Membangun Rumah Produksi Ala BP2SDM LHK

Merancang program e-learning bagi rumah produksi yang menyiapkan materi tayang televisi. Foto: Istimewa
Merancang program e-learning bagi rumah produksi yang menyiapkan materi tayang televisi. Foto: Istimewa

TROPIS.CO, JAKARTA – Betapa tidak mudahnya menuliskan apa yang dilihat, didengar, dikerjakan, dipikirkan dan mungkin dirasakan. Tapi sebagai sebuah pembelajaran, semua itu harus dicoba untuk dituangkan. Entah apa pun bentuknya menjadi tidak penting lagi. Yang utama adalah merekam peristiwa melalui kata agar tak hilang terbawa berlalunya masa.

Kusdamayanti Duryat; waktu mendesak, ‘rumah Produksi tidak bisa membekali aktor dan pendukungnya dengan senjata lengkap.

Bermula dari surat edaran Menpan RB tanggal 16 Maret 2020 yang memerintahkan ASN yang berada di linkungan instansi pemerintah untuk menjalankan tugas kedinasan dengan bekerja di rumah/tempat tinggalnya sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19.

Hanya beberapa pegawai saja yang ditugaskan untuk tetap berkantor. Wow……asiknya, itu yang terlintas di kepala. Tapi apa iya?? Ternyata ada tantangan baru di dalamnya. Pengaturan sistem kerja baru ini harus tetap memperhatikan dan tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

Bagaimana agar Kementerian LHK bisa tetap melaksanakan amanat tersebut???  Singkat cerita…salah satu arahan ibu Siti Nurbaya agar KLHK tetap melaksanakan pelayanan kepada masyarakat adalah tetap melaksanakan kegiatan pembinaan kelompok pemegang ijin Program Perhutanan Sosial.

Pastinya diskusi antara Bapak Dirjen PSKL dan Kepala BP2SDM untuk menterjemahkan arahan Menteri LHK ini sangatlah panjang. Terbayang kan bagaimana diskusi “seru” pak Helmi dan pak Bambang (beserta jajarannya), hingga akhirnya disepakati akan dilaksanakannya “Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Pasca Izin” untuk 3000 orang petani dan pendamping. Di saat seluruh masyarakat harus menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19..…satu-satunya pilihan hanyalah melaksanakan pelatihan dengan full e-learning.

Ibarat sebuah rumah produksi, maka BP2SDM mulai bekerja menyediakan sebuah program acara pelatihan untuk Ditjen PSKL. Tentu saja dengan terus berdiskusi di antara keduanya. Dalam bekerja menyediakan pelatihan yang akan disajikan, sebuah lembaga pelatihan harus memiliki jawaban atas beberapa pertanyaan dan bekerja atas dasar jawaban dari pertanyaan-pertanyan itu.

Pertanyaan pertama, siapa kelompok sasaran yang akan menikmati sajian Pelatihan dan apa kebutuhannya?

Jawaban atas pertanyaan ini sudah ada yaitu 3000 petani dan pendamping Perhutanan Sosial yang telah memiliki ijin.

Tentu saja mengetahui jumlah calon peserta pelatihan saja tidak cukup. Kita juga harus mengetahui latar belakang peserta, sumber daya yang mereka miliki untuk mengikuti pelatihan, pengalaman dan pengetahuan apa saja yang sudah dipunyai.

Kalau di rumah produksi untuk acara yang akan ditayangkan di stasiun televisi, tentu saja produser akan mempelajari siapa calon penonton yang potensial akan menyaksikan acaranya. Penonton akan tetap menyaksikan tayangan bila menyukainya, dan bebas memindahkan saluran televisinya jika acara tidak menarik.

Pengalaman pertama yang menjadi tonggak sejarah dalam perencanaan program pendidikan dan pelatihan bagai semua stakeholders Perhutanan Sosial

Hal ini tentu berbeda dengan 3000 calon peserta pelatihan PS, mereka harus tetap mengikuti seluruh acara sampai berakhir, tidak bisa menekan  remote controlnya untuk pindah ke pelatihan yang disajikan oleh Lembaga diklat lain. Ini sebuah tantangan tersendiri.

Kebutuhan petani  dan pendamping untuk bisa melaksanakan Program PS tentulah sangat banyak. Maka Lembaga pelatihan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi melalui salah satu kegiatan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia yaitu pelatihan.

Setelah mendapatkan ijin PS, kompetensi apa yang diperlukan petani dan pendamping untuk dapat melakukan kegiatan2 dalam rangka pengelolaan kawasan hutan,  kelembagaan dan usahanya.

Ibarat Rumah Produksi

Pertanyaan kedua adalah bagaimana rancangan pelatihan yang akan disajikan untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran?

Dengan mengolah informasi dari jawaban atas pertanyaan sebelumnya, maka disusunlah kurikulum pelatihan.

Ya kalau untuk acara di televisi, mungkin disebut “rancangan program acara”.  Di dalam kurikulum dicantumkan Judul pelatihan, Tujuan Pelatihan, Mata Pelatihan  (MP) apa saja yang akan disajikan.

Berdasarkan karakteristik peserta juga ditetapkan lamanya waktu (Jam Pelatihan/JP) untuk mempelajari tiap MP dan bagaimana pembagian pendekatan yang akan dipakai (mandiri/online).

Pilihan metode yang akan dipakai juga harus memenuhi prinsip pembelajaran orang dewasa, maka ditetapkan pilihan beberapa metode, apakah ceramah, diskusi, brain storming/curah pendapat, penugasan dll.

Bahan pelatihan berupa Modul, bahan tayang /power point, video, studi kasus, lembar tugas dll juga harus disiapkan untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran dari setipa MP yang  akan disajikan.

Dan yang tak kalah penting bentuk evaluasi pembelajaran yang akan dilakukan juga harus dipilih sesuai dengan tingkat kompetensi yang ingin dicapai dan diukur.

Pertanyaa ketiga, apa saja yang harus disiapkan/dibangun untuk bisa mewujudkan pelatihan yang telah dirancang dalam kurikulum.

Mulailah para pekerja rumah  produksi mempersiapkan bahan-bahan pelatihan yang harus tersedia untuk pelaksanaan pelatihan. Ditjen PSKL telah memiliki beberapa modul Pendampingan PS yang dapat dijadikan bahan dasar untuk mengembangkan bahan pelatihan dalam bentuk modul, bahan  tayang, video, studi kasus, penugasan/Latihan-latihan atau bentuk bahan pelatihan lainnya.

Dengan keterbatasan waktu, maka hampir semua bahan yang disajikan dalam pelatihan gelombang pertama mengacu pada modul dan bahan tayang ini. Tentu saja bahan-bahan pelatihan yang digunakan dalam pelatihan klasikal biasa berbeda dengan pelatihan dalam bentuk e-learning.

Dalam tahap ini rumah produksi juga mempersiapkan siapa saja yang bisa pengajar, siapa yang harus menjadi admin dan sub admin LMS, siapa saja yang menjadi panitia pelaksana dan seterusnya.

Wow….banyak juga ya yang harus dikerjakan di tahap ini. Betul sekali, tahap ini memang tahap yang biasanya memakan waktu cukup panjang, bahkan hampir selalu menjadi tahapan yang memerlukan waktu paling lama dibandingkan tahapan lain.

Dalam Pelatihan Pendampingan Progran PS Paska Ijin ini dilaksanakan 1 kali workshop untuk admin dan sub-admin, 2 kali workshop untuk Tutor. Tentu saja semuanya dilakukan secara jarak jauh….karena kita semua harus jaga kesehatan dengan jaga jarak, pakai masker, rajin cuci tangan dan makan/minum penambah daya tahan tubuh….hahahaha… intermezzo ya

Merancang sesuatu yang baru setidak semudah menjalankan yang sudah ada. Degan pola kerja tim yang solid, program Diklat E-Learning priode pertama terlaksana, lancar.

Kalau ditanya…apakah workshop-workshop ini sudah cukup untuk membekali para aktor dan pekerja di balik layar untuk bisa tampil dalam acara pelatihan nanti?? Jujur saja…hampir semua merasakan tidak cukup.

Tapi apa boleh buat, waktu yang semakin mendesak membuat “rumah produksi” tidak bisa membekali para aktor dan pendukungnya dengan senjata lengkap dan sempurna untuk bermain. But the show must go on.

Dan ini memacu para aktor dan tenaga pendukungnya meningkatkan kompetensinya masing-masing secara mandiri dan mempersiapkan segala persenjataan yang diperlukan untuk bermain dalam pelatihan nanti.

Karena ini adalah pengalaman pertama dalam melaksanakan  pelatihan e-learning banyak keseruan terjadi, bahkan  friksi-friksi kecil tak dapat dihindari. Tapi ini justru menjadikan semua anggota tim saling terbuka dan menjadi semakin erat. Keren ya tim e-learning kita. Karena semua punya niatan yang sama….… memastikan pelayanan masyarakat oleh KLHK dapat tetap berjalan di masa pandemic covid-19 ini.

Pertanyaan keempat bagaimana melaksanakan pelatihan?

Inilah tahap yang dinanti-nantikan oleh semua pemain dalam pelatihan dan Lembaga Pelatihan sebagai rumah produksi. Hai….tapi tunggu dulu…. Untuk sebuah acara bisa tayang di stasiun televisi dan ditonton oleh 3000 petani dan pendamping masih ada persiapan-persiapan yang harus dilakukan. Dan ini tidak mudah untuk dieksekusi.

Ada 3000 calon peserta, ada 8 lembaga diklat yang akan melaksanakan pelatihan, ada puluhan (bahkan seratus lebih) aktor yang akan  bermain, ada puluhan petugas di balik layar yang menggunakan LMS secara bersamaan.

Maka keseruan-keseruan baru bermunculan. Pengaturan jadwal di 8 lembaga diklat lumayan alot, karena pembagian wilayah layanan Balai Diklat LHK tidak sama dengan wilayah layanan Balai PSKL.

Rebutan tutor antar Balai Diklat pun menjadi cerita yang ada dalam sejarah pelaksanaan elearning pertama di KLHK ini. Perlu ditanyakan nih ke para tutor yang diperebutkan. Bagaimana perasaannya?

Apakah sama dengan perasaan para aktor/aktris yang diperebutkan banyak rumah produksi untuk mengisi acara yang sedang dibuatnya dan akan ditayangkan di stasiun tertentu.

Kalau aktor mungkin salah satunya akan mempertimbangkan siapa yang memberi honor lebih besar ya. Hehehe….. Tapi tentu tidak di pelatihan ini, justru semua tutor sangat ingin bisa memenuhi permintaan di setiap Balai Diklat. Kalau punya kesaktian  membelah diri…mungkin ini pun akan dilakukan…

Rapat persiapan pelatihan dilaksanakan di Pusdiklat SDM LHK dan 7 Balai Diklat LHK.  Tak cukup sampai di situ… WAG yang berisi  tutor dan pegawai BDLHK menjadi sarana untuk terus berkomunikasi dan berkoordinasi.

Cerita persiapan calon peserta dalam setiap Angkatan dari 16 angkatan yang akan dilaksanakan serentak pada gelombang pertama juga tak kalah heboh.  Kepala seksi penyelenggaraan dan Kerjasama diklat di  BDLHK dan teman-teman admin harus menghubungi satu persatu peserta dan mengajari mereka hingga bisa menggunakan LMS dan zoom meting sebagai sarana pembelajaran.

Dan untuk memastikan peserta dapat mengikuti proses pembelajaran, Latihan melakukan zoom meeting sebelum tanggal pembukaan menjadi keharusan. Cerita tentang ini sudah banyak ditulis oleh teman-teman.

Tonggak Sejarah

Namanya pengalaman pertama….pasti ini mendebarkan untuk semua yang terlibat dalam pelatihan ini. Akhirnya hari yang dinanti tiba. Sekali lagi…jika diibaratkan pekerjaan di rumah produksi… pelatihan ini bukan acara yang bisa direkam oleh “Production House” kemudian ditayangkan di 8 stasiun televisi secara bersamaan.

Tetapi pelatihan ini adalah sebuah acara “live” yang masing-masing dimainkan oleh aktor berbeda dan “ditonton” oleh 30an peserta pelatihan yang berbeda pula.

Hari pertama pembukaan dan pembelajaran elearning Pelatihan Pendampingan Program Perhutanan Sosial Paska Ijin pada hari Senin 27 April 2020 menjadi tonggak sejarah yang tak akan terlupakan bagi kita semua yang terlibat dalam pelatihan ini dan tentu saja bagi KLHK.

Acara pembukaan dilaksanakan hampir serempak di 8 lembaga pelatihan, dilanjutkan pembelajaran MP1 dan MP 2.

Proses pembelajaran hari pertama berjalan relatif lancar… kekurangan di sana sini lebih karena ini adalah pengalaman pertama, membuat semua aktor dan tenaga di balik layar belum terbiasa menggunakan perangkat dan mempraktekkan cara belajar jarak jauh.

Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial secara jarak jauh dengan E-learning Tahap I di masa pandemik COVID 19 ini telah tuntas dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Foto: Istimewa
Pelatihan Pendampingan Perhutanan Sosial secara jarak jauh dengan E-learning Tahap I di masa pandemik COVID 19 ini telah tuntas dilaksanakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Foto: Istimewa

Peserta dan tutor berada pada waktu yang sama di ruang yang berbeda untuk mempelajari materi pelatihan yang telah dikemas. Ini memerlukan keterampilan tersendiri dari para tutor untuk bisa menjadikan proses pembelajaran menjadi menyenangkan dan hidup.

Setelah waktu tatap muka dengan zoom meeting berakhir …. Peserta diberi tugas untuk belajar mandiri dengan  membaca modul, membaca bahan tayang dan menonton video. Selanjutnya peserta mengerjakan tugas dan mengunggahnya di LMS.

Huuuuuuuf… lega rasanya pembelajaran hari pertama telah dilalui…. Dan evaluasi pelaksanaan hari pertama dilakukan di 8 lembaga pelatihan, selanjutnya pada pukul 3 sore Pusdiklat SDM LHK sebagai penanggung jawab seluruh pelatihan mengundang semua lembaga pelatihan untuk melakukan evaluasi.

Ada hal-hal yang sudah berjalan baik ada hal-hal yang dapat diperbaiki segera untuk dilakukan esok hari. Namun ada pula catatan hal-hal yang memerlukan perbaikan mendasar dan tidak dapat dilakukan segera.

Pelaksanaan pelatihan Tahap I Gelombang 1-3 telah selesai dilaksanakan. Banyak testimoni dan cerita yang  telah diungkapkan secara verbal maupun dalam bentuk tulisan tentang bagaimana pelaksanaan pelatihan ini.

Berbagai tulisan oleh bapak ibu tutor, widyaiswara, dan pengamat sudah dipublikasikan melalui banyak media online. Para pelaku di pelatihan ini pun secara pribadi banyak menuliskan perasaan dan buah pikir di akun media sosialnya.

Alhamdulillah  kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas semua yang terlibat dalam pelatihan ini mendapatkan banyak apresiasi dari banyak pihak. Bersyukur atas semua yang telah ALLAH berikan sehingga pelatihan Tahap I ini selesai adalah keharusan, tetapi berpuasdiri tentu saja tak boleh dilakukan.

 Evaluasi Semua Lini

Pertanyaan kelima muncul setelah pelatihan usai dilaksanakan apakah tujuan pelatihan dapat tercapai? Apalah pelatihan dapat menjawab kebutuhan kelompok sasaran? Apakah pelatihan berjalan sesuai rencana, Apakah semua aktor menjalankan perannya dengan baik? Sebagai sebuah rumah produksi, yang dalam hal ini  sebagian besar diperankan oleh Pusdiklat SDM LHK,  pertanyaan terakhir ini harus juga terjawab

Pada saat mengembangkan porgram pelatihan ini, telah dipersiapkan juga bentuk-bentuk evaluasi yang akan dilakukan. Pertama adalah evaluasi terhadap peserta, seberapa jauh materi bisa diserap dan peserta  kelak dapat melaksanakannya.

Ada ujian online yang soal-soalnya harus dijawab oleh peserta untuk menggambarkan tingkat pengetahuan yang telah diperoleh. Ada tugas-tugas yang harus dikerjakan sebagai respon dari pembelajaran mandiri yang telah dilakukan. Ada pula penyusunan Rencana Tindak Lanjut yang bisa memberikan gambaran bahwa peserta diharapkan dapat menerapkan hal-hal yang telah dipelajari dan didiskusikan selama 4 hari.

Ada evaluasi penyelenggaraan pelatihan, terkait penilaian terhadap pelayanan Lembaga pelatihan yang dirasakan peserta dan para pengajar. Adapula evaluasi terhadap bapak ibu pengajar atau tutor yang memberikan materi selama pelatihan berlangsung.

 

Siklus Analysis Need – Design Program – Development materials – Implement Training and Evaluation,, akhirnya bisa dilalui

Evaluasi juga dilakukan terhadap substansi materi, apakah kedalamannya telah sesuai dengan latar belakang peserta. Apakah jumlah materi sesuai dengan waktu yang tersedia. Apakah metode yang dipilih untuk digunakan oleh para tutor telah efektif membantu peserta memahami materi.

Apakah ada materi yang harus dihilangkan atau ditambahkan…dst …dll ….Ups…maaf…kok jadi serius ya pembahasannya. Intinya….. evaluasi menjadi bagian penting yang harus dilakukan agar semua pelaksana pelatihan ini mendapatkan umpan balik untuk perbaikan di pelatihan berikutnya.

Cerita panjang yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas sesungguhnya  adalah rangkaian tahapan atau siklus yang harus dilalui dalam sebuah pelatihan. Kalau pakai bahasa akademis siklus pelatihan terdiri dari: Analysis Need – Design Program – Development materials – Implement Training and Evaluation, atau biasa disebut siklus ADDIE. Ini menjadi teori dasar dalam penyelenggaraan pelatihan di banyak Lembaga pelatihan. Jadi…..jangan bayangkan untuk melaksanakan sebuah pelatihan bisa cepat-cepat tanpa melalui semua tahapan ini ya guys.

Oh iya…. semua tahapan dalam siklus ADDIE tadi sudah kita lalui bersama sama. Nggak terasa ya bapak ibu…. kita semua melakukan satu persatu tahapan tersebut tanpa semua yang terlibat menyadarinya. Memang luar biasa tim e-learning KLHK kita ini.

Tapi sebetulnya evaluasi yang kita lakukan belum lah tuntas. Kalau menurut om Donald Kirkpatrick, evaluasi yang sudah kita lakukan baru sampai level 2 dari 4 level yang seharusnya dilakukan. Kita baru mengukur Level 1: Reaction.

Level ini mengukur bagaimana para peserta pelatihan bereaksi kepada training tersebut. Tentunya sebagai penyedia pelatihan kita menginginkan para peserta merasa training yang mereka lakukan berguna dan membantu perkembangan mereka, sekaligus bahwa mereka merasa nyaman dengan para tutor, topik yang diberikan, materi-materi, presentasi, serta lokasi pelatihan.

Untuk lokasi pelatihan elearning ini, tentu saja peserta bisa memilihnya sendiri. Reaksi perlu diukur untuk menjadi referensi ke depan agar program pelatihan menjadi  lebih efektif  dan senantiasa berkembang, sekaligus mendeteksi apakah ada materi yang tertinggal dan tidak disampaikan.

Level 2: Learning, juga sudah kita lakukan. Evaluasi ini  mengukur apa saja yang telah dipelajari oleh para peserta. Pertanyaan yang penting diajukan adalah seberapa jauh mereka belajar, atau menangkap pengetahuan dan wawasan baru? Kita sudah melakukan evaluasi dengan memberikan ujian dan penugasan kepada para peserta pelatihan.

Tinggal 2 level evaluasi lagi yang belum kita kerjakan yaitu Level 3: Behavior dan Level 4: Result. Tapi……nanti saja ya teman-teman kita ngobrol lagi soal level-level dalam evaluasi pelatihan kita. Tulisan saya sudah terlalu panjang. Yang pasti ingin saya katakan: “saya bersyukur bisa menjadi bagian dari sejarah elearning KLHK, kejasama BP2SDM dan Ditjen PSKL”.

Kusdamayanti Duryat
Kepala Balai Diklat LHK Bogor