Masalah Tata Ruang di Kalteng Bisa Diselesaikan dengan Kesepakatan Bersama

Ketua Divisi Riset Kebijakan dan Advokasi Relawan Jaringan Rimbawan (RJR) Dr. Petrus Gunarso mengingatkan Presiden Joko Widodo mesti segera mengambil langkah bijak menyelesaikan persoalan Kalteng dalam sisa pemerintahan empat tahun ke depan. Foto: Gatra
Ketua Divisi Riset Kebijakan dan Advokasi Relawan Jaringan Rimbawan (RJR) Dr. Petrus Gunarso mengingatkan Presiden Joko Widodo mesti segera mengambil langkah bijak menyelesaikan persoalan Kalteng dalam sisa pemerintahan empat tahun ke depan. Foto: Gatra

TROPIS.CO, JAKARTA – Saat ini Pemerintah Indonesia memiliki dua Proyek Strategis Nasional (PSN) di Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) yakni, Kereta Api Purukcahu – Batanjung melalui Bangkuang serta Program Peningkatan Penyediaan Pangan Nasional (Food Estate).

Namun ada masalah serius yang bisa mengganjal terwujudnya PSN tersebut karena masih adanya permasalahan tata ruang wilayah di Provinsi Kalteng yang mesti lebih dahulu diselesaikan.

Ketua Divisi Riset Kebijakan dan Advokasi Relawan Jaringan Rimbawan (RJR) Dr. Petrus Gunarso menyebut ada beberapa masalah tata ruang di Kalteng, seperti tata ruang yang ada belum sepenuhnya disepakati para pihak terkait.

Kehutanan belum mampu wewujudkan peta Penetapan Kawasan Hutan dan akibatnya tumpang tindih pemanfaatan lahan akut terjadi di Kalteng.

Beberapa keputusan Mahkamah Konstitusional (MK) tentang Keagrariaan terbukti berawal dari Kalteng.

“Misalnya, putusan MK mengenai Penetapan Kawasan Hutan berawal dari Kalteng, tetapi putusan MK berlaku nasional.”

“Oleh karena itu, implementasi di Kalteng dapat menjadi yurisprudensi penyelesaian tata ruang kesepakatan secara nasional, dari Kalteng untuk NKRI.”

“Putusan MK mengenai hutan adat, bukan hutan negara, putusan ini juga bermula dari Kalteng,” tutur Petrus dalam Webinar Tata Ruang Kalteng yang digelar oleh Relawan Jaringan Rimbawan (RJR), Kamis (15/4/2021).

Dia memberikan contoh kasus, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 08 Tahun 2003, areal peruntukan lain (APL) 37 persen, sedangkan hutan 63 persen.

Lantas, dalam usulan perubabahan Perda di tahun 2007, APL naik menjadi 47 persen dan hutan 56 persen.

Namun, pasca putusan MK 2011 dan 2012, terkait penunjukan Menteri Kehutanan (Menhut) 2012, Surat Keputusan (SK) 529/Menhut II/2012, maka APL menyusut menjadi 17 persen dan hutan melonjak 83 persen.

Baca juga: Penataan Ruang Provinsi Kalimantan Tengah yang Tak Kunjung Usai