Menemukan Kembali Nabati Lokal yang Terlupakan

Pandemi Covid-19 semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat kita tentang pentingnya untuk paham, cinta dan pendayagunaan pangan nabati lokal. Foto: Unicef
Pandemi Covid-19 semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat kita tentang pentingnya untuk paham, cinta dan pendayagunaan pangan nabati lokal. Foto: Unicef

TROPIS.CO, JAKARTA – Bencana kelaparan, bukanlah mitos. Ini adalah realita di dunia, di kehidupan kita.

Seorang ahli perubahan iklim Indonesia, Dr. Amanda Katili mengatakan, data dari Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir, 60 juta penduduk dunia mengalami kelaparan.

Angka ini meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, badai pandemi coronavirus disease 2019 atau Covid-19 niscaya juga menggoyahkan produksi pangan dan pola distribusinya.

Maka diperkirakan, dampak dari pandemi akan menyebabkan kenaikan angka kelaparan di dunia menjadi 132 juta orang.

Selain itu, Amanda menambahkan data menunjukkan sekitar 2 miliar penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap makanan sehat.

Data ini dipaparkan Amanda dalam ajang Pojok Iklim bertemakan “Merawat Gastronomi Lokal dalam Krisis Global”, pada Rabu (15/7/2020).

Terkait isu krisis pangan, berbagai upaya untuk mengembangkan dan memperkuat pangan yang murah, variatif, mudah ditanam dan bisa diakses semua, penting untuk dilakukan.

Fokusnya adalah pada pangan nabati, utamanya nabati lokal, yakni yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Kenapa nabati? Memproduksi nabati lebih aman dari segi lingkungan.

Emisi gas rumah kaca (GRK) dan kerusakan lingkungan tentunya tidak sebesar yang dihasilkan dari peternakan atau pertanian skala besar yang memerlukan pupuk kimia, pestisida dan bahan ber-hazard lainnya.

Amanda mengungkapkan, jika makanan nabati lebih banyak dikonsumsi dunia, sekitar 41 sampai 74 persen emisi GRK akan bisa diturunkan.