga pada prinsipnya bukan sebuah masalah.”

“Apalagi, tren menunjukkan bahwa tingkat produksi dan konsumsi minyak nabati terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya,” ungkap Gavin.

Baca juga: Gapki dan Instiper Kerja Sama Kembangkan Riset Kelapa Sawit Berkelanjutan

Dia memastikan, minyak sawit tetap menjadi komoditas penting dengan permintaan konsumsi tertinggi dunia.

Dibandingkan, minyak kedelai, serta kanola (rapeseed), minyak sawit tetap menjadi primadona.

Ia menambahkan, kenaikan permintaan terhadap minyak sawit Indonesia dan Malaysia berkontribusi terhadap 70 persen permintaan kelapa sawit dunia.

Dampak kebijakan B20 sangat ekstensif sedangkan dampak B30 akan berpengaruh signifikan terhadap perkembangan industri kelapa sawit.

Menurut Gavin, kunci keberhasilan sawit adalah harga.

“Selama harganya masih lebih rendah dibandingkan minyak bumi, permintaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel masih tinggi,” pungkasnya. (*)