KLHK Lakukan Penanganan Holistik untuk Bencana Ekologis 2020

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengungkapkan, fokus penanganan juga dilakukan pada aspek vegetatif melalui rehabilitasi, termasuk konstruksi konservasi tanah dan air (KTA), serta penegakan hukum terhadap penambangan liar dan perambahan hutan. Foto: KLHK
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengungkapkan, fokus penanganan juga dilakukan pada aspek vegetatif melalui rehabilitasi, termasuk konstruksi konservasi tanah dan air (KTA), serta penegakan hukum terhadap penambangan liar dan perambahan hutan. Foto: KLHK

TROPIS.CO, JAKARTA – Pascabanjir dan longsor, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melakukan langkah-langkah, diantaranya peninjauan sejumlah lokasi, khususnya di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak.

KLHK akan menerapkan penanganan holistik atau menyeluruh bencana ekologis Tahun 2020.

“Untuk itu, Menteri LHK telah membentuk tim kerja yang melibatkan enam Direktur Jenderal, dengan Sekretaris Jenderal sebagai Ketua Tim, serta Menteri LHK dan Wakil Menteri LHK sebagai penanggung jawab atau pengarah.”

“Kami bekerja secara terpadu, pendekatan penanganannya secara holistik, meliputi penataan bentang alam atau landscape yang menjadi poin utama, karena penanganan ini tidak hanya untuk sekarang, juga untuk langkah-langkah ke depan,” ujar Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, di Jakarta, Rabu (15/1/2020).

Fokus penanganan juga dilakukan pada aspek vegetatif melalui rehabilitasi, termasuk konstruksi konservasi tanah dan air (KTA), serta penegakan hukum terhadap penambangan liar dan perambahan hutan.

Baca juga: Perlu Kolaborasi agar Produk Perkebunan di Papua dan Papua Barat Punya Nilai Tambah

Hal lain yang menjadi perhatian yaitu pengendalian kelola sampah, dan pemulihan lingkungan.

“Dalam pelaksanaannya, KLHK tidak bekerja sendiri dan tidak lepas dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, TNI, Polri, dan yang menjadi bagian penting yaitu peran dan dukungan masyarakat,” ujarnya.

Khusus untuk wilayah Bogor dan Lebak, KLHK telah menyusun tahapan operasi penanganan bencana hingga tiga bulan ke depan.

Dimulai dengan analisis data spasial untuk menentukan indikatif lokasi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), yang dilanjutkan dengan observasi lokasi terdampak bencana.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (PDASHL) Yuliarto Joko Putranto menyampaikan, dari tahap awal tersebut kemudian dapat menentukan jenis kegiatan, skema dan tata waktu kegiatan yang akan dilakukan.

Pada tahapan pelaksanaan, beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu penyiapan bibit, penanaman RHL, penanaman vetiver, pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD), dan bangunan KTA.

“Saat ini telah tersedia 400 ribu bibit yang ditempatkan di tiga persemaian sementara.”

“Dari hasil perhitungan, secara keseluruhan memerlukan 1,2 juta batang, sehingga masih memerlukan 800 ribu bibit lagi,” tutur Yuliarto.

Penanaman dan bangunan KTA berupa dam penahan, gully plug, penguat tebing, Eco-Hidrolika, dan Instalasi Pemanenan Air Hujan (IPAH) difokuskan pada areal terdampak, lahan kritis, Fasum/Fasos, dan daerah tangkapan air.

Penanaman dilaksanakan oleh masyarakat dengan biaya insensif penanaman, serta disiapkan pendamping untuk tiap desa.

KLHK akan membangun KBD masing-masing di Kabupaten Bogor yaitu Kecamatan Sukajaya (14 unit), Kecamatan Cigudeg (4 unit), Kecamatan Nanggung (2 unit), dan Kabupaten Lebak yaitu Kecamatan Cipanas (8 unit), Kecamatan Lebakgedong (12 unit), Kecamatan Sajira (2 unit), dengan kapasitas per unit KBD 60.000 batang.

Khusus untuk kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno mengatakan KLHK menyiapkan areal penanaman seluas 2.500 hektare.

“Kami juga memberikan dukungan dalam pelaksanaan pembangunan KTA maupun penanaman tanaman adaptif khususnya di kawasan TNGHS, selain meningkatkan early warning system.”

“Yang penting juga kami akan melakukan evaluasi kesesuaian fungsi TNGHS,” jelasnya.

Di kesempatan yang sama, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan (IPSDH) KLHK Belinda Arunawati Margono menambahkan beberapa informasi mengenai penyebab kejadian banjir dan tanah longsor.

Dia menyampaikan bahwa kejadian ini harus dipandang dar sudut bentang alam di lokasi terdampak sebagai sebuah kesatuan yang saling mempengaruhi.

Baca juga: Sawit Bahan Baku Energi Masa Depan

Sementara itu, Direktur Pengendalian Pencemaran Air Ditjen PPKL Luckmi Purwandari, menyampaikan salah satu solusi pencegahan banjir dengan pola ekoriparian.

Manajemen ekoriparian ini, dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sempadan sungai, dengan membuat kolam-kolam retensi air, tanaman penghijauan di sepanjang bantaran sungai dan konsep ini juga dapat menurunkan beban pencemaran air.

Sebagai langkah pemulihan lingkungan akibat banjir dan tanah longsor di Bogor dan Lebak, tahun ini KLHK akan membangun ekoriparian di Sungai Cidurian, serta Sungai Ciberang dan Ciujung.

Selain itu, juga akan dibangun di sejumlah lokasi lain, diantaranya di DAS Ciliwung, DAS Cisadane, DAS Citarum, dan DAS Cileungsi. (*)