Quo Vadis Peremajaan Sawit Rakyat?

Tidak Menambah Lahan

Sementara itu, bagi pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit, program PSR menjadi salah satu upaya meningkatkan produktivitas kebun sawit dan mendongkrak produksi tanpa harus menambah lahan.

Sebab itu perusahaan perkebunan kelapa sawit telah berkomitmen menjadikan Percepatan PSR sebagai focus utama Program Kerja tahun 2021.

Untuk mendukung program PSR tersebut, pihak Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) telah melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada bulan September 2020, guna membantu percepatan pelaksanaan Program PSR.

GAPKI melakukan upaya kerja sama dengan asosiasi petani untuk memfasilitasi kelompok tani atau koperasi untuk dapat bermitra dengan anggota GAPKI.

GAPKI berkoordinasi dan memfasilitasi Surveyor Indonesia untuk mendapatkan mitra kelompok tani atau koperasi dengan anggota GAPKI di masing-masing cabang atau provinsi.

“Melakukan pendataan proses dan progres PSR dari anggota GAPKI di masing-masing cabang GAPKI membentuk Satgas PSR,” tutur Sekretaris Jenderal GAPKI  Eddy Martono.

Selain itu,  bentuk kemitraan dengan petani bisa dalam bentuk Pendampingan Kultur Teknis, Kontraktor Peremajaan, Avalist Full Commercial dan Operator Pengelolaan.

Beberapa tantangan untuk menjalankan program PSR juga diantaranya, melanjutkan kerjasama kemitraan dengan inti, karena ada sebagian petani plasma yang sudah selesai masa kemitraannya.

“Banyaknya SHM yang berpindah tangan atau digadaikan menjadi kendala jaminan bank, kondisi koperasi, dan kepengurusan koperasi yang kurang kondusif.”

“Penghasilan petani saat replanting, serta besarnya biaya replanting, termasuk banyak bertumbuhnya pabrik tanpa kebun,” ujar Eddy.

Lantas  Dewab Redaksi InfoSAWIT, Maruli Gultom, menilai bahwa kelapa sawit kini telah menjadi satu-satunya komoditas yang menjuarai dunia, sementara komoditas ainnya seperti coklat, karet dan lainnya hanya menjadi komoditas nomor tiga dan seterunya.

Saat ini pelaku kebun sawit lebih didominasi petani mencapai 41 persen, bila dihitung kontribusi petani terhadap devisa negara menjadi cukup bahkan melebihi nilai ekspor minyak dan gas bumi.

“Sekarang ini sekitar 1,2 juta petani yang bekerja di perkebunan kelapa sawit,” tutur Maruli.

Namun demikian pertanyaannya apakah petani sawit sudah sejahtera? Padahal kelapa sawit adalah komoditas utama Indonesia di dunia.

Bahkan kini industri sawit masih saja diganggu bahkan dibebani beragam pungutan.

“Sebenarnya untuk menolong industri sawit pemerintah tidak usah ikut campur, itu sudah sangat membantu,” kata Maruli. (*)