KLHK Tingkatkan Kemampuan Masyarakat Pemegang Izin Hutan Sosial

Direktur Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto, mendorong partisipasi publik dalam kaitannya mendampingi masyarakat dalam meningkatkan usaha mereka pasca mendapatkan izin hutan sosial. Foto : KLHK
Direktur Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto, mendorong partisipasi publik dalam kaitannya mendampingi masyarakat dalam meningkatkan usaha mereka pasca mendapatkan izin hutan sosial. Foto : KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bambang Supriyanto, menjelaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) fokus untuk meningkatkan kemampuan masyarakat yang telah mendapatkan izin hutan sosial.

Menurutnya, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) ataupun Kelompok Tani Hutan (KTH) akan dikembangkan kapasitas kelembagaan dan kewirausahaan mereka dalam mengelola sumber daya hutan.

KLHK mengarahkan kelompok atau lembaga tersebut agar dapat bertransformasi menjadi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang mandiri.

KLHK membuat tingkatan kemandirian KUPS dengan beberapa kategori. Pertama adalah kategori Biru yaitu, baru mendapatkan ijin/hak pengelolaan hutan sosial.

Kemudian Perak/Silver yang berarti sudah menyusun Rencana Kerja Usaha dan melakukan kegiatan usaha.

Selanjutnya adalah Emas/Gold yaitu yang telah memiliki unit usaha dan memasarkan produk.

Terakhir adalah Platinum, yang berarti KUPS tersebut telah memiliki pasar yang luas baik nasional maupun internasional.

Dari jumlah izin sebanyak 5.572 unit SK, saat ini yang telah terbentuk sebanyak 5.245 KUPS, yang beratribut silver 1.712 unit, dan 188 KUPS yang telah berada dalam kategori Gold dan Platinum.

Berdasarkan data di atas, Bambang menyebutkan bahwa pengembangan usaha pasca memperoleh izin untuk meningkatkan kelas KUPS, perlu terus menerus didorong dengan melibatkan para pihak.

“Setelah akses lahan dilanjutkan dengan akses modal dan pasar melalui program pendampingan,” jelas Bambang saat acara Ngobrolin Hutan Sosial di Jakarta, Jumat (5/4/2018).

Dia pun mendorong partisipasi publik dalam kaitannya mendampingi masyarakat dalam meningkatkan usaha mereka pasca mendapatkan izin hutan sosial.

Pendamping yang dimaksud adalah yang mempunyai kompetensi sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal PSKL nomor 1 tahun 2019 tentang Pendampingan.

“Tahun 2019 ini saya ingin yang sudah mempunyai izin harus didampingi, karena saya ingin hutan sosial itu bermanfaat,” ujar Bambang.

Selain ingin mengejar satu lokasi satu pendamping, Bambang tentunya tetap menjaga konsentrasinya dalam pencapaian target akses hutan sosial.

Pada kesempatan ini juga dilakukan kegiatan bedah buku yang berjudul Lima Hutan Satu Cerita karya Tosca Santoso.

Dalam bukunya, Tosca mengisahkan masyarakat penerima izin hutan sosial di lima lokasi berbeda yaitu Padang Tikar-Kubu Raya, Kalimantan Barat, Kemantan, Jambi, Gunung Kidul-Kulon Progo, D.I. Yogyakarta, Dungus-Madiun, Jawa Timur, serta Sarongge-Cianjur, Jawa Barat.

Saat ini Program Hutan Sosial telah mencapai 2,6 juta hektare untuk sekitar 656 ribu Kepala Keluarga dengan total 5.572 unit Surat Keputusan (SK).

Angka tersebut menurut data dari Dirjen PSKL KLHK per tanggal 1 April 2019. (*)