Rendahnya Kreativitas Pemimpin, Hancurkan Wibawa Pemerintahan Lokal

Ternyata Betul Mimpi

Ternyata Ferry Mursidan Baldan dan  Rosihan Arsyad, tidak keliru. Apa yang saya sampaikan kepada mereka berdua di ruang VIP itu, hanyalah mimpi belaka.

Besok, Nopember 2020, genap 20 tahun provinsi ini ada, dan Januari  tahun  depan, genap 17 tahun, Belitung Timur menjadi kabupaten pemekaran, apa yang dikhawatirkan itu  Ferry dan Rosihan itu terjadi.

Di belahan Belitung Timur, kini masih  bergejolak masyarakat menentang penambang illegal yang menambang dalam kawasan hutan mangrove di wilayah  DAS Manggar dan juga di hutan lindung pantai Laut Selindang Kelapa kampit.

Penambang merambah hutan lindung,  dengan alasan  “perut”.  Padahal, mereka telah membuat nelayan disekitarnya kehilangan sumber pencaharian.

Jauh sebelumnya, di kawasan  hutan mangrove di Desa Sungai Padang,  Sijuk, kabupaten Belitung, kasus serupa terjadi. Para penambang  illegal  memporakprandakan  hutan mangrove yang tengah dipersiapkan sebagai salah icon  Geopark  dunia.

Bahkan, dalam kasus ini, suatu tindakan yang sangat memalukan terjadi.

Di kala seorang Wakil Gubernur, diberlakukan semena-mena, katanya sempat dipukul, saat melakukan penertiban.

Hanya sayang, kasus ini seakan tidak berlanjut. Perlakukan oknum penambang terahdap wakil gubernur, dianggapseperti angin lalu saja.

Padahal eksistensi wakil gubernur,  Abdul Fatah saat melakukan penertiban itu, dalam kaspasitas wakil pemerintah dan negara.

Sejatinya, harus ada pertanggungjawaban hukum atas kasus ini.Dan cukup hanya dengan kata :”sudah saling memaafkan”.

Karena peristiwa ini, eksistensi suatu daerah seakan tak lagi diakui.

Lantaran tidak diakui, berbagai aturan yang dibuat pemerintah daerah, bahkan juga aturan yang dituangkan di dalam Undang Undang yangh dibuat pemerintah, seakan tidak berlaku.

Dan karena kasus ini pula,  mungkin, tindakan illegal kian marak, karena pemimpin daerah, dan juga penegak hukum tak lagi berwibawa.

Penegak hukum yang sejatinya, melaksanakan tindakan hukum, bukan mustahil ada yang ikut jadi  “pemain” dalam kasus penambangan illegal ini.

Kasus perambahah hutan lindung oleh penambang illegal ini juga marak di daratan Bangka. Rasio Ridho Sani, putra Bangka Belitung, yang kini menjabat Dirjen Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sudah berulangkali melakukan penertiban. Karena tanggungjawab moral sebagai putra daerah, demi jaminan masa depan putra putri Bangka Belitung, tak salah  Roi, begitu panggilannya bertindak tegas.

Sejumlah penambang illegal berikut cukong atau pemodalnya, terpaksa digiring ke Jakarta. Mereka ditangkap dan ada yang dititipkan di tahanan Mabes Polri, sembari diperiksa hingga kemudian dihadapkan di pengadilan.

Kalau tidak salah, kini sudah tercatat 15 orang, termasuk seorang pengusaha Belitung yang terlibat dalam kasus reklamasi pantai illegal, yang kini kasusnya masih dalam proses.

Bukan tidak ada alasan hingga  Roi harus bersikap demikian. Pun halnya dengan sejumlah tokoh pendiri provinsi, hingga harus berteriak agar perambahan hutan lindung dihentikan.  Bagi kami, tidak ada pilihan lain, dalam menyelamatkan lingkungan demi masa depan anak cucu, kecuali mengambil sikap tegas untuk membawa kasus ini ke ranah hukum yang lebih tinggi

Sebab, melihat perkembangannya, para penambang illegal ini kian berani. Aturan tak lagi dipatuhi. Aparat seakan tidak lagi mampu bertindak. Dan mirisnya,  Bupati bersama  DRPD, hanya sebatas rapat dan hearing atau dengar pendapat. Tidak ada indikasi  untuk menghentikan  penambangan illegal ini dengan suatu tindakan dan sikap yang lebih konkrit.

Kewibawan pemerintah daerah telah hancur di mata penambang illegal. Ketidak-mampu pemimpin daerah menggali potensi sumberdaya lainnya, memaksa masyarakat untuk bertahan pada kegiatan penambangan.

Kendati itu illegal di dalam suatu kawasan terlarang.  Semua beralasan  demi perut.  Sungguh sangat ironis.

Usaha ayam petelur pun sangat berpeluang besar sebagai pemasok kebutuhan telur di pasar lokal. Selama ini kebutuhan telur untuk Bangka Belitung banyak didatangkan dari Jawa dan daratan Sumatera. Salah satu usaha peternakan ayam petelur yang dikembangkan BUMDES Sedulangjaya di Belitung.

Sungguh kami sangat keliru, ternyata kualitas kepemimpinan  daerah tidak seperti kami impikan. Target menjadi rakyat Bangka Belitung lebih sejahtera dengan income perkapita mendekati  penduduk  Singapura, itu benar benar mimpi tidak tidur.  Teriak “urusan perut”  ternyata masih terdengar nyaring.