Komisi IV DPR RI: NTB Mampu Menjadi Lumbung Benih Nasional

Kunjungan kerja Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dirjen Tanaman Pangan, Direktur Perbenihan, dan Direktur Perbenihan Holtikutura Kementerian Pertanian ke Nusa Tenggara Barat. (NTB) : Foto: Kementan
Kunjungan kerja Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dirjen Tanaman Pangan, Direktur Perbenihan, dan Direktur Perbenihan Holtikutura Kementerian Pertanian ke Nusa Tenggara Barat. (NTB) : Foto: Kementan

TROPIS.CO, LOMBOK – Potensi perbenihan Nusa Tenggara Barat (NTB) sangatlah besar karena berbagai jenis benih pangan dapat diproduksi di sini dan hal itu memungkinkan bagi provinsi menjadi lumbung benih nasional.

Pandangan itu disampaikan Daniel Johan, Wakil Ketua Komisi IV, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) saat Temu Wicara dengan Produsen Penangkar di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), belum lama ini.

“Pangan kita harus mandiri dan berdaulat, benihnya juga harus mandiri dan kita bisa belajar dari NTB yang mampu meningkatkan Nilai Tukar Petani (NTP), menurunkan angka kemiskinan karena geliat pertanian, serta NTB harus naik kelas lagi di bidang perbenihan,” ujarnya.

Daniel berharap pemerintah daerah bisa jadi avalis atau penjamin bagi produsen benih, penangkar dan petani untuk akses ke Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan mengaktifkan anggaran APBD yang tersedia.

“Tidak hanya itu, Pemerintah Daerah dan pelaku usaha perbenihan juga harus komitmen menggiatkan penangkar di wilayahnya dan mengakomodir pemasaran produk benihnya.”

“Tahun depan saya optimis bisa melakukan Launching di NTB sebagai Lumbung Benih Nasional,” jelasnya.

Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo saat mengunjungi industri benih beberapa waktu lalu.

Mentan berkeyakinan bangsa ini mampu mandiri benih karena memiliki potensi benih luar bisa dan kualitas sumber daya manusia (SDM) unggul.

Dia pun yakin Industri perbenihan mampu memperkuat ekonomi bangsa, membuka akses lapangan kerja dan memperluas ekspor.

Mandiri Produksi Benih

Sejauh ini NTB sudah mampu memproduksi benih padi dan kedelai sendiri untuk memenuhi kebutuhan di wilayahnya.

Guna memproduksi padi 2,4 juta ton gabah kering giling di NTB, kini 96 persen kebutuhan benih padi sudah diproduksi dari wilayah sendiri serta jenis benihnya Ciherang, Inpari, Situbagendit dan lainnya.

Baca juga: Perlu Kolaborasi agar Produk Perkebunan di Papua dan Papua Barat Punya Nilai Tambah

Kini NTB sedang giat memproduksi beras kelas premium untuk memasok ke daerah lain.

Benih kedelai pun juga sudah diproduksi di wilayah sendiri. Sedangkan benih jagung hibrida dan sayuran masih didatangkan dari luar NTB. Ini menjadi tantangan sendiri untuk membangkitkan industri benih.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, meminta mantapkan sistem perbenihan padi dan kedelai di NTB sehingga bisa memasok benih ke daerah lain.

“Kalau sistemnya sudah baik, tugas selanjutnya bangkitkan industri jagung sehingga minimal memasok kebutuhan di wilayahnya.”

Kita bersama sama menarik investor untuk bermitra dengan penangkar,” ujarnya.

Menurut Suwandi, setidaknya sudah ada dua investor yang komitmen membangun industri benih jagung di NTB dan ada satu investor untuk membangun industri benih komoditas lainnya.

“Dengan sinergitas memperkuat sistem perbenihan dan menggerakkan produksinya, otomatis kebutuhan benih dapat dipasok secara insitu,” ungkapnya

Dia berpandangan bahwa kemandirian pangan harus dimulai dari kemandirian benih dan benih yang dikembangkan harus benih benih unggul baru yang diminati pasar.

“Saya apresiasi Provinsi NTB telah mencukupi kebutuhan benih padi dan kedelai sendiri, akan tetapi hal ini harus tetap dipacu peningkatan kapasitas dan kualitasnya agar memenuhi kebutuhan benih di daerah lain. Potensi pasar benih jagung hibrida sangat besar, agar NTB segera membangun industri benihnya, jangan dipasok benih jagung dari daerah lain,” ungkap Suwandi.

Strategi pengembangan perbenihan harus dilakukan secara selektif menuju kemandirian penangkar benih dengan menjalin kemitraan sehingga tumbuh sendiri, fasilitasi pemerintah hanya sebagai stimulan.

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berperan dalam pendampingan dan pemanfaatan sumber pendanaan untuk memperlancar produksi dan bisnis pertanian.

“Untuk mendukung hal tersebut Kementerian Pertanian telah memfasilitasi membangun klaster benih berbasis korporasi. “Skala luas minimal 200 sampai 500 hektar di tiap kawasan sentra, salah satunya ya di NTB ini,” ucap Suwandi.

Integrated Farming

Guna meningkatkan nilai tambah yg diperoleh petani, maka pertanian terintegrasi (Integrated farming) perlu dilakukan seperti mina padi, pemanfaatan limbah-limbah hasil pertanian menjadi produk – produk kreatif dan berdaya guna.

Baca juga: Cegah Longsor dengan Teknik Soil Bioengineering

Suwandi menilai dengan mengedepankan budi daya ramah lingkungan dengan mengoptimalkan komoditas pangan lokal seperti porang, vetiver, dan tanaman berkayu dengan pola tumpangsari untuk konservasi dan menahan longsor bagi areal gundul, bukit, gunung, serta berlereng di NTB.

Terwujudnya harapan ini tidak luput dari peran serta stakeholder yang terdiri dari penangkar, petani, asosiasi, dan lembaga-lembaga yang konsen terhadap pembangunan pertanian.

Dukungan pembiayaan dengan bunga rendah sekitar 6 persen meliputi Kredit Usaha Rakyat (KUR), Badan Layanan Umum (BLU), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDP) dapat diakses petani dengan mudah, didampingi, diasuransikan sehingga berjalan lancar dan sukses.

“Kuncinya perlu avalis sehingga petani agar bermitra dengan pelaku usaha, unit penggilingan, industri pakan, eksportir dan lainnya,” kata Suwandi.

Pembiayaan digunakan untuk bidang usaha cukup luas, yakni perbenihan, alat mesin, budidaya, prosesing, trading dan lainnya.

Kinerja serapan KUR di NTB tahun 2019 sekitar Rp747 miliar agar ditingkatkan tiga kali lipat karena alokasi pada 2020 sangat besar dan petani sangat membutuhkan itu

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB Husnul Fauzi menyampaikan komitmen penuh mewujudkan NTB sebagai lumbung benih nasional.

“Kami siap membangun industri benih. Tidak hanya benih padi, kedelai dan jagung, tapi juga berbagai jenis benih sayuran dan bawang putih potensial dibangun di sini.”

“Kami welcome bagi investor dengan bermitra penangkar. Petani akan naik kelas dari semula budidaya menjadi penangkar benih, berarti menjadi lebih sejahtera,” pungkasnya. (*)