Merehabilitasi Lahan Dengan Kacang Macadamia

 TROPIS.CO, SILANGIT -Pemerintah terus berkomitmen menekan laju degradasi hutan dan lahan dan pemulihan DAS prioritas.

Berbagai strategi dalam mengefektifkan agar gerakan ini tak sebatas memberikan nilai ekologis, hingga meningkatkan fungsi hidrologis, pengendalian erosi, tahan terhadap kebakaran dan kekeringan, cocok dengan agroklimat setempat, tapi jenis tanaman yang dikembangkan, juga memberikan nilai ekonomi tinggi.

Danau Toba merupakan salah satu DAS prioritas dan kini menjadi perhatian dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, agar Daerah Tangkapan Air ( DTA)-nya, dapat lebih baik lagi kondisinya, sehingga permukaan air danaunya selalu stabil dan tidak menjadi ancaman yang kemudian menyebabkan longsor dan kekeringan.

DTA Danau Toba luasnya sekitar 263 ribu hektar dengan lahan kritis seluas mendekati 30 ribu hektar. Lahan kritis ini diperkirakan telah menyebabkan turunnya daya dukung DAS.

Saat ini, lahan kritis di Indonesia, ada seluas 14 juta hektar, tersebar di 17 ribu DAs.Kabinet Jokowi telah mencanangkan Rehabilitasi Hutan dan Lahan seluas 207 ribu hektar di 25 Provinsi dengan tujuan menyelamatkan waduk dan bendungan, 15 DAS Prioritas, dan 15 Danau prioritas serta wilayah rawan bencana.

Tidak Ringan

Plt Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung, Hoedojo Oerip mengatakan, mengamati kondisi
biofisik dan sosial di Danau Toba menyebabkan penangan lahan kritis di DTA Danau Toba menghadapi tantangan tidak ringan.

Selama ini, kondisi di sekitar Danau Toba telah menjadi kawasan pertanian dengan tanaman utama, berbagai jenis hortikultura. Seperti sayur mayur.

Namun di sekitarnya juga telah tumbuh Macadamia. Hanya yang dikembangkan jenis macadamia yang tak bisa dikonsumsi.

“Mereka mengembangkannya hanya sebagai pagar dan sekat bakar,” kata Hoedojo.

Karenanya, lanjut dia saat pencanangan pengembangan kacang Macadamia di Huta Ginjang, Muara, Tapanuli Utara, Kamis, akan dikembangkan macadamia yang bisa dikonsumsi dan bernilai ekonomi tinggi.

Pencanangan macadamia untuk RHL dan juga dalam rangkaian peringatan “Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia Tahun 2019, semula akan dihadiri juga oleh Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan dan Meneg BUMN Rini Soemarso, namun yang datang hanya Menteri LHK Siti Nurbaya dan Menko Ekonomi Darmin Nasution.

Di pusat Pembibitan Huta Ninjang, Menko Darmin san Menteri Siti Nurbaya, selain melihat dari dekat kegiatan persemaian macadamia,juga melakukan penanaman bibit macadamia bersama Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi.

” Jenis yang akan kita kembangkan, macadamia integrifolia, jenis ini memiliki nilai ekonomi tinggi, berkisar Rp 200 juta hingga Rp 1
miliar/hektar/tahun,” ujarnya.

Macadamia jenis ini, telah diteliti oleh Balai Litbang Aek Nauli, di kebun Sipiso Piso seluas 2 hektar, dan kini sudah ada yang produksi.

Dari hasil penelitian, macasamia jenis integrifolia ini memang sangat cocok di wilayah Toba ini. Hanya memang, pada tahun tahun awal, kata Dani, Staf peneliti di Balitbang Aek Nauli, pertumbuhannya agak lamban.

Namun dari aspek produktivitas, memang benar bisa mencapai 27 kg/ pohon atau sekitar 9 kg/ pohon dalam bentuk karnel.

Karena itu, tanaman macadamia ini diharapkan dapat menjadi titik temu, persoalan tenure, degradai lahan dan kebutuhan ekonomi rumah tangga masyarakat di sekitar Danau Toba.

” Macadamia jenis ini dapat mengatasi kebutugan hidup para penggarap lahan, dan dikembangkan secara bersama sama dengan institusi di tingkat tapak, yakni KPH,” Hordojo menjelaskan.

Salah satu yang kini menjadi perhatian, Daerah Tangkapan Air ( DTA) Danau Toba – yang selama ini dikawasan tersebut, banyak ditanami berbagai jenis hortikultura dan juga kacang macadamia.

Hanya sayangnya, jenis yang mereka tanam, jenis yang tidak bisa dikonsumsi dan lebih sebagai tanaman pagar dan sekat bakar.