Pakar Kehutanan Pertanyakan Deforestasi di Luar Kawasan Hutan Lebih Sedikit

Menunda Land Clearing

Tak hanya Petrus yang merespon paparan Plt Direktur Jenderal Planologi dan Tata Lingkungan Ruanda Agung Sugardiman bersama Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, Belinda A Morgono, berkaitan dengan turun drastisnya deforestasi dalam kurun 2019 -2020 yang mencapai 75,03 persen atau sekitar 119,1 ribu hektare netto setelah dikurangi reforestasi sekitar 3,6 ribu hektare.

Seorang pengamat perkebunan merespon bahwa penurunan itu, kemungkinan lebih dikarenakan perusahaan perkebunan menunda melakukan land clearing karena terdampak pandemi Covid-19.

“Kan karena pandemi dalam setahun terakhir, banyak perusahaan yang sudah mendapat izin pelepasan belum berani melakukan land clearing sehingga mereka bertahan merawat tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi, sembari menunggu kondisi membaik,” ujar Dr Sadino, pengamat yang juga pengajar di sejumlah universitas itu.

Dia menyakini bahwa areal perkebunan sawit yang kini sudah ditanami, tidaklah mencerminkan luasan areal yang sudah dilepaskan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Sebab dalam pola kerjanya, biasanya perusahaan perkebunan melakukan land clearing disesuaikan dengan rencana kerjanya.

Sebagai contoh dia menyebutkan, andai izin pelepasan dari Kementerian LHK 20 ribu hektare dan masa pembukaan lahan perkebunannya lima tahun maka berarti RKT-nya hanya 4000 hektare per tahun.

“Jadi mereka membuka lahan itu sesuai dengan rencana kerja tahunannya (RKT), tidak langsung di land clearing semua.”

“Mungkin karena kondisi keuangan perusahaan terganggu pandemi Covid-19, mungkin mereka menunda land clearing, ” kata Sadino lagi.