KPH Ujung Tombak Dalkarhutlah

Rapat Koordinasi Nasional (Rakorns) KPH Nasional 2019, di Yogjakarta. Foto : Andeska?TROPIS.CO
Rapat Koordinasi Nasional (Rakorns) KPH Nasional 2019, di Yogjakarta. Foto : Andeska?TROPIS.CO

TROPIS.CO. YOGJAKARTA – Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) diorientasikan menjadi ujung tombak dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (Dalkarhutlah).

Pimpinan KPH, sebagai manager, hendaknya mampu memanfaatkan semua potensi yang ada di wilayah KPH untuk mengantisipasi dan pencegahan Karhutlah, termasuk Manggala Agni sebagai pasukan lapangan yang sudah terlatih.

Penegasan itu dilontarkan Raffles Panjaitam dalam paparan Rapat Koordinasi Nasional (Rakorns) KPH Nasional 2019, di Yogjakarta, Rabu( 24/7/2019).

Selain Raffles, ada sejumlah pejabat lain sebagai representatif dari masing masing direktorat jenderal di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menjadi narasumber.

Mereka itu,  Direktur RPP Roosi Tjandrakirana, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Agus Justianto, Kabalitbang Inovasi Drasospolino, Direktur KPHP Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Hargyono, Direktur KPHL Bagus Herudoyo, Direktur BUPSHA Perhutanan Sosial, Direktur PIKA Ditjen Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem Tandya Tjahyana, dan Sekditjen PKTL Kustanto menjadi moderator.

Rakornas KPH Nasional 2019 diikuti lebih dari 750 peserta dari 600 unit KPH dan Kepala Balai Hutan produksi se-Indonesia dan berlangsung hingga Kamis ini (25/7/2019).

Dijelaskan Raffles, strategi pengendalian kebakaran hutan dan lahan kini sudah berubah.

Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 maka paradigmanya tidak lagi pemadaman, melainkan berubah menjadi pencegahan.

Dengan paradigma ini maka langkah awal yang harus dilakukan mengantisipasi sejak dini agar tidak terjadi kebakaran.

Hal ini mulai dari perencanaan, pencegahan, pemadaman, dan pemulihan bekas kebakaran.

“Soal Dalkarhutlah ini, sejak tiga tahun silam Presiden Joko Widodo telah memberikan arahan Dalkarhutlah harus dilakukan di tingkat tapak,” tandas Raffles Panjaitan.

Karena itu, setiap pimpinan KPH bertanggung jawab penuh atas Dalkarhutlah ini.

Langkah yang dilakukan KPH terhadap Dalkarhutlah ini adalah cerminan hadirnya negara di tingkat tapak.

Dalam kegiatannya pencegahan, KPH harus melibatkan masyarakat setempat dan sekitanya guna melakukan koordinasi serta sinergitas dengan pemerintah pusat dan daerah setempat.

“Pimpinan KPH harus berinisiatif untuk segera menetapkan siaga darurat sejak awal,” ucap Raffles.

Selain itu, memberikan tindakan awal dalam upaya penegakan hukum terhadap pihak yang terindikasi melakukan pembakaran atau lalai hingga menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Soal anggaran untuk Dalkarhutlah, Pemerintah Pusat telah berkomitmen memberikan dukungan penuh kepada KPH, dan mendistribusikan langsung ke daerah daerah, tidak lagi terkonsentrasi pada Direktorat Pengendalian dan Pencegahan kebakaran hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Hanya tersisa sekitar 20 persen saja di kami, lainnya sudah didistribusikan ke daerah dan juga dimasukan pada anggaran direktorat direktorat laiinya,” jelasnya.

Dan soal anggaran Dalkarhutlah ini, Raffles menyarankan agar pimpinan KPH berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan untuk sama sama menemui gubernur agar bisa memanfaatkan dana sisa Dana Bagi Hasil – Dana Reboisasi Daerah yang kini ada di kas pemerintah dan tidak dimanfaatkan.

Sisa Dana Bagi Hasi – Dana Reboisasi (DBH – DR) menurut Raffles sangat besar.

Dia menyebut contoh, Kalimantan Tengah ada sekitar Rp300 miliar, Kalimantan Timur sekitar Rp250 miliar, Kalimantan Utara Rp 125 miliar, Maluku sekitar Rp41 miliar, serta Papua Barat sekitar Rp34 miliar.

“Dan tidak sebatas itu, untuk provinsi provinsi lainnya sisa DBH – DR masih ada di kas pemerintah, lumayan banyak, walau tidak sebesar provinsi Kalteng, Kaltim, dan Papua Barat,” pungkas Raffles. (*)