Para Ahli Iklim Serukan Kolaborasi Aksi Iklim di Asia di Tengah Pandemi Covid-19

Dr. Mahawan Karuniasa, CEO Environment Institute dan Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, menilai bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang dan berubah, namun isu lingkungan global saat ini dan yang sedang berkembang menuntut kita untuk melakukan intervensi yang signifikan. Foto: Istimewa
Dr. Mahawan Karuniasa, CEO Environment Institute dan Ketua Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia, menilai bahwa ilmu pengetahuan selalu berkembang dan berubah, namun isu lingkungan global saat ini dan yang sedang berkembang menuntut kita untuk melakukan intervensi yang signifikan. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Para ilmuwan iklim di seluruh Asia, COP26 dan perwakilan iklim dari PBB menyerukan tindakan segera dan kolaborasi yang lebih kuat dalam menangani perubahan iklim di negara berkembang, terlepas dari kemunduran yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

Dalam Konferensi Virtual Internasional Perubahan Iklim yang dibuka secara resmi oleh Dr. Ruandha Sugardiman, Direktur Jenderal Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia, APIK Indonesia Network (Jaringan Pakar untuk Perubahan Iklim dan Kehutanan) lewat ketuanya Dr. Mahawan Karuniasa menekankan perlunya pemulihan rendah karbon serta pemulihan berkelanjutan dari pandemi Covid-19.

“Belajar dari Covid-19, kami perlu memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan kami, membangun lebih baik solidaritas, dan melaksanakan tindakan berbasis sains dalam menghadapi krisis iklim,” ujar Mahawan dalam keterangan persnya, Rabu (30/9/2020).

Baca juga: Cegah Penularan Covid-19, Pekebun Sawit Harus Displin Patuhi Protokol Kesehatan

Sementara Duta Besar Regional COP26 untuk Asia Pasifik dan Asia Selatan Ken O’Flaherty menyatakan bahwa dunia masih belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris.

“Lima tahun ke depan sangat penting, kita harus bekerja sama dan segera bertindak,” tuturnya.

Negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Bangladesh sangat rentan terhadap dampak iklim dengan sumber daya terbatas untuk mendukung tindakan yang diperlukan.