KLHK Libatkan Masyarakat dari Level Tapak Dalam Aksi Pengendalian Perubahan Iklim

Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK Agus Justianto mengungkapkan bahwa masyarakat di tingkat tapak dilibatkan dalam aksi pengendalian perubahan iklim. Foto : Kementerian LHK
Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK Agus Justianto mengungkapkan bahwa masyarakat di tingkat tapak dilibatkan dalam aksi pengendalian perubahan iklim. Foto : Kementerian LHK

TROPIS.CO, MEDAN – Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam pengendalian perubahan iklim juga melibatkan masyarakat pada tingkat tapak atau pada tingkatan paling kecil.

Usaha itu terwujud melalui Program Kampung Iklim (Proklim) yang menggabungkan upaya adaptasi dan mitigasi.

Data terbaru saat ini Proklim telah mencapai sekitar 1500 kampung iklim di berbagai provinsi di Indonesia.

Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK, Agus Justianto, mewakili Menteri LHK Siti Nurbaya, menyampaikan hal tersebut dalam kata sambutannya kala membuka Pameran Indonesia Climate Change Forum and Expo (ICCFE) 2018 yang digelar di Kota Medan, 17-19 Oktober 2018.

“Proklim dapat dikembangkan dan dilaksanakan di wilayah minimal setingkat Dusun/Dukuh/RW dan maksimal setingkat Desa/Kelurahan atau yang dipersamakan dengan itu.”

“KLHK setiap tahunnya memberikan apresiasi kepada kampung iklim yang dinilai berhasil melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” tutur Agus.

Masyarakat dapat mendaftarkan Proklim atau kontribusi kegiatan lainnya melalui Sistem Registri Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim.

SRN merupakan sistem yang dibuat KLHK yang bertujuan untuk mencatat, mengelola, menyediakan data informasi berbasis web tentang aksi serta sumber daya untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

Melalui SRN, masyarakat akan mendapatkan pengakuan dari pemerintah atas kontribusinya terhadap upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

Selain itu, data dan Informasi dalam SRN menjadi bahan utama dalam penyusunan lapotan capaian pengendalian perubahan iklim nasional ke sekretariat United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Menurut Agus, pengendalian perubahan iklim juga tidak lepas dari upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Sistem yang telah dibangun pemerintah terbukti membuahkan hasil.

Belajar dari karhutla tahun 2015, pemerintah membentuk tim Patroli Terpadu yang melibatkan berbagai pihak seperti Manggala Agni, TNI, Polri, BPBD, Masyarakat Peduli Api, serta dinas pemerintah daerah setempat.

Melalui patroli terpadu ini, terbukti telah berhasil menekan jumlah hotspot di Indonesia.

Tahun 2018 ini hingga tanggal 11 Oktober jumlah hotspot berhasil ditekan hingga sejumlah 8.163 titik. Jumlah ini menurun jauh daripada tahun 2015 yang sejumlah 70.971 titik.

Demikian juga dengan luas karhutla, sampai dengan Agustus tahun 2018, luas lahan terbakar berhasil ditekan hingga hanya mencapai 194.757 hektare.

Tahun 2015, luas lahan yang terbakar mencapai hingga 2.611.411 hektare.

“Keberhasilan penanganan karhutla di atas adalah bukti komitmen dan kerja keras pemerintah dalam pengendalian perubahan iklim di Indonesia.”

“Apresiasi dunia internasional pun terus berdatangan atas pencapaian empat tahun terakhir yang diraih Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim khususnya penanganan karhutla,” ujarnya.

Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK, Agus Justianto membuka Pameran Indonesia Climate Change Forum and Expo (ICCFE) 2018. Foto : Kementerian LHK
Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi KLHK, Agus Justianto membuka Pameran Indonesia Climate Change Forum and Expo (ICCFE) 2018. Foto : Kementerian LHK

Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa dunia internasional saat ini telah turut serta dalam upaya pengendalian perubahan iklim.

Sebanyak 181 negara, dari total 197 negara anggota United Nations Framework Covention on Climate Change (UNFCCC), telah berkomitmen dan berupaya mencegah kenaikan suhu global melalui sebuah ikatan perjanjian yang disebut Paris Agreement.

Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi Paris Agreement melalui Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 pada tanggal 24 Oktober 2016.

Bentuk nyata komitmen Indonesia di bawah Paris Agreement adalah telah menyampaikan Laporan Pertama Kontribusi yang ditetapkan secara Nasional atau First Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia kepada UNFCCC pada tahun 2016 silam.

NDC menyatakan komitmen kontribusi penurunan emisi GRK pada tahun 2030 sebesar 29 persendengan upaya sendiri dan sampai dengan 41 persen jika ada kerjasama internasional.

Terkait dengan hasil capaian NDC Indonesia, menurut Agus, baru akan dilaksanakan pasca 2020.

Pemerintah tengah menyusun berbagai instrumen dalam pelaksanaan NDC.

Namun menurut data tahun 2016, Indonesia berhasil menurunkan emisi sebesar 8,7 persen dari berbagai sektor.

Dalam mencapai target 29 persen, Indonesia memiliki modalitas yang baik dalam pemenuhan janji NDC yaitu melalui kebijakan dan peraturan yang dimiliki, serta aktivitas dan peran lembaga dalam mendukung pendanaan, pengembangan kapasitas, transfer teknologi, kemitraan, dan penelitian.

“Pemanasan global telah menjadi perhatian masyarakat dunia. Dampak dari pemanasan global yang Indonesia rasakan ditandai dengan adanya bencana alam dan bencana ekologis seperti frekuensi kejadian banjir, longsor, dan angin ribut yang semakin sering,” pungkas Agus.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Djati Witjaksono Hadi, menyatakan bahwa KLHK sangat mendukung ICCFE dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi pencegahan kenaikan suhu global melalu program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Foto : Kementerian LHK
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Djati Witjaksono Hadi, menyatakan bahwa KLHK sangat mendukung ICCFE dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi pencegahan kenaikan suhu global melalu program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Foto : Kementerian LHK

Oleh sebab itu, KLHK giat dan secara berkesinambungan mensosialisasikan dampak dari pemanasan global kepada masyarakat luas di Tanah Air, salah satunya dengan menggelar Pameran ICCFE.

Melalui kegiatan ini, KLHK bersama pemangku kepentingan lainnya memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai perubahan iklim.

Pameran ICCFE kedelapan kali ini diselenggarakan di kota Medan tanggal 17-19 Oktober 2018.

Pameran, yang biasa diselenggarakan di Jakarta ini, memilih Kota Medan karena perubahan iklim tidak hanya terjadi di Jakarta saja, sekaligus KLHK ingin mengedukasi seluruh masyarakat Indonesia.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Djati Witjaksono Hadi, selaku penyelenggara pameran menerangkan, sebanyak 100 lebih partisipan yang terbagi dalam 50 stand turut meramaikan pameran ICCFE 2018.

KLHK sangat mendukung ICCFE dan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam aksi pencegahan kenaikan suhu global melalu program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. (*)