Masalah Tata Ruang di Kalteng Bisa Diselesaikan dengan Kesepakatan Bersama

Penyelesaian secara Tuntas

Petrus mengingatkan, penyelesaian secara tuntas masalah tata ruang di Kalteng begitu mendesak karena penduduk bertambah maka komposisi penduduk berubah.

Masyarakat hukum adat juga ingin tetap eksis sehingga perlu koeksistensi yang yang sehat.

Kondisi politik akan berubah akibat pertambahan penduduk maka berpotensi sebagai sumber konflik jika tidak dikelola dengan baik.

Selain itu, guna mewujudjan Kalteng yang makmur, adil, dan sejahtera maka mesti berbasis penguasaan pemilikan sumber daya agraria yang seimbang dan adil.

Oleh sebab itu, RJR , ungkap Petrus, mengajukan sejumlah rekomendasi sebagai solusi untuk mengentaskan masalah tata ruang di Kalteng.

Perlu segera dilakukan Tata Ruang Kesepakatan menuju ke arah kepastian hak kepemilikan (property rights ) untuk para pihak terkait.

Mesti dilakukan inventarisasi menyeluruh kondisi tutupan hutan Kalteng dan memastikan terjadi alih kelola yang menyejahterakan masyarakat lokal.

Penunjukan ulang kawasan hutan dengan mempertimbangkan existing tutupan hutan dan hindari klaim sepihak di awal kesepakatan.

“Keberadaan UU Cipta Kerja digunakan untuk mengatasi keterlanjuran maka saatnya diselesaikan keterlanjuran tersebut dengan kesepakatan dan bukan mengedepankan penegakan penegakan hukum, serta menata denda yang bermartabat berasaskan manfaat, lingkungan, dan sosial,” tuturnya.

Dia menyatakan, banyaknya proyek strategis baru memerlukan kepastian alokasi lahan dan pewilayahan komoditas.

Oleb sebab itu, kesepakatan diimplementasikan dengan memperhatikan dimensi ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), dimensi Humaniora, dimensi pemanfaatan (utilitarian) dan dimensi keragaman hayati (bioecology).

“Manfaatkan Omnibus Law Cipta Kerja di tingkat tapak sekaligus menciptakan model yurisprudensi dalam menyelesaikan masalah keagrariaan, kepastian hak (property rights), investasi serta perizinan berusaha sekaligus penciptaan lapangan pekerjaan yang luas.”

“Kesepakatan peta atau tata ruang harus terjadi di tingkat tapak dengan melibatkan sebanyak mungkin para pihak yang berkepentingan demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, khususnya di Kalimantan Kalimantan Tengah dan Indonesia pada umumnya,” pungkas Petrus. (*)