KLHK : PLTA Batangtoru Aman Bagi Orangutan

Habitat orangutan Tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan. Foto : Nature
Habitat orangutan Tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan. Foto : Nature

TROPIS.CO, JAKARTA – Hasil pemantauan berkesinambungan oleh tim Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan pembangunan prasarana PLTA Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, masih aman bagi orangutan.

Dalam keterangan persnya di Jakarta belum lama ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, pemerintah optimistis kegiatan pembangunan berjalan sesuai regulasi dan ramah lingkungan karena saat beroperasi PLTA Batangtoru justru membutuhkan hutan yang lestari dan orangutan untuk kesinambungan pasokan air bakunya.

Direktur Jenderal KSDAE KLHK Wiratno berharap, pembangunan PLTA Batangtoru hingga selesai dan beroperasi nantinya benar-benar tidak berdampak negatif untuk orangutan.

Terlebih lagi, operasionalisasi PLTA sangat bagus untuk mendukung keberadaan hutan yang menjadi habitat orangutan.

“PLTA kan butuh hutan yang bagus juga,” kata Wiratno.

Dia menjelaskan, orangutan memang menjauh dari lokasi pembangunan jalan untuk pengembangan PLTA Batangtoru, tetapi tidak ada dampak fisik terhadap mereka.

“Tidak ada orang utan yang terluka, saya jamin,” tuturnya.

Pengelolaan konservasi seiring dengan pembangunan di PLTA Batangtoru dan bisa menjadi contoh bahwa keduanya bisa berjalan beriringan.

Sampai saat ini, tim pemantauan berkesinambungan yang dibentuk Ditjen KSDAE KLHK telah tiga pekan bekerja di lapangan.

Wiratno meminta PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), pengembang PLTA Batangtoru, untuk membentuk tim serupa.

“Mereka (NSHE) bisa belajar dari kami bagaimana melakukan pemantauan berkesinambungan,” ujar Wiratno.

KLHK juga meminta PT NSHE untuk membuat tiga hingga empat jembatan arboreal untuk menghubungkan populasi orangutan yang terpisah pada tiga habitat utama di ekosistem Batangtoru.

Jembatan arboreal bisa dibangun dengan memanfaatkan sling baja.

PT NSHE juga diminta untuk menanam pohon-pohon yang menjadi pakan orangutan.

Wiratno mengapresiasi pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang memiliki kepedulian dengan keberadaan orangutan.

Masyarakat di daerah itu tidak menganggap orangutan sebagai hama sehingga menerima satwa tersebut untuk hidup berdampingan.

Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara juga dinilai memiliki komitmen kuat untuk perlindungan orangutan.

“Saya terima laporan, Bupati Tapanuli Selatan sangat aktif untuk melindungi orangutan,” katanya.

Populasi Rendah Saat ini, tim dari Direktorat Jenderal KSDAE KLHK terus memantau keberadaan orangutan di wilayah blok selatan kawasan Batangtoru.

Dalam pemantauan terakhir, ditemukan beberapa sarang orangutan yang berjarak tujuh kilometer dari rencana lokasi power house PLTA Batangtoru.

Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Aek Nauli Ditjen KSDAE KLHK, Wanda Kuswanda, menyatakan habitat orangutan Tapanuli di kawasan Batangtoru tersebar pada tiga blok terpisah, yakni blok barat, timur, dan selatan.

Luas keseluruhan kawasan Batangtoru mencapai 163,846 hektare.

Populasi orangutan terbanyak di blok barat, yang mengarah ke Adian Koting, Kabupaten Tapanuli Utara.

Berikutnya di blok timur, yakni wilayah cagar alam Sipirok di Tapanuli Selatan, dan yang paling sedikit di blok selatan, terutama cagar alam Sibual Buali.

“Berdasarkan penelitian terakhir, kepadatan orangutan di blok selatan ini memang terbilang rendah. Hanya sekitar 0,41 individu per kilometer persegi,” tutur Wanda.

Di blok lain, kepadatan populasi orangutan bisa mencapai 0,7 hingga 0,8 per individu per kilometer persegi.

Hal itu bergantung aspek ideal untuk kepentingan habitat orangutan itu.

Kawasan blok selatan yang minim jumlah individu orangutan itu, berbatasan dengan areal penggunaan lain (APL), yang merupakan lahan perkebunan rakyat.

Masyarakat menanami lahannya dengan pohon karet, petai, dan durian.

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batangtoru, yang dalam proses pembangunan, juga berada di kawasan areal penggunaan lain (APL) itu. (*)