TROPIS.CO, JAKARTA – Kesatuan Pengelolaan Hutan Sungai Sembulan, Bangka Tengah, kini telah mampu memproduksi madu kelulut atau madu trigona dan madu hutan liar sekitar 2 sampai 5 ton setiap bulan.
Selain madu, juga dikembangkan tanaman minyak kayu putih dan sejumlah potensi hutan lainnya.
Lantaran pasar lokal yang terbatas, Badaria bersurat ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sejumlah potensi sumber daya hutan kini ditawarkan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sungai Sembulan Bangka kepada kalangan investor.
Dengan model kerja sama dengan kelompok tani hutan, selain madu, kapulaga, dan silvofastura, juga sejumlah komdoitas lain sangat potensial dikembangkan.
Kini KPH Sungai Sembulan, telah berhasil mempropduksi madu kelulut trigona dan madu hutan dalam kisaran 2 hingga 5 ton sebulan.
Lantaran pasar lokal belum terbuka lebar, pihak KPH berupaya mencari pasar di luar Bangka Belitung, dengan harapan semua produksi madu kelulut ini bisa terserap optimal.
Karena itu, di saat KLHK berupaya mendukung paramedis yang tengah berusaha menyelamatkan pasien Covid-19, melalui pemberian produk herbal yang salah satunya adalah madu, selembar surat dinas dilayangkan Badaria, Kepala UPTD Sungai Sembulan, ke KLHK, pekan pertama April kemarin.
Surat yang di atasnya bertuliskan Dinas Kehutanan Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Sungai Sembulan, ditujukan langsung ke Direktur Jenderal Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan berupa surat penawaran penggunaan madu kelulut yang merupakan hasil kelompok tani hutan.
Dalam surat, Badaria, Kepala UPTD KPHP Sungai Sembulan itu menyebutkan kelompok tani hutan binaannya, kini telah berhasil memproduksi madu kelulut atau trigona dan juga madu hutan liar.
Badaria berharap, hasil kelompok tani hutan bisa ikut ditampung pihak kementerian, sebagai suplemen dalam pencegahan pandemi Covid-19.
Di dalam isi surat, Badaria memang tidak menyebut, berapa banyak stock madu kelulut dan madu hutan yang siap dipasarkan.
Namun dalam Watsapp-nya kepada TROPIS.CO, Rabu (6/5/2020), dia menulis bahwa anggota kelompok tani hutan binaan mampu memproduksi 2 ton trigona dan dalam kisaran 3-5 ton madu hutan setiap bulan.
“Ya..kan kalau dalam siaran pers Sekretariat Kabinet bahwa KLHK akan mengalokasikan Rp1,1 Triliun untuk bantu masyarakat petani hutan yang terdampak Covid-19, karenanya kami menyampaikan kepada Ibu menteri, bahwa kami siap menyuplai setiap bulan,” ujarnya.
Menurut Badaria, berbagai potensi sumberdaya hutan sangat berpeluang dikembangkan di dalam kawasan KPHP Sungai Sembulan yang luas keseluruhannya mendekati 118 ribu hektare, tersebar di Unit V Sungai Sembulan, 38,2 ribu hektare, unit VI Sungai Kurau 27,2 ribu hektare, dan di Unit VII Lubuk 51,8 ribu hektare.
Khusus madu, kini dikembangkan Kelompok Tani Hutan Seribu Bunga di Desa Simpang Perlang.
Kini sudah ada sekitar 1000 koloni, dan mampu memproduksi 80 kilogram setiap bulan.
“Memang belum berproduksi semua, karena masih banyak koloni muda,” ujar Badaria.
Selain KTH Seribu Bunga, juga ada KTH Kharormah di Lubuk Besar dan yang keanggotaannya warga Pesantren Darurohma di Lubuk Lingkuk.
KTH Kharormah telah mampu memproduksi madu Trigona sekitar 400 kg setiap bulan, hasil dari pengembangan sekitar 3000 koloni.
“Masih banyak lagi yang dikembangkan secara individual oleh masyarakat di luar kawasan, namun juga menjadi binaan KPH Sungai Sembulan,” jelasnya.
Budidaya lain yang kini dikembangkan KTH binaan KPH Sungai Sembulan, pengembangan minyak kayu putih, berikut penyulinangannya oleh KTH Hutan Kemasyarakatan Nadi Lestari di kawasan KPH Sungai Sembulan Unit VII Lubuk.
Badasria mengakui, bahwa semangat masyarakat mengembangkan tanaman kayu putih sangat tinggi.
Hanya memang mereka terkadang terkendala mendapatkan bibit.
Karenanya, dalam waktu dekat, KPH Sungai Sembulan, berencana membantu pengembangan bibit melalui Kebun Bibit Desa.
Hanya persoalan yang kini dihadapi adalah pasar.
Sebelumnya, memang tidak terkendala karena ada yang menampung, tapi tidak berlanjut, lantaran pembelinya meninggal dunia.
Semenatra mereka belum membuka pasar yang lain.
“Karena itu, kepada mereka saya sarankan, tidak harus jual langsung ke grosir tapi juga bisa dilakukan secara retail,” tuturnya.
Dia menyebut selain madu dan minyak kayu putih, di dalam kawasan KPH Sungai Sembulan, juga berpotensi tanaman kapulaga, porang, jenis empon, kopi robusta dataran rendah, dan berbagai jenis buah buahan.
Bahkan juga kepiting bakaupun sangat potensial dikembangkan, selain silvofastura yang saat ini pengembangannya sudah dimulai.
“Sekarang kita lagi berupaya melakukan pendekatan dengan sejumlah mitra agar mereka ikut bekerjsama dengan KTH, mengembangkan berbagai potensi di dalam KPH Sungai Sembulan ini,” tutur Badaria.
Semangat masyarakat diakui Badaria untuk mengembangkan berbagai potensi sumber daya hutan nonkayu ini sangat tinggi.
Sejumlah kelompok tani pun sudah ada yang memulai pengembangkan kapulaga, jahe merash dan jenis empon lainnya, tapi belum intensif karena kerbatasan permodalan.
“Karenanya kami mengharapkan ada pihak investor untuk ikut mengembangkan berbagai potensi ini bekerja sama dengan kelompok tani hutan binaan KPHP Sungai Sembulan,” tuturnya.
Soal pasar, khusus untuk kapulaga, lanjut Badaria, pada saat ini tidak ada masalah karena sudah ada buyer lokal yang siap menampung dengan harga cukup kompetitif.
“Keinginan masyarakat tani sangat tinggi, tapi kita terbentur permodalan yang perhektarnya bisa mencapai sekitar Rp75 juta,” pungkas Badaria. (Trop 01)
Data KPHP Sungai Sembulan
Unit | Wilayah | Luas (Hektar) | Potensi | |||||||
V | Sungai Sembulan |
HP |
HL |
Total |
Madu kelulut, madu hutan, kapulaga, kopi robusta, kepiting bakau, jahe merah, empon empon, silvofastura dll | |||||
33.015,59 | 5.193,87 | 38.209,46 | ||||||||
VI | Sungai Kurau | 25.765,83 | 1.482,86 | 27.248,70 | ||||||
VII | Lubuk | 26.788,44 | 25.037,04 | 51.825,49 | ||||||