Perdirjen Multiusaha Kehutanan Tingkatkan Nilai Ekspor Hasil Hutan

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menilai, Perdirjen ini merupakan langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha karena dampak pandemi Covid-19. Foto: KLHK
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menilai, Perdirjen ini merupakan langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha karena dampak pandemi Covid-19. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Kalangan dunia usaha pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) merespon positif atas diterbitkannya  kebijakan yang berkaitan dengan  pengoptimalisasi  pemanfaatan potensi hutan di dalam konsesi yang dituangkan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Nomor 1  Tahun 2020.

“Sungguh kami sangat mengapresiasi dan merespon positif atas terbitnya Perdirjen PHPL ini,” tutur Indroyono Soesilo.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) ini menilai, Perdirjen ini merupakan langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha karena dampak pandemi Covid-19.

Menurutnya, model multiusaha kehutanan sangat potensial menjadi solusi bisnis di tengah menurunnya ekspor produk kayu olahan dalam beberapa waktu belakangan ini.

“Pada semester I tahun 2020, ada penurunan sekitar 5 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019,” ungkap Indroyono.

Bukan hanya  itu, Kebijakan tersebut juga  merupakan bentuk pengejawantahan dan aktualisasi konsep konfigurasi bisnis baru kehutanan melalui pergeseran paradigma dari timber management menuju forest management.

“Dan ini sangat seiring dengan arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pembukaan Rapat Kerja APHI tahun 2018,” tuturnya.

APHI telah menyusun Road Map Pembangunan Hutan Produksi tahun 2019 sampai tahun 2045.

Dalam Road Map ini tertuang rencana optimalisasi pemanfataan ruang izin usaha melalui multiusaha dengan mengintegrasikan pemanfaatan hasil hutan kayu, pemantaatan kawasan, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan.

APHI memang telah menargetkan, nilai ekspor hasil hutan yang pada tahun 2019 sebesar US$11,64 miliar pada tahun 2045 dan diharapkan bisa mencapai US$ 66,70 miliar.

“Kita harapkan ada peningkatan yang sangat signifikan, yakni sekitar enam kali lipat,”  tutur mantan Menteri Koordinator Maritim dan Staf khusus Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif ini.

Hanya memang untuk mencapai peningkatan nilai ekspor tersebut diperlukan dukungan prakondisi kebijakan dan Perdirjen P.1/2020 menjadi langkah awal penting bagi pencapaian target Road Map APHI.

Indroyono berharap, kebijakan multiusaha kehutanan dapat didorong dalam bentuk integrasi hulu hilir menjadi model agribisnis terpadu.

Dengan pola skema agribisnis yang utuh hingga mencakup rangkaian kegiatan budidaya, pengolahan hasil, penguatan kelembagaan masyarakat, pengembangan skema pendanaan dan perluasan pemasaran.

“Dengan model agribisnis terpadu, maka kita akan diperoleh peningkatan nilai tambah atas produk hasil hutan,” pungkas Indroyono. (*)

 

 

____